KHITTAH.CO- Fenomena gerhana bulan atau super blue moon menjadi trending dalam satu pekan terakhir, dan puncaknya pada Rabu (31/1) malam.
Oleh umat Islam, fenomena ini dimaknai sebagai tanda atas kuasa dan kehendak sang pencipta. Karenanya, umat Islam menyikapinya dengan melaksanakan salat gerhana atau salat khusuf.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Sulsel, KH Jalaluddin Sanusi, menyebut salat gerhana hukumnya sunnah muakkadah. Ia mengutip hadits Nabi, “Apabila kalian melihat gerhana, maka salatlah dan perbanyaklah berdoa, kemudian bersedekahlah, dan beristigfhar memohon ampunan.”
Gerhana bulan kata Kiai Jalal, terjadi nanti sekitar 120 tahun lagi. “Kita dapat momentum ini dan memaknainya sebagai kuasa Allah dengan salat khusuf,” kata dia pada khutbah salat gerhana di Masjid Ilham Bara-barayya, Rabu (31/1) malam.
Lebih lanjut Kiai Jalal menjelaskan, demikian umat Islam memaknai gerhana bulan maupun gerhana matahari. Sebab dahulu kata dia, masyarakat dalam memaknai gerhana lebih banyak terjebak pada mitos dan tahayyul.
“Dahulu banyak perlakuan aneh, gerhana ditafsirkan macam-macam, ada yang menganggap bulan ditelan naga.
Bahkan itu juga terjadi di masa Rasulullah, dimana gerhana bulan saat itu terjadi bersamaan meninggalnya putra Rasulullah, bernama Ibrahim. Anggapan pun timbul bermacam-macam. Namun Nabi segera meluruskan bahwa keduanya adalah kuasa Allah yang secara kebetulan saja, tidak disangkutpautkan,” jelas mantan Ketua PDM Makassar.
Nabi, Jalal menambahkan, hanya menganjurkan untuk salat khusuf dengan bacaan surah yang dipanjangkan.
“Jadi Nabi dalam salat kusuf itu membaca ribuan ayat. Kita ikuti itu, namun tadi baru 94 ayat sudah ada yang berteriak,” goyonnya, karena saat salat ada yang mengeluhkan panjangnya bacaan surah.
Diakhir, Kiai pondok pesantren di Ummul Mukminin ini mengingatkan kembali akan fenomena gerhana sebagai kuasa Allah, sama halnya akan kuasanya atas kiamat yang tidak diketahui kapan terjadinya.