Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Memasifkan Sosialisasi Kunci Sukses Pemilu 2024

×

Memasifkan Sosialisasi Kunci Sukses Pemilu 2024

Share this article

Oleh : Firdaus Abdullah

KHITTAH.CO, – Dalam sistem politik demokrasi, pemilu merupakan salah satu instrumen penting dalam menegakkan demokrasi bagi negara yang menerapkannya. Sebab legitimasi kekuasaan harus diperoleh melalui pemilu. Di Indonesia, pemilu didefinisikan sebagai sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Problem besar yang dihadapi Indonesia pada kehidupan politik demokrasi dewasa ini adalah membangun kesadaran seluruh elemen bangsa untuk fokus pada tujuan mewujudkan kebaikan bersama. Hal ini dapat tercapai jika paradigma politik dikembalikan pada khittahnya politics of personal live politik tidak hanya merebut kekuasaan, tetapi cara hidup yang baik.

Peran serta masyarakat dalam pemilu sangat vital, selain sebagai pemilih juga masyarakat pemilih sangat menentukan kedaulatan suatu negara. Dalam melakukan sosialisasi, penyelenggara pemilu dituntut untuk mampu berkreasi dan beraksi sekreatif mungkin, sehingga masyarakat akan terus tertarik mengikuti seluruh tahapan Pemilu 2024, jangan sampai masyarakat apatis terhadap pemilu. Jika hal ini tidak masif dilakukan maka akan dikhawatirkan menjadi racun dalam proses pemilu.

Partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan Pemilu. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat, maka legitimasi pemilu akan semakin baik. Partisipasi merupakan respon atas pengakuan masyarakat, baik terhadap penyelenggara pemilu, maupun konstestan. Kepercayaan buruk terhadap kedua lembaga tersebut dapat mengakibatkan buruknya partisipasi masyarakat.

Bagian penting dalam siklus pemilu yang membutuhkan partisipasi masyarakat, seperti proses pendataan pemilih, pengawasan partisipasi, mengikuti kampanye maupun partisipasi dalam pemberian suara. Salah satu faktor dari kondisi tidak akuratnya data pemilih adalah rendahnya partisipasi masyarakat. Padahal jika masyarakat aktif dalam melaporkan informasi kependudukannya, maka akan sangat memudahkan penyelenggara teknis dalam tahapan pendataan. Selain itu, partisipasi masyarakat juga dibutuhkan untuk pengawasan pemilu.

Pendidikan pemilih mengupayakan adanya peningkatan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarkat tentang hak dan kewajiban dalam pemilu. Sebab partisipasi masyarakat menjadi cerminan ada aksi dari masyarakat dengan hadirrya di TPS. Konstitusi telah mengamanatkan agar pemilu harus didasarkan pada prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Sosialisasi pemilu ini sangat penting untuk meningkatkan tingkat partisipasi pemilih atau masyarakat, sebab semakin tinggi partisipasi pemilih maka semakin tinggi pula tingkat legitimasi calon yang terpilih. Untuk meningkatkan legitimasi tersebut KPU sebagai penyelenggara pemilu teknis wajib memasifkan sosialisasi ke masyarakat secara kreatif maupun inovatif.

Sosialisasi tidak hanya dilakukan kepada peserta pemilu, tetapi sosialisasi juga ditujukan kepada masyarakat pemilih. Karenanya, sosialisasi ini merupakan salah satu ujung tombak keberhasilan pemilu. Tanpa sosialisasi, program-program yang dilakukan oleh KPU tidak akan diketahui masyarakat.

Melalui platform media sosial, KPU, PPK, dan PPS tidak boleh lepas dari pantauan sebab diera digital saat ini dapat dipastikan semua jenis lapisan masyarakat memiliki media sosial baik Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter dan lain sebagainya. Sehingga tema dan isi konten sosialisasi, diupayakan sekreatif mungkin agar mendapatkan daya tarik khalayak netizen media sosial.

Selain platform media sosial, tentu sosialisasi sejatinya masif juga dilakukan secara konvensional dengan menyapa kaum tradisional, seperti kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial hingga budaya dan tradisi masyarakat tertentu. Inilah sosialisasi dalam pemilu masyarakat dituntut memberikan informasi tahapan pemilu dan hari “H’ pemilu mengajak masyarakat lainnya

Tanpa partisipasi masyarakat, maka sesungguhnya pemilu tidak memiliki arti apapun. Ukuran partisipasi tentu bukan sekadar kehadiran masyarakat pemilih dalam memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kegiatan sosialisasi juga dinilai dapat membangkitkan partisipasi masyarakat pemilih untuk mengikuti dan memberikan hak pilihnya di TPS. Tentu dengan pemahaman-pemahaman yang diberikan melalui sosialisasi akan membuka pola pikir masyarakat bahwa betapa urgensnya menggunakan hak pilihnya.

Partisipasi masyarakat pemiliih dalam pemilu yang merupakan sarana kedaulatan rakyat tidak bisa hanya dimaknai hanya sebatas pada proses pemungutan suara TPS. Jika masyarakat memandang pemilu sebagai gerbang awal kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan negara yang akan berpengaruh terhadap kehiduapn, maka sepatutnya masyarakat berpartisipasi dalam proses-proses pemilu dari hulu hingga hilir.

Partisipasi tidak hanya menitikberatkan pada angka jumlah pemilih yang datang ke TPS, tetapi juga proses demokrasi lima tahunan ini dapat berjalan dengan baik. Belajar dari pengalaman pemilu 2019 lalu, maka perlu ada edukasi kepada pemilih agar masyarakat tidak mudah terpolarisasi atas perbedaan pilihan politik. Dengan edukasi tentu menyadarkan masyarakat akan pentingnya menyalurkan hak pilih dengan datang ke TPS. Semakin tinggi angka partisipasi masyarakat maka semakin representatif wakil rakyat yang dihasilkan.

Sosialisasi tentu bukan hanya tugas KPU bersama jajaran, tetapi juga tugas seluruh elemen pemangku kebijakan. Bawaslu sebagai mitra penyelenggara, partai politik sebagai peserta pemilu, pemerintah, akademisi, lembaga dan organisasi masyarakat termasuk insan media turut mempunyai andil dalam memberikan sosialisai pemilu kepada masyarakat. Diharapkan masyarakat dapat terhindar dari kampanye penggunaan politik SARA, hoax, hingga politik identitas. Sebab yang lebih dikedepankan saat ini adalah politik ide dan gagasan, karena yang ingin kita bangun bukan demokrasi pengkultusan, bukan demokrasi idola, tapi demokrasi gagasan.

Pada akhirnya semua tahapan yang sedang berjalan tentu penting untuk diketahui sehingga mampu menggerakkan pemilih untuk hadir nantinya ke TPS. Partisipasi masyarakat dalam pemilu, bukan hanya pada saat hari ‘H’ pemilu yakni 14 Februari 2024. Tetapi juga partisipasi dalam melibatkan diri sebagai bagian dari penyelenggara maupun peserta pemilu itu sendiri. Jika kesemua hal tersebut diperhatikan dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat maksimal, kita optimis angka partisipasi masyarakat tetap tinggi. Tidak hanya itu, kita mengharapkan polarisasi ditengah-tengah masyarakat tidak terjadi. Sehingga pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan aman dan damai pada 14 Februari 2024.

*Anggota PPK Kec. Wonomulyo Polewali Mandar

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply