Oleh: Muh. Yusuf Rabra (Ketua Umum PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)
KHITTAH.CO — Menjelang Musyawarah Cabang (Musycab) ke-34 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Makassar, kita diingatkan pada satu tanggung jawab besar: memastikan forum ini tidak terjebak sekadar rutinitas administratif. Musycab harus menjadi ruang refleksi, pertarungan gagasan, sekaligus evaluasi jujur atas arah perjuangan Ikatan.
Dalam tradisi IMM, musyawarah bukanlah agenda seremonial, melainkan momentum ideologis untuk menimbang kembali orientasi gerakan. Ia adalah cermin yang menampilkan capaian sekaligus menyingkap kekurangan yang perlu diperbaiki. Tanpa evaluasi kritis, IMM berisiko terjebak pada formalitas hampa dan kehilangan relevansi di tengah tantangan zaman.
Bagi kami di PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar, Musycab adalah rumah dialektika kader. Kepemimpinan dalam Ikatan bukan soal perebutan jabatan, tetapi amanah yang menuntut kedalaman moral, ketajaman intelektual, dan kesungguhan sosial. Seorang pemimpin IMM tidak cukup lihai mengelola struktur, tetapi juga harus memimpin gagasan, menjaga tradisi kritis, serta menghadirkan praksis Islam Berkemajuan dalam realitas sosial.
Karena itu, kami menegaskan komitmen menghadirkan kader terbaik yang matang secara kepemimpinan dan cakap secara intelektual. Bagi IMM, regenerasi bukan basa-basi. Ia adalah denyut kehidupan organisasi yang menentukan eksistensi gerakan dakwah intelektual. Tanpa regenerasi yang serius, IMM hanya akan menjadi nama tanpa ruh.
Musycab ke-34 harus mampu menjawab pertanyaan mendasar: gagasan apa yang diperjuangkan IMM? Arah intelektual macam apa yang hendak dibangun? Dan bagaimana IMM tetap relevan serta progresif di tengah perubahan zaman yang kian cepat? Musyawarah akan kehilangan ruh jika hanya menghasilkan pergantian struktur tanpa orientasi gagasan. Sebaliknya, ia akan menjadi tonggak kebangkitan jika melahirkan kepemimpinan yang berpijak pada gagasan, teguh pada nilai, dan serius dalam pengabdian.
Konteks hari ini menuntut IMM untuk hadir lebih kuat. Arus pragmatisme politik, disrupsi digital, hingga krisis kepemimpinan moral menegaskan pentingnya posisi IMM sebagai gerakan dakwah intelektual. Musycab tidak boleh berhenti pada retorika, tetapi harus melahirkan gagasan alternatif yang visioner, responsif, dan relevan.
IMM tidak membutuhkan pemimpin yang sibuk mengejar posisi, tetapi mereka yang berani menjaga idealisme. IMM tidak membutuhkan figur yang hanya hadir di ruang rapat, tetapi sosok yang hadir dalam denyut kehidupan kader, umat, dan bangsa. Sebab kepemimpinan hanyalah instrumen, sementara gagasan adalah fondasi. Tanpa fondasi yang kokoh, kepemimpinan mudah runtuh dalam perebutan legitimasi semu.
Kita harus sadar, Musycab bukan milik segelintir orang, tetapi milik seluruh kader IMM Kota Makassar. Ia adalah wadah kolektif untuk memastikan IMM tetap konsisten di jalan pengabdian, keilmuan, dan dakwah profetik. Karena itu, keputusan yang lahir dari forum ini harus berpijak pada gagasan kolektif, bukan kepentingan pribadi atau kelompok.
Dengan semangat itu, saya mengajak seluruh kader IMM Kota Makassar menjadikan Musycab ke-34 sebagai panggung dialektika, kawah candradimuka kader, sekaligus mercusuar pencerahan. Dari forum inilah marwah IMM diteguhkan kembali: sebagai organisasi kader, organisasi dakwah, dan organisasi intelektual.
Musycab bukan akhir sebuah periode, melainkan awal perjalanan baru. Ia adalah jembatan menuju lahirnya kepemimpinan yang lebih baik, gagasan yang lebih segar, dan pengabdian yang lebih nyata. Mari jadikan Musycab IMM Kota Makassar ke-34 sebagai momentum untuk menyalakan kembali obor intelektualitas, menguatkan spirit kebersamaan, dan menghadirkan kepemimpinan yang berpihak pada umat, bangsa, dan peradaban.