Oleh: Irwan Akib (Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pendidikan Seni Budaya dan Olahraga
KHITTAH. CO – Deliar Noer mengemukakan bahwa gerakan modern Islam di Indonesia dipetakan menjadi dua bagian besar, yaitu gerakan pendidikan dan sosial serta gerakan politik. Muhammadiyah menjadikan gerakan pendidikan dan sosial sebagai pilihan, yang oleh Poerbakawaja menyebut bahwa Muhammadiyah pelopor pendidikan berwawasan kebangsaan dan bercorak modern. Pilihan ini tidak lepas dari pikirian dan sikap Kiai Dahlan yang memandang pendidikan sebagai sarana untuk melepaskan manusia dari kebodohan, keterbelangan, ketertidasan, dan kemiskinan.
Oleh karena itu, sebelum berdirinya Muhammadiyah, Kiai Dahlan lebih dahulu mendirikan sekolah yang didesain di ruang kamar tamu dengan ukuran sekiata (2,5 x 6) m, dengan 3 meja dan 3 bangku sekolah yang terbuat dari kayu serta 1 papan board dari kayu suren, demikian penuturan murid beliau Kiai Syuja dalam buku Islam Berkemajuan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sekolah ini dilaksanakan dengan kekuatan tenaga dan pikiran serta harta benda Kiai Dahlan tanpa bantuan dari pihak lain.
Kiai Dahlan, di samping mengajar siswanya yang semakin hari semakin bertambah, juga setiap Sabtu sore dan Ahad mulai pagi, berdatangan siswa sekolah kweekschool untuk mendapatkan pelajaran agama Islam dari Kiai Dahlan. Mereka berasal dari latar belakang agama yang berbeda, ada Kristen, Katolik teosofi. Mereka anak-anak yang cerdas, anak yang tidak sekadar menerima informasi atau pelajaran tetapi mereka membutuhkan penjelasana yang lebih mendalam untuk mengerti suatu masalah yang disajikan. Kiai sebagai seorang yang memahami karakter anak, memberikan pelajaran kepada mereka dalam bentuk dialog dan diskusi, sehingga suasana menjadi hidup, para siswa semakin bersemangat belajar ke Kiai Dahlan.
Di tengah suasana belajar yang dialogis, menarik, dan menggembirakan, ada di antara murid dari sekolah kweekschool di samping aktif mengikuti kegiatan Sabtu dan Ahad ternyata mengamati situasi yang terjadi di sekolah Kiai Dahlan. Suatu ketika siswa tersebut mencoba menanyakan langsung ke Kiai Dahlan, sehingga terjadi dialog antara murid tersebut dengan kiai Dahlan. Inti dari dialog tersebut, adalah bagaimana sekolah Kiai Dahlan tetap eksis walaupun beliau sudah tidak ada dan sekolah dikelola secara modern.
Dialog tersebut menggugah hati dan pikiran Kiai Dahlan, menyambut baik usul dari siswa tersebut, sehingga sejak itulah Kiai Dahlan terus mencoba merenungkan pendirian organsiasi yang dimaksud yang kelak diberi nama Muhammadiyah, yang tentu dalam pencarian dan perenungannya sebagai seorang ulama intelek, maka kiai Dahlan perlu juga mendialogkan dengan al- Quran sebagai sumber utama ajaran Islam, maka bertemulah dengan QS Al Imran 104.
Sekolah yang didirikan Kiai Dahlan yang kemudian menjadi lembaga pendidikan Muhammadiyah, tidak hanya hadir untuk mencerdaskan dan mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu pendidikan Muhammadiyah hadir untuk menjadi agen perubahan. Wirjosukarto mengemukakan bahwa sosok manusia yang dicita-citakan Kiai Dahlan adalah sosok manusia yang (1) baik budi, alim dalam agama (2) luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu umum (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Melalui pendidikan dan amal usaha lainnya, Muhammadiyah berkomitmen untuk membawa perubahan positif dan berperan aktif memperbaiki kondisi sosial dan kesejahteraan masyarakat. Muhammadiyah tidak hanya fokus pada dakwah agama, tetapi juga pada aspek-aspek praktis yang menyentuh langsung kehidupan sehari-hari masyarakat. Melalui pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, Muhammadiyah berusaha menjawab tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang berada dalam kondisi kurang mampu. (Nashir. H, 2015)
Lembaga pendidikan Muhammadiyah dan amal usaha Muhammadiyah (AUM) lainnya bukanlah miliki pribadi dan keluarga tetapi milik Persyarikatan Muhammadiyah, dikelola secara moden dan profesional, sehingga seluruh AUM dapat eksis dan berkembang dengan baik sesuai perkembangan zaman. Pengelola AUM bekerj@a secara profesional dan mengikuti regulasi yang dikeluarkan oleh persyarikatan. Sedang pimpinan persyarikatan bertanggungjawab dalam mengontrol, membina dan membuat regulasi. Pimpinan AUM sendiri diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan.
Momen milad ke 113 Muhammadiyah kembali menegaskan diri untuk bersama pemerintah dan elemen masyarakat lainnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan mengangkat tema milad “Memajukan Kesejahteraan Bangsa”. Prof. Dr. Haedar Nashir (Ketum PPM) menjelaskan bahwa salah satu dasar hadirnya tema ini adalah, bahwa Muhammadiyah terus mendorong dan mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana perintah UUD 1945 yang semakin nyata dan merata, lebih khusus bagi kesejahteraan rakyat dalam fondasi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan sila kelima Pancasila.
Spirit menghadirklan kesejahteraan, telah ditunjukkan oleh Kiai Dahlan dengan teologi Al Maun, yang menegaskan bahwa iman sejati terwujud dalam kepedulian terhadap sesama, Muhammadiyah telah menunjukkan bagaimana tindakan keagamaan bisa melintasi batas ritual menuju praksis sosial yang nyata. Kiai Dahlan memulai dengan mengajar muridnya bagaimana peduli terhadap penderitaan sesama, beliau tidak hanya menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan lisan dan hafalan, tetapi mempraktekkan dalam kehidupan. Dalam kaitannya dengan kesejahteraan bagi sesama, Kiai Dahlan meminta muridnya untuk mencari orang miskin, untuk dibawa ke rumah masing-masing, dimandikan, diberi makanan, dan diberi pakaian. Ini kemudian menjadi renungan bagi seorang murid beliau yaitu Kiai Syuja, sehingg pada tahun 1920 ketika beliau ditunjuk sebagai Ketua bagian PKO, Kiai Syuja bertekad untuk mendirikan RS dan Panti asuhan.
Menghadirkan kesejahteraan untuk semua merupakan bagian penting dari misi Muhammadiyah dengan berbagai amal usahanya, termasuk amal usaha Pendidikan. Menghadirkan pendidikan untuk kesejahteraan yang digagas oleh Muhammadiyah sejalan dengan pandangan Presiden Prabowo dalam sebuah pidatonya yang menyatakan bahwa pendidikan adalah penentu apakah bangsa ini akan menjadi negara maju atau tetap miskin,”Pendidikan tidak hanya mencetak sumber daya manusia unggul, tetapi juga menjadi alat untuk membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan, kebodohan, dan ketimpangan. “Pendidikan adalah jalan yang sangat menentukan bagi kebangkitan bangsa dan negara. Tidak mungkin kita menjadi negara sejahtera, menjadi negara maju, kalau pendidikan kita tidak baik dan tidak berhasil,”






















