Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Amin Abdullah: Darul Arqam Muhammadiyah Cece Harus Cetak Santri Berkarakter

×

Amin Abdullah: Darul Arqam Muhammadiyah Cece Harus Cetak Santri Berkarakter

Share this article

KHITTAH. CO, Enrekang – Perubahan zaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI) menuntut lembaga pendidikan Islam, termasuk pesantren, untuk terus beradaptasi. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Pemikiran Islam Prof Amin Abdullah saat memberikan motivasi kepada santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Cece, Enrekang, Ahad, 11 Mei 2025.

Dalam orasi bertajuk “Tantangan Pesantren Abad ke-21”, Prof Amin Abdullah menekankan pentingnya pembaruan strategi pendidikan di pesantren agar tidak sekadar mencetak penghafal teks keagamaan, melainkan juga membentuk karakter dan kepekaan nurani.

“Kalau sudah banyak hafal teks-teks agama, tapi hati nurani tumpul, maka masa depan akan pesimis,” ujarnya di hadapan ratusan santri, asatidz, dan pimpinan pesantren di Masjid Istiqomah Pebu, kompleks Darul Arqam Muhammadiyah Cece.

Prof Amin Abdullah yang juga anggota Dewan Pengarah BPIP dan mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga itu memaparkan tiga tantangan utama yang dihadapi pesantren masa kini. Pertama, budaya digital yang mengubah cara belajar dan memengaruhi karakter generasi muda. Kedua, peran guru yang kini harus menyesuaikan diri dengan perkembangan AI. Ketiga, lemahnya ketahanan mental generasi digital yang lebih rentan secara emosional.

Meski demikian, Prof Amin menyatakan optimisme bahwa pesantren tetap bisa bertahan jika mampu melakukan tiga hal penting. Pertama, mempertahankan dan mengembangkan pendidikan karakter melalui disiplin khas kehidupan pesantren. Kedua, melakukan inovasi pembelajaran yang mempertimbangkan kebutuhan psikologis santri. Ketiga, menjadikan pengasahan hati nurani (qalbun salim) sebagai orientasi utama pendidikan, bukan sekadar hafalan.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Amin juga membagikan kisah masa mudanya yang penuh perjuangan. Ia menjalani pendidikan pesantren selama 11 tahun di Gontor, dari tingkat MTs hingga D3, sembari mengabdi. Kemudian ia melanjutkan studi S2 dan S3 selama enam tahun di Turki dalam sistem asrama. “Selama 17 tahun hidup saya di asrama. Dari situ saya tahu kekuatan karakter yang dibentuk di pesantren,” tuturnya.

Kegiatan motivasi ini menjadi bagian dari upaya pesantren untuk memperkuat wawasan dan semangat para santri menghadapi tantangan global, tanpa kehilangan identitas dan misi pendidikan Islam yang berkemajuan.

(Syamsumarlin B)

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply