Oleh : Sanusi Ramadhan
Rancang Bangun Paradigma Partai Politik
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
Pada partai politik, paradigma berisi pokok-pokok doktrin, visi, misi, dan platform politik. Di dalam perumusan paradigma dipertimbangkan aspek pembaruan dan kesinambungan, baik yang berkaitan infrastruktur maupun suprastruktur.
Kesadaran Partai Politik sebagai infrastruktur politik tidak boleh alfa menghubungkan dirinya dengan kesadaran berbudaya. Kebudayaan yang terserak pada kearifan nusantara, kebudayaan Indonesia. Kebudayaan Indonesia kontemporer pada hakikatnya merupakan sinergi paradigma lokal dengan paradigma global.
Kesadaran partai politik haruslah diletakkan pada mainstream ini, agar tetap dapat membaca gerak waktu yang menyejagad. Parpol dalam hal ini harus mampu secara terus dalam domain kontinuitas menciptakan refresentasi makna kesadaran bagi anggota dan simpatisannya.
Sebab manakala tidak, yang lahir adalah krisis refresentasi antara kemampuan partai politik menyediakan ruang-ruang pemberdayaan dengan realitas yang hadir dalam masyarakatnya. Setidaknya ada tiga spektrum yang harus dirancang-bangun dalam paradigma pemberdayaannya.
Pertama, kesadaran sejarah (historis). Sejarah bukan semata kejadian masa lalu. Sejarah merepresentasikan proses pemahaman, ide. Masyarakat yang kehilangan sejarahnya akan gagap menemu-kenali gemilang kesadaran bangsanya. Tersesat pandang memahami penyimpangan peristiwa oleh kekuatan politik yang mengintroduksi dibaliknya.
Sejarah pun sarat distorsi. Pada yang demikianlah, kesadaran sejarah, khususnya sejarah politik Indonesia menjadi penting peranannya dalam rangka merumuskan tindakan dan rekayasa kebangsaan yang genuine dan orisinal. Partai politik dapat mengambil bagian untuk mengungkapkan kesadaran sejarah bangsa dan perpolitikan kita bahwa masih ada PR yang harus dilakukan bangsa ini dan partai politik dalam rangka memberi rasa kemanusiaan dan kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia.
Pendeknya, sejarah akan memperjelas posisi kita. Keberadaan kita dalam alaf waktu yang terus berdetak. Tentang sejarah, ada baiknya kita menyitir pendapat Karl Marx “memahami jalannya sejarah untuk menentukan jalannya sejarah”.
Kedua, kesadaran identitas. Konstruksi identitas kebangsaan dapat memperkuat ideologi kebangsaan. Kesadaran identitas adalah hasil akumulasi dari identitas lokal yang tersebar dalam kearifan lokalitas.
Kesadaran identitas harus peka terhadap kesadaran lokalitas yang ada. Identitas nasional kebangsaan harus ramah terhadap semangat karakter lokalitas. Kesadaran identitas semestinya dijadikan setiap parpol sebagai seperangkat gagasan, ide, dan cita-cita bangsa Indonesia di dalam merumuskan kepribadian, langkah, program-program kebangsaan.
Dengan penguatan identitas yang tercermin dalam nilai dan prinsip perjuangan dan program parpol, diharapkan kesadaran identitas sebagai manusia Indonesia dapat menghalau semangat badai etnosentrisme dan kedaerahan yang tengah merebak di pelosok-pelosok negeri.
Ketiga, Kesadaran transformatif. Dalam bahasa Kuntowijoyo transformasi merupakan gerakan kultural yang didasarkan pada liberalisasi, humanisasi dan transendensi yang bersifat profetik. Yakni pengubahan sejarah kehidupan masyarakat oleh masyarakat sendiri ke arah yang lebih partisipatif, terbuka dan emansipatoris.
Suatu cita-cita yang melambangkan penjunjungan tinggi harkat dan harga kemanusiaan, keyakinan orang dihargai dan perbedaan pendapat menjadi tradisi. Kesadaran transformatif bagi penulis dikukuhkan dengan tiga paradigma.
Paradigma kemanusiaan. Paradigma ini mengisyaratkan bahwa semua entitas bangsa kita yang bernama Indonesia memiliki tugas kemanusiaan dalam rangka membangun kehidupan yang lebih baik serta menata peradaban yang lebih humanis, egaliter, dan transenden.
Kedua, Paradigma Keilmuan. Paradigma ini menegasikan bahwa partai politik sebagai penghubung antara kekuasaan dan rakyat harus membekali dirinya dengan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Ketiga, paradigma politik.
Tiga bangun kesadaran tersebut dapat menjadi alat bedah Partai tolitik dalam mengusung kemanusiaan yang berbudi Indonesia. Kesadaran sejarah, identitas, dan transformasi akhirnya dapat menjadi gegar bagi setiap Partai Politik dalam derap perjalanan bangsa kedepan.