Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Refleksi Akhir Tahun, Haedar Nashir Serukan Solidaritas Nasional dan Kedewasaan Bermedia Sosial

×

Refleksi Akhir Tahun, Haedar Nashir Serukan Solidaritas Nasional dan Kedewasaan Bermedia Sosial

Share this article

KHITTAH.CO, YOGYAKARTA — Indonesia mengawali tahun 2026 dengan suasana duka menyusul bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sejumlah daerah lain. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak masyarakat menjadikan pergantian tahun sebagai momentum empati, solidaritas, dan penguatan persatuan nasional.

Dalam refleksi akhir tahun bertajuk “Bangkit Bersama untuk Indonesia” pada Rabu, 31 Desember 2025, Haedar mengimbau agar masyarakat menahan diri dari pesta pora dan euforia kembang api sebagai wujud empati kepada para korban bencana banjir.

“Mari awali kehadiran tahun 2026 dengan semangat baru untuk lebih tangguh dan makin bersatu menghadapi musibah dan menjalani kehidupan. Seraya merajut hidup ke depan menjadi lebih baik, lebih produktif, dan lebih bermakna untuk diri sendiri maupun relasi sesama,” ujar Haedar.

Ia menekankan pentingnya memperkuat jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan yang luhur berbasis hikmah dan kebijaksanaan, baik bagi warga maupun elite bangsa. Menurut Haedar, refleksi spiritual, intelektual, dan sosial perlu dilakukan agar perjalanan kebangsaan ke depan semakin terarah.

“Mari lakukan refleksi spiritual, intelektual, dan sosial dalam kehidupan kebangsaan agar perjalanan ke depan semakin terarah di jalan yang benar dan lebih tercerahkan,” katanya.

Haedar juga mengingatkan perlunya merawat nilai-nilai ketuhanan (hablum minallah) yang diajarkan seluruh agama, selaras dengan nilai bernegara yang terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di tengah bencana, lanjut Haedar, semangat bangkit harus dibangun dengan menguatkan optimisme, bukan menyebarkan keriuhan, kekalutan, atau pesimisme. Ia menyampaikan penghormatan kepada para korban terdampak yang masih bertahan menghadapi kesulitan.

“Kami menaruh hormat kepada saudara-saudara korban terdampak bencana yang masih terus berjuang mengatasi kesulitan dengan kesabaran dan semangat kebersamaan yang tinggi,” tuturnya.

Dorong kajian ekosistem dan tata kelola

Haedar menilai bencana juga membuka peluang untuk mengkaji kondisi ekosistem Indonesia secara menyeluruh. Kajian itu, menurut dia, perlu dilakukan secara objektif, multidisipliner, dan multiperspektif, didukung riset lapangan yang andal agar kesimpulan yang dihasilkan mendekati kebenaran yang substansial.

“Bersama dengan itu mari menata Indonesia di bidang politik, sosial, ekonomi, tata ruang, lingkungan, dan semua aspek secara benar dan tersistem menuju Indonesia yang lebih baik dan berkemajuan,” ujar Haedar.

Ia menegaskan, Indonesia memerlukan kohesivitas hidup bersama dalam menghadapi bencana maupun dinamika berbangsa-bernegara. Persatuan Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi patokan, bukan sekadar slogan.

“Jadikan keduanya sebagai nilai yang hidup (living value) dan teraktualisasi dalam kehidupan bersama,” katanya.

Haedar juga mengingatkan agar kebersamaan dibangun secara tulus dan otentik, dengan menghindari budaya saling hujat, saling tuding, saling membodohkan, serta pelampiasan amarah yang dapat memantik “bencana baru” dalam kehidupan kebangsaan.

“Jaga kerukunan dan kehormatan antarkomponen bangsa yang menjadi penopang kuat keindonesiaan,” ucapnya.

Media sosial dan potensi konflik

Haedar menyoroti media sosial yang kerap menjadi ruang perseteruan dan berpotensi mengoyak persatuan. Ia menilai ongkos sosial perpecahan terlalu mahal bila bangsa ini gagal menahan diri dalam bermedia sosial.

“Alangkah ruginya hidup ini jika manusia menjadi korban kebebasan media sosial yang liar, padahal seluruh warga bangsa sejatinya saling memerlukan untuk hidup bersama dalam harmoni dan keadaban tinggi,” tegasnya.

Dalam situasi ketika emosi publik mudah tersulut, diperparah arus informasi sensitif dan tidak sahih, konflik, anarki sosial, hingga kegaduhan struktural bisa muncul apabila tidak dikelola dengan baik. Karena itu, ia menekankan pentingnya kedewasaan dan kearifan seluruh pihak.

“Di sinilah pentingnya kedewasaan dan kearifan seluruh pihak di tubuh bangsa ini,” kata Haedar.

Tantangan global dan tuntutan kenegarawanan

Haedar menilai konstelasi global yang kian kompleks menuntut Indonesia semakin waspada dalam menghadapi persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, keagamaan, perubahan iklim, hingga ekosistem. Beragam tantangan tersebut, menurut dia, memerlukan transformasi kehidupan yang bermakna (transformation with meaning) agar arah perjalanan bangsa semakin pasti.

Ia juga menyinggung dinamika demokrasi, hak asasi manusia, dan pluralitas kebangsaan yang semakin bebas, sehingga diperlukan rujukan konstitusional serta penguatan nilai yang kokoh bersendikan Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa.

Haedar mengingatkan, kewajiban konstitusional negara harus dilaksanakan secara nyata dan konsisten, termasuk melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

“Pastikan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia secara nyata dan konsisten mampu melaksanakan kewajiban konstitusionalnya dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia” ujarnya.

Kepada tokoh politik dan pejabat negara, Haedar meminta agar kepemimpinan ditopang orientasi kenegarawanan dan keteladanan. Ia menegaskan, arah berbangsa harus sejalan dengan nilai, konstitusi, dan cita-cita nasional para pendiri bangsa, serta menjauhi kedangkalan orientasi yang membelokkan tujuan bernegara.

“Para elit dari seluruh komponen bangsa, termasuk para pemimpin agama, dituntut kiprah kenegarawanannya dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara daripada hasrat diri, kelompok, dan golongan sendiri,” kata Haedar. “Jadilah suluh pencerah bangsa dengan nilai-nilai luhur kehidupan yang kaya makna.”

Menutup pesannya, Haedar mengajak seluruh rakyat meningkatkan kedewasaan dan pendidikan warga agar mampu hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan lebih baik di tengah persaingan global.

“Mari berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam ikatan Persatuan Indonesia yang kokoh dan otentik menuju Indonesia Raya yang berkemajuan dan berperadaban utama,” pungkasnya.

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply