KHITTAH.CO, MAKASSAR – Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Sulawesi Selatan (Sulsel) Ambo Asse menekankan agar kultur berinfak di internal Persyarikatan jangan sampai terputus atau terhenti. Salah satu bentuk infak di Muhammadiyah adalah sumbangan wajib organisasi atau sumbangan wajib perorangan (SWO dan SWP) saat berkegiatan.
Ambo Asse menyampaikan itu saat sambutan pada acara Mudzakarah Haji dan Umrah Berkemajuan oleh Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU) PWM Sulsel di Aula lantai 3 Pusdam, Ahad, 27 Oktober 2024.
“Ah tadi dibicarakan soal infak, kalau mau berhaji itu harus berinfak, tidak boleh ngomel-ngomel kalau dimintai infak. Ada yang mau menggratiskan, karena katanya pak Ujas menanggung semua saya dengar. Jadi saya bilang, tidak apa-apa ditanggung, tapi tetap infak. Gerakan infak tidak boleh mati di Muhammadiyah, mintalah, biar sedikit, baik itu Rp100.000 atau Rp200.000, tidak apa-apa,” papar Ambo.
“Karena ketua LPHU minta isi tas, kan ada tas tapi isinya belum ada, minta di PWM. Jadi saya tanya, ada SWO atau tidak ada, dibilang tidak ada, jadi saya bilang SWO yang jadi isi tas. Katanya sudah bersurat, jadi saya bilang ah tidak keberatan itu kalau minta susulan, menyusul surat pemberitahuannya,” imbuh Ambo disambut tawa dan tepuk tangan peserta kegiatan.
Menurut Ambo, permintaannya itu bukanlah hal baru. Kejadian serupa pernah dialami oleh panitia Musywil PW Muhammadiyah Sulsel di Enrekang tahun 2023.
“Seperti Musywil yang lalu, karena kedengaran bilang yang mau menanggung itu bupati, all in bupati yang mau tanggung. Di wilayah ada yang mengatakan begini, tidak usah ada SWO dan SWP, saya bilang tidak boleh itu dimatikan,” kisah Ambo.
Alasannya, kata dia, infak warga Persyarikatan yang diterima oleh panitia kegiatan, bisa digunakan untuk pengembangan organisasi. Buktinya, kata Ambo, setelah Musywil, PDM Enrekang memiliki kelebihan saldo dan digunakan untuk membeli tanah untuk pembangunan Pesantren.
“Mengapa dipergilirkan itu Musyawarah, supaya kalau kita tinggalkan, ada kenang-kenangan, ada tambahan saldonya Pimpinan Daerah. Saya dengar Enrekang itu beli tanah dua hektar untuk MBS (Muhammadiyah Boarding School),” tutur Ambo.
Terlebih, kata dia, mayoritas warga Muhammadiyah sangat getol mengajak umat agar menggalakkan infak dan sedekah. Menurut Ambo, infak atau sedekah tak membuat pelakunya menjadi miskin.
“Apalagi kita ini kan selalu mendakwahkan agar berinfak. Saya biasa mengatakan begini, orang yang rajin bersedekah, dan infak, tidak ada yang melarat, kenapa? karena memang Allah yang janji melipatgandakan. Justru yang melarat itu yang kikir ,” tegas dia.
Ia lalu menyitir ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 261 tentang janji Allah menambahkan rezeki bagi siapa saja yang berinfak dan bersedekah. Catatannya, tutur Ambo, infak atau sedekah yang dikeluarkan harus disertai dengan niat yang tulus karena Allah.
“Seperti biji yang tumbuh menjadi tujuh, dan tujuh masing-masing 100 hingga 700. Digarisbawahi lagi, Allah akan menggandakan sesuai dengan kehendaknya, kehendaknya itu bergantung pada keikhlasan orang yang berinfak, kalau manoko-noko dega na gandakan Puang Alla Ta’ala,” ucap Ambo.
Karena itu, Ambo berpesan kepada semua Majelis dan Lembaga di semua level pimpinan Persyarikatan agar tak segan meminta infak kader saat berkegiatan. Ia juga meminta agar setiap kegiatan yang dilakukan jangan hanya bergantung kepada amal usaha tertentu.
“Makanya selalu saya katakan itu kepada Majelis dan Lembaga, kalau ada kegiatannya hitung-hitung berapa yang mau dibiayakan di situ. Jangan selalu mengatakan adaji Perguruan Tinggi Muhammadiyah, karena itu ada juga biayanya di sana. Saya tahu itu karena pernah ditugasi oleh PP Muhammadiyah, kalau mau maju perguruan tinggi yah besar juga biayanya,” jelas Ambo.