Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipNasionalOpini

Pengelolaan Logam, Lingkungan Hidup dan Utang Negara

×

Pengelolaan Logam, Lingkungan Hidup dan Utang Negara

Share this article

images-9

Oleh : Dr. Yustin Paisal, ST, MT

Allah swt telah memberikan sumber daya hayati dan non hayati yang sangat berlimpah dari Sabang sampai Merauke, dari lautan sampai daratan, yang membentang sekitar 1/5 dari garis katulistiwa bumi. Inilah sebuah anugerah dari Dia yang maha kaya! Jika kita ingin menghitung kekayaan Logam Negeri Nusantara di katulistiwa ini berapakah sesungguhnya? Kemudian, bandingkan dengan utang luar negeri kita apakah bisa lunas atau tidak?

Presiden Jokowi jangan malu-malu untuk belajar dengan Presiden Korea Selatan yang hanya kurang dari 1/10 luas negara kita yang mana mampu untuk melunasi utang-utangnya ke IMF melalui emas. Demikian pula Iran mampu untuk mandiri tanpa utang luar negeri sedikit pun.

Malahan Bangsa Amerika Serikat tergantung pada Iran hari ini untuk kebutuhan pasokan minyak dan gas buminya, kata adik saya yang ditakdirkan Tuhan, bekerja di atas Kapal Tengker yang terbesar di Timur Tengah! Mengapa bisa? Negara yang terakhir ini menggunakan energi nuklir sebagai sumber energi utama yang termurah untuk pembangunan negaranya!

Bangsa ini perlu belajar keras dengan negara – negara berkembang lainnya yang kini menuju bangsa dan negara maju dalam hal industri berbasis teknologi spesifik guna membebaskan negara mereka dari utang yang pernah melilit negara mereka. Hal – hal yang dapat ditinjau ulang adalah:

Pertama, analisis atas kebijakan stake holder menyangkut hasil bagi atas pengelolaan sumber daya alam mineral sebagai sumber logam strategis dan vital guna sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kalau Presiden Jokowi pernah mengatakan pertengahan Bulan November bahwa tidak lucu jika kita harus impor buah dari luar negeri, maka apakah juga tidak lucu jika kita memiliki sumber daya logam yang berlimpah namun justru kita jatuh miskin karena utang yang sudah keterlaluan jumlahnya, sekitar 4000 triliyun rupiah!.

Seperti logam uranium, apakah kita tidak punya, lalu bagaimana dengan informasi tentang uranium kita yang sudah terambil di Irian Jaya dari sumber minerba sendiri, yang menurut hemat kami sudah mencapai 20000 trilyun rupiah dengan asumsi bahwa produksi satu ton pertahun selama 40 tahun, dan harga energi 1 ton uranium setara 1 juta ton batubara adalah 500 milyar rupiah perton. Jika ini benar-benar terjadi, berarti pemerintah selama ini telah membiarkan logam kita dicuri oleh para oknum investor!

Kedua, memberikan beasiswa yang menarik dan penghargaan terhadap patent yang memberikan potensi konstribusi bagi percepatan pembayaran utang bangsa dan negara ini. Usaha itu antara lain dibidang ekstraksi logam berharga , baik yang bersifat strategis, maupun yang vital kepada putera-puteri bangsa ini guna mendesain proses yang optimal dan bernilai multifly efect bagi percepatan pembangunan dan utamanya pembayaran utang negara berbasis pengadaan logam bernilai vital dan strategis sekaligus melakukan transformasi proses produksi dengan menerapkan teknologi biohidrometalurgi pada kawasan tertentu guna memangkas biaya konstruksi dan produksi serta energi secara fundamental dengan perolehan logam yang optimum.

Ketiga, memberikan penghargaan yang tinggi kepada putera-puteri bangsa ini secara terbuka sebagaimana terbukanya pengadilan Jessica dan Ahok tentang bagaimana mendesain pabrik pesawat, pabrik mobil, pabrik kereta api, pabrik pembangkit listrik tenaga nuklir, dan sebagainya dalam rangka mensinergikan produksi logam nasional sehingga tidak dijual dalam bentuk barang setengah jadi.

Hal ini dapat dilakukan dengan komitmen kuat untuk kemandirian industri berbasis logam demi menunjang industri hulu hingga hilir di tanah air dalam berbagai model desain spesifik. Hal ini disertai dengan merevolusi sistem kurikulum sejak masa usia dini hingga perguruan tinggi melalui GERAKAN PEDULI LOGAM DAN LINGKUNGAN MENUJU NEGARA BERMARTABAT BEBAS UTANG LUAR NEGERI.

Sudah barang tentu, konstribudi dari berbagai bidang pembangunan mesti bersinergi dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai tafsir hidup dari kitab suci agama samawi di nusantara ini! Presiden mesti adalah orang yang berani mengambil tindakan positif dan bukan dari bagian dari lingkaran mazhab boneka kapitalism murni. Presiden adalah orang yang memiliki kemampuan guna membebaskan negara dari hutang yang menghinakan bangsa dan negara ini di hadapan Tuhan Yang Maha Esa!

Pada akhirnya, usaha yang kita lakukan adalah usaha yang terintegrasi dan kolektif. Dan, pemerintah harus berani memberikan apresiasi kepada putera-puteri bangsa ini dengan nyata dalam hal pembebasan utang luar negeri sebagaimana yang pernah dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan dan juga bukti kongkrit bagaimana pemerintah negara Islam Iran menunjukkan kepada kita bangsa Indonesia bagaimana cara memanfaatkan dan mengelola secara berani potensi uranium di negara mereka.

Jika ancaman embargo ekonomi harus terjadi, maka konsekuensi dari perjuangan memiliki dua pilihan yakni kejayaan dalam kemenangan atau kejayaan dalam kesabaran dalam membangun bangsa yang bermartabat, bukan senang sebagai negara yang banyak utang yang menghinakan. Lantas jika ini adalah fenomena yang tidak bisa dijawab, maka sampai kapan kita harus berutang yang tidak ada habisnya? Apakah Tuhan senang dengan kondisi ini dengan ideologi utang sebagai dasar pembangunan sejak jaman Suoearto?.

*Penulis adalah pakar Biohidrometalurgi dan Direkrur Pusat Studi Energi dan Sumber Daya Alam.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL