Oleh: IMMawan Adrian (Ketua Umum DPD IMM Sulsel 24-26)
KHITTAH.CO – Bila tidak ada aral melintang, Insyaallah Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Sulawesi Selatan akan melangsungkan Rapat Kerja Pimpinan (RAKERPIM) I di Kabupaten Bulukumba pada tanggal 14-15 Maret 2025. Agenda ini akan dihadiri oleh seluruh perwakilan Pimpinan Cabang IMM yang ada di Sulawesi Selatan. Adapun tema besar yang diangkat pada giat kali ini adalah Gerakan Inklusif-Kolaboratif Memajukan Sulawesi Selatan.
Tema ini merupakan kontinuitas dari visi utama yang akan diusung oleh kepemimpinan DPD IMM sulsel periode 2024-2026. Tema inilah yang akan diterjemahkan secara kolektif oleh rembuk semua unsure peserta dalam menata rancang bangun organisasi kedepan khususnya pada periode semester pertama kepemimpinan.
Memulai Langkah dari Butta Panrita Lopi
Bulukumba adalah salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang eksotis secara geografis dan kaya akan warisan budaya. Terpilihnya Kabupaten Bulukumba sebagai tuan rumah pada saat ini bukannya tanpa alasan, salah satunya dilatarbelakangi oleh spirit dari nilai-nilai budaya dan kehidupan yang kental. Bulukumba adalah rumah bagi para cendekiawan-teknokrat, itulah mengapa tanah ini dijuluki sebagai Butta Panrita Lopi.
Secara literal Butta Panrita Lopi mempunyai arti negerinya para pembuat perahu. Perahu yang dimaksud bukanlah sembaran gperahu, ia adalah Pinisi yang merupakan warisan peradaban kebudayaan dunia yang melegenda. Pinisi tidak hanya sebagai alat transportasi, lebih dari itu mengandung nilai-nilai filosofis yang dalam. Pinisi adalah perwajahan dari nilai kerja keras, kerjasama, ketelitian dan keindahan serta nilai religiusitas yang tinggi.
Dalam konteks kepemimpinan, pinisi mengajarkan banyak pelajaran. Secara akar etimologi pinisi berasal dari bahasa Bugis “Mappanisi, akpanisi” yang berarti menyisipkan, suatu proses memasukkan majun pada sela papan yang berfungsi merekat sambungan agar kuat dan tahan dari kemasukan air. Ini memberikan pesan agar suatu kepemimpinan haruslah merekatkan, mempereratkan dan mempersatukan. Kolaborasi gerakan tali ini dibutuhkan sebagai penguat satu sama lain.
Selanjutnya pada proses peletakan lunas perahu, selalu dimulai dengan konsep pembagian lunas yang tepat antara bagian depan sebagai symbol laki-laki dan bagian belakang sebagai simbol Perempuan. Ini mengisyaratkan bentuk penghormatan yang tinggi pada nilai-nilai kesetaraan (equality) yang proporsional. Kepemimpinan haruslah berkeadilan gender. Inilah yang kami sebut sebagai kepemimpinan yang berwawasan inklusif, no one left behind.
Setidaknya inilah sedikit perasan-perasan nilai yang kami bisa hirup dari kayanya warisan falsafah peradaban ri Butta Panrita Lopi yang kait-berkelin dan dengan visi kepemimpinan DPD IMM Sulsel ke depan. Semangat kepemimpinan yang inklusif-kolaboratif adalah dua kata kunci utama dalam membawa kemajuan Gerakan IMM Sulawesi Selatan.
Menyelami Nilai Gerakan IMM
Kita mengimani bahwa IkatanMahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini adalah organisasi gerakan dan perkaderan. Memastikan gerak dinamis adalah cara kita menuntun organisasi ini tetap pada khittahnya. Sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, IMM tentu diharapkan menjadi jembatan ideologis cita-cita perjuangan Muhammadiyah. Secara akar historis, IMM memang diproyeksikan menjadi dapur ideologis Muhammadiyah pada lingkup perguruan tinggi dengan intelektualitas sebagai gen utamanya sesuai dengan spirit tajdid pencerahan yang menjadi salah satu identitas substantif Gerakan Persyarikatan Muhammadiyyah.
Secara konsepsi ideal gerakan, IMM sesungguhnya telah menyempurnakan diri dengan rumusan teksideologisnya. Jika kita membuka dan membaca kembali nilai-nilai utama dalam teks ideology perjuangan IMM, maka kit aakan menemukan bahwa dimensi spiritual-ruhaniah menjadi basis nilai yang menguat-sempurnakan pilar-pilar gerakan yang lain. Dari setiap rumusan ideologi yang ada, maka kita membaca betapa unsur-unsur yang transenden sangat dominan. Ini tentu menjadi bukti bahwa organisasi ini dibangun di atas fondasi keislaman yang kuat senapas dengan manhaj Gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar, bewawasan tajdid, reformis-modernis dalam mewujudkan masyarakat utama yang berperadaban maju.
Rumusan ideal ini ketika dibenturkan dengan realitas gerakan, baik itu ruang-ruang perkaderan maupun kepemimpinan kerap kali kita temui kegagapan. Konsepsi idealitas gerakan ini tidak lebih dari sekadar teks beku, hanya sebagai tulisan dan hafalan-hafalan. Bahwa internalisasi nilai ideology itu suatu keharusan, ya! Tetapi sekali lagi nilai itu tidak menggantung di ruang formil dan gagap dalam menjawab realitas. Idealitas teks ideologis IMM ini harus naik kelas menjadi praksis ideologis, menubuh menjadi karakter yang menuntun gerak kita tampil di hadapan realitas yang multikompleks.
Melakukan pembacaan ulang dan pengayaan nilai yang dalam istilah Kuntowijoyo disebut sebagai proses ‘pengilmuan’ terhadap teks ideologi gerakan adalah upaya menghidupkan ruh intelektualitas IMM yang akan mendifferensiasinya dengan identitas gerakan yang lain. Di tengah kontestas iideologi yang mewarnai pasar gerakan hari ini meniscayakan IMM harus tampil mengambil peran tidak sekadar eksistensi-simbolik tetapi dengan karakter nilai utama yang menampilkan keteladanan (uswatun hasanah) sebagai perwujudan seorang Akademisi Islam yang berakhlakmulia (akhlaqul karimah).
Visi Inklusif-Kolaboratif
Narasi inklusifitas Gerakan sesungguhnya adalah identitas ideologis yang genuine di Muhammadiyah, karena secara historis organisasi ini memangmenampilkan corak gerak yang inklusif sebagai wajah dan nalar gerakan dakwahnya sejak awal didirikan (1912). Inilah yang menjadi alas pikir IMM sebagai anak kandung persyarikatan untuk senantiasa merawat-lestarikan dan terus mendinamisasi kontinuitas ide dari akar sejarah ini bahwa IMM harus menjadi frontliner Muhammadiyah dalam kerja-kerja dakwah yang berwawasan inklusif, istiqamah membumikan visi Islam berkemajuan.
Gerakan yang inklusif artinya menjamin ruang tumbuh yang sama secara proses kepada setiap lapisan kader dan pimpinan. Gerakan inklusif ini juga mempersyaratkan daya survive dan adabtability IMM dalam membaca dan menjawab tuntutan hari ini. Gerakan IMM harus ramah terhadap kebutuhan zaman dan generasi baru. Segala bentuk yang membawa gerak stagnan dan kemunduran tidak boleh diberi ruang berkembang. Spririt berkemajuan harus bisa diterjemahkan oleh IMM sampai kepada ruang-ruang teknis dalam mengoperasionalisasi organisasi ini.
IMM secara organisasi harus menampilkan kepercayaan diri secara ideologis untuk bisa dipercakapkan di setiap ruang di mana IMM tumbuh. Pada posisi ini modalita sutama IMM tentu saja adalah karakter yang menampilkan kepemimpinan intelektual, kekuatan akademis yang kuat dan komitmen moralitas yang tinggi, yang kesemuanya lahir dari kaderisasi masif yang khas gaya Muhammadiyah.
Nalar Gerakan yang inklusif akan membuka ruang kolaborasi yang luas kepada IMM dengan multisektor strategis, baik itu di level relasi birokrasi dan pengambil kebijakan, bidang professional hingga sesama lintas gerakan. Secara makna yang lebih holistik, alqur’an memang mendorong kita untuk selalu bergerak kolaboratif dalam kebaikan (ta’awanu ‘alal birri wat taqwa). Artinya kolaborasi adalah fitrah social kita sebagai manusia(an-nas) yang harus senantiasa digerakkan kepada hal-hal yang membawa kemajuan dan kebaikan bersama. Tuhan mencintai hamba-hamba-Nya yang bergerak dalam kolaborasi yang rapi dan teratur, al-qur’an menyebutnya seperti bangunan yang kokoh (innallaha yuhibbulladzina yuqatiluna fii sabilihi shaffan, ka annahum bun yaanum marshuush).
Dalam derap langkah mewujudkan cita utama itu, etos fastabiqu lkhaerat (QS.02:148) harus menjadi spirit-ilahiyah dalam setiap gerak organisasi. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tidak boleh lagi menjebak diri dalam kotak gerakan yang ekslusif-ideologis karena hanya akan semakin memperpanjang stagnasi, kekakuan, kejumudan, fanatisme buta, merasa besar dan benar sendiri. Hijrah menuju gerakan yang inklusif-kolaboratif adalah jalan pengewantahan bahwa IMM sebagai bagian integral Muhammadiyah mewarisi prinsip dakwah yang berwawasankosmopolityakniterbuka, melampaui batas-batas identitas primordial dan bergandengan kepada kemaslahatan kemanusiaan.
Gerakan IMM yang inklusif-kolaboratif setidaknya dapat kita maknai dalam lima pilar utama, kami menyebutnya dengan istilah panca-cita (Ar-Rakāizu al-Khamsahlil-Harakahasy-Syāmilah at-Ta’āwuniyyah). Pertama adalah akselerasi perkaderan yang berkelanjutan (Tasrī‘ut-Tarbiyah al-Qiyādiyyah al-Mustadāmah), yaitu Upaya memasifkan agenda kaderisasi yang terukur, berkualitas unggul dan berwawasan lingkungan. Kedua adalah transformasi organisasi yang adaptable (Taḥawwular-Rābiṭah al-Mutakayyifah), yaitu tata kelola organisasi yang professional, administrasi kelembagaan yang rapi dan adaptif teknologi digital.
Ketiga adalah penajaman visi akademisi-intelektual ikatan (Taqwiyatur-Ru’yah al-Akādīmiyyah al-Fikriyyah fīar-Rābiṭah), yaitu Gerakan penegasan khittah IMM sebagai rahim lahirnya akademisi Islam yang bermoral, berdisiplin akademik dan berkarakter intelek yang kuat. Keempat adalah mengarus-utamakan risalah Islam berkemajuan (Tarsīkhul-Awlawiyyah li-Risālatil- Islāmiyyah at-Taqaddumiyyah), sebagai pengejawantahan dari komitmen ideologis kemuhammadiyahan IMM untuk senantiasa menggalakkan aktivitas dakwah yang berkarakter maju berkeunggulan. Kelima adalah menggiatkan gerakan kerakyatan (Tanshīṭul-Ḥarakah al-Insāniyyah), yakni memastikan keberpihakan IMM kepada kemaslahatan masyarakat banyak melalui fungsi pemberdayaan maupun sebagai kontrol sosial.
Adapun penjelasan yang lebih lanjut akan kami bahas dan sempurnakan pada agenda Rakerpim nanti berikut pemaparan beberapa program konkrit yang menjadi prioritas ke depan. Sampai jumpa di Bulukumba, kita merah meriahkan Butta Panrita Lopi!