Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu

×

Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu

Share this article

Oleh: Muhammad Nur*

KHITTAH. CO – Belakangan ini, media sosial ramai dengan tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu. Fenomena ini muncul akibat berbagai kebijakan pemerintah yang menuai kontroversi, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), efisiensi anggaran, dan lainnya. Awalnya, masyarakat tidak mempermasalahkan kebijakan tersebut, karena pada dasarnya efisiensi bertujuan untuk menghemat anggaran yang dianggap boros atau tidak terlalu penting. Begitu pula dengan MBG—meskipun mengandung kata “gratis,” bukan berarti program ini tidak memerlukan pengorbanan. Untuk merealisasikannya, pemerintah harus melakukan efisiensi anggaran.

Sepertinya, efisiensi anggaran ini adalah “rencana B” pemerintah untuk memenuhi kebijakan tersebut, setelah “rencana A”—menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11%  menjadi 12%—gagal akibat protes besar-besaran dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, buruh, guru, dan dosen. Sebagaimana yang ditulis oleh (Nugraha, 2025) dalam Kompas, pemerintah akhirnya membatalkan rencana kenaikan PPN secara keseluruhan pada 2025 dan hanya menerapkan peningkatan tarif pada barang mewah mulai 1 Januari 2025.

Setelah gagalnya rencana kenaikan pajak, kebijakan efisiensi mulai diterapkan di berbagai kementerian dan lembaga vital, seperti Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti-Saintek), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, BMKG, dan lainnya. Secara keseluruhan, sekitar 80 lembaga dan kementerian terdampak efisiensi ini. Komisi I-XIII DPR telah menyetujui pemangkasan anggaran ini dalam rapat rekonstruksi efisiensi belanja yang diadakan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Sekretariat Negara pada 11 Februari 2025 (Natalia, 2025). Salah satu dampak positifnya adalah pengurangan anggaran perjalanan dinas pejabat hingga 50%, sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada akhir 2024. Langkah ini bertujuan mengoptimalkan anggaran agar bisa dialokasikan pada program prioritas pemerintah (Prayitno, 2025).

Namun, dampak negatifnya juga tidak bisa diabaikan. Banyak lembaga diprediksi akan mengalami kendala dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, terutama Kemendikti-Saintek dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Ironisnya, kementerian yang bertanggung jawab atas pendidikan—sebagaimana amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa—justru terkena imbas pemangkasan anggaran. Hal ini menimbulkan kepanikan di media sosial, memicu spekulasi bahwa UKT akan naik, beasiswa KIP akan dicabut, serta jumlah penerima beasiswa akan dikurangi. Setelah tagar tersebut ramai diperbincangkan, pemerintah akhirnya menegaskan bahwa UKT dan beasiswa yang sudah berjalan tidak akan terdampak efisiensi ini.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Bidang Sains dan Teknologi (Mendikti-Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran di kementeriannya mencapai 14,3 triliun dari total pagu anggaran 56,6 triliun (Firda Cynthia Anggrainy, Dwi Rahmawati, 2025).

Selain sektor pendidikan, kebijakan efisiensi juga berdampak pada sektor energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan yang melarang agen resmi Pertamina menjual elpiji 3 kg kepada pengecer mulai 1 Februari 2025. Kebijakan ini bertujuan mengendalikan harga agar tidak melebihi harga eceran tertinggi (HET). Namun, akibatnya, terjadi kelangkaan dan antrean panjang di berbagai daerah.

Tragisnya, insiden di Pamulang, Tangerang Selatan, menjadi sorotan ketika seorang warga bernama Yonih (62) meninggal dunia akibat kelelahan setelah mengantre tabung gas subsidi. Ketua RT setempat, Saeful, mengungkapkan bahwa Yonih sempat beristirahat sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong.

Menanggapi kejadian itu, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, meminta maaf dan menegaskan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk menata distribusi elpiji. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, juga menegaskan bahwa kebijakan ini bukan instruksi dari Presiden Prabowo Subianto. Akhirnya, Presiden turun tangan dan menginstruksikan agar pengecer kembali diizinkan menjual elpiji 3 kg demi memastikan ketersediaan gas bagi masyarakat (Dewi, 2025).

Tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu menjadi simbol ketidakpuasan publik terhadap berbagai kebijakan yang dinilai memberatkan masyarakat. Situasi ini semakin diperparah dengan pernyataan pejabat yang kurang bijak dalam menanggapi kritik. Misalnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mempertanyakan nasionalisme orang-orang yang menggunakan tagar #KaburAjaDulu, seolah-olah mereka tidak menghargai perjuangan pahlawan.

Sementara itu, Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, “Yang gelap itu kau, bukan Indonesia,” serta menegaskan bahwa Indonesia dalam kondisi baik dengan membandingkan situasi di Tanah Air dengan Amerika Serikat yang memiliki banyak tunawisma (CNN, 2025). Pernyataan-pernyataan seperti ini justru memperkeruh keadaan. Seharusnya, pemerintah menjadikan kritik sebagai bahan evaluasi, bukan menganggapnya sebagai serangan yang harus dilawan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Mahfud MD, kemunculan tagar tersebut adalah hal yang wajar ketika masyarakat terus mengalami ketidakadilan. Kritik yang objektif adalah bentuk kepedulian, bukan perlawanan. Ferry Irwandi, dalam wawancaranya dengan Rosi di Kompas TV, menegaskan bahwa aksi #IndonesiaGelap adalah bukti kepedulian generasi muda. Ia juga menilai bahwa pemerintah harus menunjukkan political will yang baik, seperti memangkas fasilitas mewah pejabat, agar masyarakat tidak merasa diperlakukan tidak adil. Selain itu, ia mengapresiasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG), tetapi menekankan bahwa program ini harus memiliki mekanisme yang lebih tepat dan berfokus pada daerah yang membutuhkan (Suharini, 2025).

Oleh karena itu, mari kita kawal bersama kebijakan pemerintah. Saat ini, kita semua adalah warga Indonesia, tanpa perlu lagi mengkotak-kotakkan diri berdasarkan hasil pemilu sebelumnya. Kita harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat benar-benar tepat sasaran, berdampak positif, serta membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

REFERENSI

CNN. (2025). Luhut soal Tagar Indonesia Gelap: Kau yang Gelap, Bukan RI. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250219112419-532-1199934/luhut-soal-tagar-indonesia-gelap-kau-yang-gelap-bukan-ri

Dewi, N. K. T. C. (2025). Fakta-fakta Kebijakan Distribusi Elpiji 3 Kg: Pelarangan, Kelangkaan hingga Subpangkalan. TEMPO. https://www.tempo.co/arsip/fakta-fakta-kebijakan-distribusi-elpiji-3-kg-pelarangan-kelangkaan-hingga-subpangkalan-1203977

Firda Cynthia Anggrainy, Dwi Rahmawati, A. akbar. (2025). Penegasan Pemerintah Bahwa Beasiswa dan Uang Kuliah Tak Kena Efisiensi. Detik News.

Natalia, T. (2025). Lengkap! Daftar Terbaru Kementerian & Lembaga Kena Efisiensi Anggara. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/research/20250214110600-128-610661/lengkap-daftar-terbaru-kementerian-lembaga-kena-efisiensi-anggaran

Nugraha, D. W. (2025). Pemerintah Batalkan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen secara Umum. Kompas.Id. https://www.kompas.id/artikel/pemerintah-batalkan-kenaikan-tarif-ppn-12-persen-secara-umum

Prayitno, J. (2025). Upaya Efisiensi Belanja Akhir Tahun Anggaran 2024 melalui Penghematan Sisa Pagu Perjalanan Dinas. Djpb Kemenkeu. https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/manna/id/data-publikasi/berita-terbaru/3152-upaya-efisiensi-belanja-akhir-tahun-anggaran-2024-melalui-penghematan-sisa-pagu-perjalanan-dinas.html

Suharini, E. W. (2025). Ferry Irwandi: Nggak Akan Ada Indonesia Emas Tanpa Aksi #IndonesiaGelap | ROSI. KOMPAS TV. https://www.kompas.tv/talkshow/575791/ferry-irwandi-nggak-akan-ada-indonesia-emas-tanpa-aksi-indonesiagelap-rosi#google_vignette

 

*Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UNISMUH MAKASSAR

Leave a Reply