Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Bank Syariah Indonesia Dan Amanat Konstitusi

×

Bank Syariah Indonesia Dan Amanat Konstitusi

Share this article

Oleh: Anwar Abbas (Ketua PP Muhammadiyah)

KHITTAH.CO, Opini – Pembukaan UUD 1945 menugaskan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Pasal 33 UUD 1945 adalah amanat yang luhur dan mulia untuk mencipta sebesar-besar kemakmuran rakyat. Artinya, kita harus memperhatikan seluruh rakyat, tanpa kecuali.

Example 300x600

Secara sosiologis dan empirik, dalam kehidupan ekonomi terdapat kelas-kelas sosial, yaitu kelas-atas, tengah dan bawah. Secara kategoris, ahli ekonomi membaginya ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu Usaha Besar (UB) dan UMKM. Merujuk data BPS (2019), jumlah UMKM sebanyak 99,99%, dengan jumlah pelaku 64 juta dan tenaga kerja yang diserap kisaran 117 juta orang.

Sementara jumlah usaha besar, hanya 0,01% dengan jumlah pelaku usaha 5.500, dengan tenaga kerja 3,5 juta. Pertanyaannya di kelompok mana umat dan rakyat negeri ini sudah menikmati kesejahteraan dan di kelompok mana yang belum sejahtera? Siapa yang memperhatikan nasib mereka?

Nasib Ekonomi Rakyat

Dalam konstitusi, untuk mengangkat nasib UMKM, terutama usaha mikro dan kecil hingga usaha informal, jelas merupakan tugas dari negara atau pemerintah, sesuai makna imperatif Pembukaan UUD 1945. Lantas, bagaimana caranya pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum? Jawabnya tentu banyak cara, salah satunya adalah melalui kebijakan. Tentu kebijakan yang benar-benar berpihak kepada ekonomi rakyat.

Bagaimana faktanya?

Memang, masih mengenaskan, masih jauh panggang dari api. Selain masalah SDM dan manajemen, banyak juga masalah permodalan. Sejatinya, masyarakat benar-benar berharap adanya terobosan yang dilakukan pemerintah untuk menolong mereka yang dhuafa dan termaginalkan, dengan mendirikan minimal sebuah bank yang serius mengurusi UMKM, terutama usaha mikro dan informal yang pengelolaannya bisa langsung atau tidak langsung kepada rakyat.

Kalaupun tidak langsung, tentu bekerjasama dengan koperasi-koperasi yang ada. Dan bank yang sangat cocok untuk itu, adalah bank syariah terutama bank syariah milik negara. Alasannya, selain amanat dari konstitusi, Islam memerintahkan umatnya untuk memperhatikan nasib mereka yang lemah atau dhuafa tersebut.

Aneh bin ajaib jika bank syariah apalagi bank syariah milik negara tidak membela mereka. Harus diingat, di antara prinsip-prinsip atau nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi di dalam memajukan ekonomi Syariah, selain harus menjunjung tinggi prinsip tauhid (Ketuhanan yang Maha Esa), dituntut pula untuk menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebersaman (persatuan).

Adalah tidak adil kalau bank syariah tersebut hanya memperhatikan usaha besar. Oleh karena itu, untuk menangani masalah ini, tidak bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan ekonomi saja, tapi juga menggunakan pendekatan politik. Makanya, terasa aneh, tatkala dengan bangganya menyatakan negeri kita adalah negara demokrasi.

Betulkah negeri ini adalah negara demokrasi? Namanya demokrasi, adalah konsep dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi prinsip kehidupan bersama dengan jargon dari rakyat, bersama rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintah dan DPR adalah berasal dari rakyat, tapi apakah kerja mereka dalam mengurusi bangsa dan negara ini masih bersama rakyat dan telah bekerja untuk rakyat?

Menjadi pertanyaan selanjutnya, mereka selama ini telah bekerja bersama rakyat yang mana? Dan untuk lapisan rakyat yang mana? Dan dalam dunia keuangan dan perbankan, betulkah prinsip-prinsip demokrasi tersebut sudah tegak dan ditegakkan? Kalau sudah, bagaimana implementasinya?

Fakta menunjukkan, bahwa mereka para pemimpin (pemerintah dan DPR), memang telah bekerja bersama rakyat dan untuk rakyat, tetapi porsinya lebih besar untuk mereka yang berada di usaha-usaha besar.

Bagaimana mengukurnya? Lihat saja berapa total kredit dan pembiayaan yang mereka kucurkan kepada UMKM, hanya 20% dari total kredit dan pembiayaan yang ada. Lebih mengejutkan lagi, melihat nasib usaha di level mikro yang kurang terjamah.

Kalau begitu, demokrasi macam apa yang dikembangkan dan dilaksanakan di Tanah Air? Adalah benar, para politisi tersebut mendapatkan mandat dan atau kekuasaannya melalui proses demokrasi, karena mereka menjadi anggota DPR itu memang berasal dari rakyat. Mereka dipilih oleh rakyat.

Tapi, tatkala bekerja di DPR, maka timbul pertanyaan mereka bekerja bersama siapa dan untuk siapa? Ternyata mereka lebih banyak bekerja bersama dan untuk sekelompok kecil rakyat yang ada di usaha besar. Sementara, untuk usaha mikro yang jumlahnya 98,68% atau 63.350.222 pelaku, kurang diperhatikan. Akibatnya, penjual pisang goreng dan tahu goreng yang ada di pinggir jalan tidak mereka sapa, dan mereka biarkan saja mengurus dirinya sendiri.

Oleh karena itu, kehadiran sebuah bank yang “focus” untuk mendukung visi dan kebijakan pemerintah untuk memperhatikan dan membela yang termaginalkan, tentu jelas sangat dirindukan. Apakah itu mungkin? Kenapa tidak. Kenapa Muhammad Yunus lewat Grameen Bank-nya di Bangladesh bisa memberdayakan ibu-ibu yang tadinya sangat lemah dan tidak berdaya, bisa menjadi kuat dan tangguh serta maju menggerakkan ekonomi keluarganya. Padahal Yunus belajar mengembangkan banknya itu dari Indonesia terutama yang menyangkut sistem tanggung renteng. Jadi, semua itu akan bisa dikerjakan kalau ada “political will” dari pemerintah untuk melakukannya.

Tentu, disinilah letak arti pentingnya kehadiran BSI (Bank Syariah Indonesia) yang sudah dideklarasikan pemerintah, yaitu untuk membela mereka yang lemah yang ada di lapis bawah yang jumlahnya sekitar 98,68% dari total pelaku usaha di negeri ini. Dan kalau pemerintah tidak mau memperhatikan mereka, dengan berbagai alasan, misalnya tidak “bankable” atau tidak “feasible”, maka Pemerintah menurut saya, tidak dan atau belum mau menegakkan konstitusi secara murni dan konsekuen. Dan sikap dan tindakan seperti itu, jelas-jelas berbahaya dan akan mengkudeta eksistensi bangsa dan negara tercinta ini.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner ITKESMU SIDRAP

Leave a Reply