KHITTAH.co,- K.H. Andi Iskandar Tompo, bagi saya adalah guru, orang tua, dan seorang Kakak.
Saya mengenal beliau sejak pertama kali mengenal Muhammadiyah dan aktif di AMM yaitu sejak masih di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Ketika saya mengikuti Taruna Melati II IPM Kota Makassar tahun 1984, Beliau membawakan materi Taktik dan Strategi Perjuangan.
Saya sangat terkesan dengan cara beliau membawakan materi tersebut. Gaya Pak Is membawakan materi kemudian banyak mewarnai cara saya berbicara di setiap kesempatan pengkaderan.
Hubungan saya dengan Pak Is semakin dekat ketika saya aktif di IMM sejak tahun 1986. Waktu itu, hampir setiap hari saya bertemu beliau di Sekretariat PW Muhammadiyah Sulsel ketika itu berlokasi di Jl. G. Lompobattang 149.
Saat itu beliau sebagai sebagai Ketua Badan Pendidikan Kader PWM Sulsel sehingga banyak berinteraksi dengan AMM Sulsel. Dan, ketika saya berniat untuk maju di Musywil Pemuda Muhammadiyah Sulsel tahun 2007, Saya sering menemui Beliau di rumahnya untuk meminta nasihatnya.
Alhamdulillah, akhirnya saya terpilih sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Sulsel 2006-2010 (pelaksanaan Musywil PM mundur setahun), juga berkat bimbingannya.
Saya pun banyak banyak belajar tentang ideologi Persyarikatan Muhammadiyah dari Beliau. Dari setiap acara pengkaderan maupun pengajian Ke-Muhammadiyahan, saya paling senang mendengar ceramah Beliau meskipun Beliau kalau ceramah biasanya agak memakan waktu lama.
Ceramah Pak Is khususnya tentang Ke-Muhammadiyahan mudah dicerna karena menggunakan bahasa yang sederhana sehingga kita yang mendengarkan mudah memahami masalah Ke-Muhammadiyahan.
Hal yang tak terlupakan dari interaksi bersama Pak Is, ketika saya minta kesediaan Beliau ntuk mengisi ceramah pengajian di rumah saya, sehari sebelum acara pernikahan saya.
Sepekan sebelum acara pernikahan, saya bertandang ke rumah beliau di Jl. Urip Sumoharjo, depan Kantor DPRD Sulsel. Saya menyampaikan rencana pernikahan. Saya minta Pak Iskandar mengisi pengajian sebagai pengganti malam mappacci di rumah saya.
Pak Is dengan suka cita sangat gembira mendengar saya akan menikah. Pada malam pengajian itu, Pak Is banyak memberikan tausiyah tentang perkawinan.
Alhamdulillah, nasihat yang Beliau sampaikan malam itu, saat pengajian, menjadi pegangan saya mengarungi kehidupan rumah tangga bersama istri dan anak-anak saya sampai hari ini.
Saya sangat kehilangan atas kepergian Beliau. Rasanya masih banyak cerita tentang Beliau yang tidak sempat saya tuliskan. Tentu, banyak pelajaran dari Beliau yang menjadi ilmu bermanfaat dan menjadi amal jariyah buat Beliau.
Bagi saya, Pak Is adalah guru, orang tua sekaligus kakak yang sangat saya hormati sampai akhir hayatnya. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu. Amin.
Ditulis oleh: Abdul Rachmat Noer*
Alumni IPM Sulsel dan Sekretaris Jenderal Kerukunan Keluarga Turatea (PP KKT) Jeneponto*