Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Muhammadiyah Terjemahkan Qurbânan dengan Risalah Islam Berkemajuan

×

Muhammadiyah Terjemahkan Qurbânan dengan Risalah Islam Berkemajuan

Share this article
Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Abd Rakhim Nanda saat menyampaikan Khutbah Iduladha di PUSDAM (sumber foto: AHZ)

KHITTAH.CO, MAKASSAR– Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan, Abd. Rakhim Nanda memperkenalkan konsep Risalah Islam Berkemajuan kepada jemaah Iduladha yang hadir di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah (PUSDAM).

Diketahui, jemaah yang hadir pada pelaksanaan Salat Iduladha, Rabu, 28 Juli 2023 itu tidak semua merupakan warga Persyarikatan. Banyak jemaah yang bergabung karena mengikuti Mekkah.

Rakhim mengambil kesempatan untuk memperkenalkan dokumen ideologis teranyar itu dengan mengontekstualisasikannya dengan Idualadha.

Ia memaparkan, kata ‘qurban‘ yang bermakna ‘dekat’, bila diberi akhiran huruf nun-alif yang bermakna ‘sempurna’, maka kata qurban menjadi qurbânan. Kata qurbanan itu bermakna ‘pendekatan diri secara sempurna.’

Sebagai praktis ibadah atau metode pendekatan diri paling tua di kehidupan dunia ini, seharusnya nilai-nilai pendekatan kepada Allah itu dilaksanakan secara totalitas.

“Harus diterjemahkan sebagai pendekatan kepada Allah secara totalitas dan universal serta mengikuti perkembangan zaman, tapi tidak tercerabut dari nilai-nilai Islam yang mendasar atau fundamental,” kata dia.

Karena itulah, lanjut Rakhim Nanda, Muhammadiyah merumuskan perwujudan nilai-nilai itu secara menyeluruh dalam matan Risalah Islam Berekmajuan dan Risalah Islam Yang Mencerahkan.

Ia pun memastikan, sebagai gerakan Islam yang konsisten mendorong purifikasi atau pemurnian, karakteristik Islam Berkemajuan yang pertama adalah berlandaskan pada tauhid (mabni ala al-tauhid).

Dengan tauhid yang teguh, Risalah Islam Berkemajuan juga konsisten bersumber pada al-Quran dan sunah (al-ruju’ ila al-Qurani wa al-sunnah).

Sebagai gerakan modernis yang terbuka dan terus mengikuti zaman, Muhammadiyah juga menghidupkan ijtihad dan tajdid (Ihya ai-Ijtihad wa al-tajdid).

Ia menjelaskan, ijtihad adalah mengerahkan pikiran sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami atau memaknai Quran dan Sunah.

Dia melanjutkan, tajdid adalah pembaharuan dalam bentuk pemurnian dan dinamisasi. Pemurnian itu diterapkan pada bidang akidah dan ibadah, sedangkan dinamisasi diterapkan pada bidang akhlak dan muamalah dunyawiyah.

“Tajdid menjadi upaya mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti pemikiran, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan kebudayaan,” ujar Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar itu.

Muhammadiyah dalam Risalah Islam Berkemajuan juga terus mengembangkan wasathiyah (Tanmiyat al-Wasathiyah). Ia menerangkan, wasathiyah artinya menolak ekstremisme.

Ekstremisme itu, baik dalam bentuk praktik beragama yang berlebihan (ghuluw) atau sikap mengabaikan (tafrith). Wasatiah, tegas Rakhim, tidak radikal dan tidak liberal dalam beragama.

“Dalam sikap sosial, wujud wasatiah itu adalah tegas dalam pendirian, luwas dalam wawasan, dan luwes dalam sikap. Menghargai perbedaan pandangan dan menolak pengkafiran terhadap sesama muslim,” ujar dia.

Ia melanjutkan realisasi sikap wasatiyah itu memajukan dan menggembirakan masyarakat, serta memahami realitas dan prioritas.

Wasathiyah juga menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan tertentu.”Sikap wasathiyah juga memudahkan pelaksanaan ajaran agama,” ujar dia.

Dengan sikap wasatiah, berdiri di poros tengah itu, akhirnya Muhammadiyah juga konsisten menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (tahqiq al-rahmatan li al-alamin).

Tegas dia, Islam sebagai rahmat harus menjadi pendorong untuk tercapainya perdamaian dan kerukunan. Islam juga harus ditampilkan sebagai agama yang mewujudkan keadilan dan menghilangkan kezaliman.

“Islam harus hadir sebagai kekuatan yang membawa kesejahteraan, pencerahan, dan kemajuan universal. Dan, misi kerahmatan itu bukan hanya bagi manusia, tetapi juga bagi kemaslahatan seluruh makhluk ciptaan Allah di muka bumi,” tegas Rakhim.

Sementara itu, konsep Islam yang mencerahkan, lanjut dia, pertama, sesuai Surah Al-Baqarah ayat 257. Allah SWT mengeluarkan manusia dari segala bentuk kegelapan keapada keadaan terang benderang (takhrij min al-dhulumat ila al-nur).

Kedua, mengembangkan praktik keagamaan yang tengahan (wasatiah) sebagai penyempurna akhlak yang mulia dan penyebar rahmatan lil ‘alamin. Hal itu berdasarkan QS Al Baqarah ayat 143 dan QS Al Anbiya ayat 107.

Selanjutnya, Islam yang mencerahkan menghidupkan khazanah perintah Iqra’ sesuai Surah Al-‘Alaq ayat 1–5. “Islam yang mencerahkan adalah Islam yang melek literasi, karena buta literasilah yang menyebabkan kejumudan,” tegas Rakhim.

Islam yang mencerahkan juga konsisten menjadikan Quran sebagai hudan, bayan, dan furqan berdasarkan Surah Al-Baqarah ayat 184.

Konsep itu juga berdasarkan perintah Quran Surah Ar-Ra’ad ayat 11 agar manusia mengubah nasibnya. “Demikian pula perintah Quran Al-Hasyar ayat 18, agar umat berorientasi masa depan,” kata dia.

Sebagaimana ciri khas Muhammadiyah sejak awal, Islam yang Mencerahkan juga membebaskan dhu’afa-mustad’afien. sebagaimana perintah Allah dalam Surah Al-Maun dan Al Balad ayat 11–16.

Hal itu jugalah yang membuat Muhammadiyah dikenal sebagai penggerak teologi Al-Ma’un, sejak awal berdiri hingga kini.

Terakhir, berdasarkan perintah Quran untuk menunaikan tugas dan fungsi kekhalifahan dengan benar. Hal itu, kata Rakhim Nanda berdasarkan Quran Surah Al-Baqarah ayat 30, Surah Hud ayat 61, dan Surah Al-Baqarah ayat 11.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply