KHITTAH.co, Setiap Ramadan, kita terbiasa dengan salat yang dinamai salat tarawih dan salat Witir. Ada pula salat Lail dan Tahajud yang diluar Ramadan sudah seringkali dilakukan.
Akan tetapi, sebenarnya, apa sih perbedaan salat-salat tersebut? Kapan pula waktu pelaksanaan salat-salat itu?
Berikut ini, Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memberikan pencerahan kepada kita.
Perlu diterangkan bahwa salat Lail disebut pula salat Tahajud karena salat tersebut dilaksanakan setelah bangun tidur.
Sementara itu, disebut qiyamu lail karena salat tersebut dilaksanakan hanya pada waktu malam. Untuk salat yang dilaksanakan setiap malam Ramadan, yang disebut qiyamu Ramadhan, ini karena salat tersebut dilakukan pada bulan Ramadan.
Harus kita ketahui, istilah yang sering digunakan untuk salat Lail di bulan Ramadan adalah salat Tarawih. Hal ini, bersumber dari al-‘Utsaimin, Majalis Syahr Ramadhan, karena dalam salat malam tersebut dilaksanakan dengan bacaan yang bagus dan lama dan setelah empat rakaat pertama dan kedua ada istirahat sebentar.
Jadi, salat yang berbeda-beda namanya tersebut sebenarnya merujuk pada satu salat yang sama. Perbedaan hanya berlaku bagi salat Witir yang akan dibahas selanjutnya.
Permasalahan waktu pelaksanaan salat malam tersebut, jumhur (kebanyakan) ulama menyatakan bahwa waktu pelaksanaannya dimulai setelah salat Isya sampai dengan terbitnya fajar (salat Subuh). Hal ini bersumber pada hadis:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَوْسَطِهِ وَآخِرِهِ فَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحُرِ. [رواه الجماعة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Pada setiap malam Rasulullah saw melaksanakan shalat witir di awal malam, pertengahan malam dan akhir malam, maka berakhirlah waktu shalat witir hingga waktu sahur (terbitnya fajar)”. [HR. al-Jama’ah]
عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَوْتِرُوْا قَبْلَ اَنْ تُصْبِحُوْا. [رواه الجماعة إلاّ البخارى وأبا داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Laksanakanlah shalat witir sebelum kamu mengalami waktu fajar”. [HR. al-Jama’ah, kecuali al-Bukhari dan Abu Dawud]
Bagaimana dengan Salat Witir?
Berdasarkan sunah Rasul, pada salat witir, hendaknya membaca surat al-A’la setelah al-Fatihah pada rakaat pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua, dan al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.
Setelah salam, sambil duduk membaca:“Subhanal-malikil-qudduus.” (3x) dengan mengeraskan dan memanjangkan pada bacaan yang ketiga, lalu membaca:“Rabbil-malaaikati war-ruuh”. Ini berdasarkan HR. al-Baihaqi, juz 3/ no. 4640; Thabrani, juz 8/ no. 8115; Daruqutni, juz 2/ no. 2, dari Ubay bin Ka’ab. Hadis ini dikuatkan oleh ‘Iraqi)
Perihal pelaksanaan salat Witir ini, Menurut MTT PP Muhammadiyah, tidak ada larangan dalam pelaksanaan salat Witir (yang ganjil) sesudah salat Isya’ tanpa shalat tahajud terlebih dulu.
Bahkan, menurut MTT PP Muhammadiyah, seandainya merasa khawatir akan tidak melaksanakan salat Witir di tengah atau akhir malam, maka sebaiknya salat witir dilaksanakan setelah salat Isya’. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَيُّكُمْ خَافَ اَنْ لاَيَقُوْمَ مِنْ آَخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوْتِرُ ثُمَّ لِيَرْقُدُ وَمَنْ وَثَقَ بِقِيَامِ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوْثِرُ مِنْ آخِرهِ فَإِنَّ قِرَأَة آخِرِ اللَّيْلَ مَحْضُوْرَةً وَذَلِكَ أَفْضَلُ. [رواه أحمد ومسلم والترمذى وابن ماجه]
Artinya : “Diriwayatkan dari Jabir, dari Nabi saw beliau bersabda; “Siapa di antaramu khawatir tak akan dapat bangun pada akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir lalu tidur. Dan barang siapa percaya akan dapat bangun pada akhir malam, hendaklah ia shalat witir pada akhir malam itu, sebab akhir malam itu disaksikan malaikat dan hal itu lebih utama.” [HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلاَثٍ بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw menganjurkan padaku tiga perkara, puasa tiga hari tiap bulan, (shalat) dua raka’at Dluha dan agar aku kerjakan shalat witir sebelum tidur”. [HR. Muslim]
Akan tetapi, apabila telah melakukan salat Witir di awal malam, kemudian pada malamnya melakukan salat kembali (shalat tahajud) maka jumhur (kebanyakan) ulama berkeyakinan tidak perlu untuk mengulanginya kembali. Hal ini didasari hadist nabi :
عَنْ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ. [رواه أحمد وأبو داود والترمذى والنسائى]
Artinya: “Diriwayatkan dari Talq Ibn ‘Ali ia berkata: Saya mendengar Nabi saw bersabda: Tidak ada dua witir dalam satu malam.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasai].
Dari sini, dapat ditarik simpulan bahwa tidak mengapa melaksanakan salat Tahajud lagi setelah melakukan salat Tarawih.
Perlu disampaikan pula, bahwa meskipun tidak ada larangan mengerjakan salat Witir di awal malam sesudah mengerjakan salat isya’ dan sebelum mengerjakan salat tahajud, akan tetapi mengerjakannya pada akhir malam adalah lebih utama.
Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw riwayat Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Jabir seperti telah disebutkan dimuka dan juga hadits berikut:
عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا. [رواه البخارى ومسلم وأحمد أبو داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Nabi saw, beliau bersabda: Jadikanlah shalat witir sebagai akhir shalatmu di malam hari.” [HR. Muslim]
Perlu digarisbawahi, menurut pandangan Muhammadiyah, salat Witir disebut juga salat Lail. Hal ini juga sebagaimana salat Tahajud, qiyamu lail, dan qiyamu Ramadhan (lihat HPT hal. 341). Salat ini disebut salat witir karena dalam melaksanakan salat tersebut diakhiri dengan witir (bilangan ganjil).
Wallahu a’lam bish-shawab.