Akhir dari Lelucon (Bagian 2)
(Malapetaka Nyata dan Simbolik di Palestina)
Oleh: Ermansyah R. Hindi*)
Baca : Akhir dari Lelucon (Bagian 1)
Sedikit demi sedikit tidak ada lagi perubahan, kecuali rantai metamorfosis yang dibentuk oleh tanda. Dari dekat jurang kehancuran menyediakan sisi gelap yang tidak diketahui ujungnya, justeru ia lebih bisa melewati batas-batas yang tidak diketahui permukaan sekaligus kedalaman zaman hibrid yang terminiaturisasi sebagai mulut jurang jagat raya sukarela menyediakan dirinya untuk tidak leluasa menghisap atau menyedot kita. Ia tidak menyedot lagi, karena kita telah tertular racun atau virus yang sengaja kita tidak tampung di dalam ruang hampa, tempat dimana ia disembunyikan vaksin penyembuhnya.
Selain itu, tanda-tanda belum berakhirnya generasi-generasi yang tertimbun oleh debu informasi melebihi batas-batas titik tolak; membengkaknya kantong udara hampa yang jelajahi oleh manusia sampai pada titik ledak waktu sejalan dengan bom waktu yang tidak mampu berdetak lagi.
Berlawanan dengan skenario kekuasaan, malapetaka tidak lagi berada di dalam skenario dan melodrama apa-apa. Masa heroiknya telah lenyap ditelan dan dihapus oleh jejak-jejaknya sendiri, dalam bayang-bayang Milenium Ketiga, tanpa ketakutan yang membalikkan bencana pada realitas menjadi hiburan sekarang keduanya sudah hancur. Melenium Ketiga dengan segala kelanyapan makna dan tidak logis diselimuti realitas integral merupakan miniaturisasi melalui jejaring raksasa di balik jagat raya malapetaka yang terotomatisasi melalui tanda waktu. Medan buta atau titik buta di dalam teks tidak lagi bersama rantai permainan tele-mesin (seperti pembunuh massal, kelaparan) sampai akhirnya ia harus dididik oleh malapetaka yang nyata dengan tanda-tanda yang penuh teka-teki. Kekerasan dan permusuhan terjadi antara Palestina dan Israel seperti teka-teki yang belum terjawab kapan titik akhirnya. Apabila terjadi proses rekonsiliasi antara kedua belah pihak, maka disana pula mesin malapetaka mengintainya.
Setelah berabad-abad lamanya, tirani keindahan tidak lagi sulit dipahami di luar pusaran, tanpa arus dan poros jalan lingkar; manusia tidak berada lagi di dalam revolusi molekuler dengan kekosongan isi membayanginya seperti atmosfir artifisial bumi yang digiring kedalam kemampuan untuk mendaur-ulang produksi hasrat dan produksi sosial akhirnya tidak berkutik lagi. Sedangkan, hal-hal yang molekuler begitu dekat dengan kita yang dipercaya sekarang memicu berhentinya mesin sirkuit yang terbaik. Ia bukan hanya direnggut, tetapi orang-orang mengambil bagian dan menyusun sejarah baru, perangkap baru dan lobang baru.
Kebenaran bertugas untuk mengumpulkan tanda-tanda malapetaka dan sekaligus tidak meminta korban baru. Kita tidak sedang memasuki fase akhir dari ilusi, mungkin pada titik tertentu peristiwa heroik muncul tatkala yang lain peristiwa kepecundangan mundur ke belakang tapal batas telah terhapus jejak-jejak dan arus-arusnya telah dibelokkan. Atau kita semuanya akan berbolak-balik dalam peristiwa rancu sebagaimana teater peperangan ditelesuri akan menemui kita dari suatu tempat yang tersembunyi dan muncul tiba-tiba di sekitar kita.
Bersama akumulasi yang hilang pada titik yang sama menyusul distribusi yang tidak membajak kedalaman yang kosong: kesadaran, melainkan meningkatkan jumlah lubang dan noktah dibalik model malapetaka. Modelnya tidak lagi menjadi fenomena alamiah dan rantai penghancuran alam dibalik alam murni. Ia tidak menarik dari setiap penjelasan. Kita juga memperbanyak lintasan yang melekuk, melengkung atau berkerut, memperluas atau menyebar titik pori-pori di sekitar jantung yang telah diberi cincin dan jaringan sel tercabut dari asalnya.
Sesuatu yang terjadi mesin ingatan telah meradang tidak mampu menerima rekaman terlalu banyak peristiwa karena seperti lapizan ozon yang telah bocor atau lubang. Anak-anak kita, keluarga kita dan saudara dari spesies manusia dan seluruh penghuni planet ini tidak mengartikan apapun tentang peristiwa masa lalu yang bisa saja menghantuinya. Perkembangbiakan citra melalui medium yang nyata sejalan penyakit kanker menjejaki kemungkinan adanya struktur patologi virus kebahagian dari wujud agung dengan cara mereproduksi rantai perkembangbiakan sel hidup utama menjadi wujud kematian yang indah. Ia terurai pergerakannya dari bio-genetik ke bio-mesin yang meledakkan dirinya melalui tanda kehidupan. Agar ia hidup harus melebihi dirinya sendiri, seseorang menyelipkan akhir dari tubuh virtual yang tidak membutuhkan lagi anti-bodi atau anti septik karena tubuh sosial itu sendiri setelah memiliki kekebalan fluktuatif di saat peristiwa-peristiwa tidak terulang lagi. Virtualitas akan lenyap tatkala representasi dibicarakan pada saat nanti simulasi berada di dalam titik balik, dimana tumpukan malapetaka tidak akan menarik diri dari kisah berbeda sebagai pengulangan peristiwa yang tidak terelakkan. Tetapi, semuanya berbicara pada kita tentang peristiwa-peristiwa yang membuat kita lebih tidak gegabah melihat wajah sendiri yang tercangkok atau terhibridkan di wajah orang lain, atau sebaliknya. Hidup dengan saling bertatapan penuh heran.
Bukan masalah Palestina memanggil Indonesia, melainkan proses penghancuran simbol suci dari dalam sampai tercekik antara gugusan geo-teologi dan geopolitik. Bukan masalah rumah ibadah Al-Aqsa, Kota Al-Quds atau “Tembok Ratapan” menjadi teater kekerasan, melainkan kejahatan kemanusiaan.