Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Bantaeng dalam Catatan Sejarah dan Ikhtiar Menjaga Tanah Pertanian

×

Bantaeng dalam Catatan Sejarah dan Ikhtiar Menjaga Tanah Pertanian

Share this article

Oleh:  Juswansar Syafaat*

Kabupaten Bantaeng dalam catatan sejarah, pada mulanya bernama ”Bantayan” yang kemudian diganti dengan nama ” Bhontain ” dan terakhir berganti nama menjadi “Bantaeng”. Pergantian nama ini berdasarkan Keputusan DPRD-GR Kabupaten Bantaeng Nomor 1/Kpts/DPRD-GR/I/1962 tanggal 22 Januari 1962.

Bantayang memiliki makna yakni tempat pembataian hewan, sapi/kerbau di masa lalu untuk menyambut dan manjamu utusan Kerajaan Singosari, dan Kerajaan Majapahit ketika perluasan wilayahnya ke bagian timur Nusantara sekitar abad XII dan XIII. Bantaeng juga dikenal dengan julukan “ Butta Toa ”, oleh sebab itu Bantaeng memiliki latar belakang yang telah diketahui terbentuk sejak tanggal 7 Desember 1254 sesuai dengan hasil keputusan Musyawarah Besar Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) yang diselenggarakan pada tanggal 24 Juli 1999.

Keputusan hari terbentuknya Bantaeng di atas, itu berdasarkan pertimbangan, saran, dan alasan para narasumber, pakar, dan ahli sejarah serta tokoh pemuka masyarakat yang berasal dari Bantaeng. Selain itu, termasuk tokoh yang masih memiliki keterkaitan moral dengan Bantaeng. Berdasarkan atas sejarah dan budaya, baik pada awal masa pemerintahan, masa pemerintahan Hindia Belanda, masa pemerintahan kemerdekaan hingga terbentuknya Kabupaten Tingkat II Bantaeng tahun 1959 sampai sekarang.

Perlu diketahui pula bahwa Bupati Kepala Daerah pertama pada awal masa era reformasi adalah Drs. H.Azikin Sulthan. M.Si., hingga memasukinya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini pula yang mengubah status sebagai daerah Otonomi.

Dalam perjalanannya tanggal 25 Juni 2008 terjadi sejarah baru di daerah Bantaeng yakni diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 di mana pelaksanaannya pemilihan kepala daerah, secara langsung oleh rakyat, tidak lagi melalui DPRD. Pada saat itu hanya empat pasangan putra terbaik yang dipilih rakyat dan diusung oleh partai politik yang bduduk di parlemen sebagai wakil rakyat, dan menghasilkan empat kandidat yaitu:

  1. H.Syahan Solthan, M.Si.
  2. Ir. HM. Nurdin Abduah, M.Agr.
  3. H. Arfandi Idris, SH
  4. Ibrahim Solthan, S.Sos

***

Selain dimensi historisitas, dan perkembangan politiknya, ada beberapa dimensi lain yang sangat potensial, serta memiliki urgensi, signifikansi, dan dampak yang besar, yang perlu diketahui. Secara geografis dan demografis Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah 395,83 kilometer persegi dengan jumlah penduduk kurang lebih 200.000 jiwa.

Kabupaten Bantaeng terdiri dari 8 Kecamatan dengan 67 Kelurahan/desa. Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada koordinat antara 5o 21′ 13” sampai 5o 35′ 26” lintang selatan dan 119o 51′ 42” sampai 120o 05′ 27” bujur timur.

Batas Wilayahnya, meliputi: sebelah barat, dengan Kabupaten Jeneponto;
sebelah timur dengan Kabupaten Bulukumba;
sebelah utara, dengan Kabupaten Gowa dan Bulukumba;
sebelah selatan dengan Laut Flores. Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Sulawesi Selatan dengan jarak tempuh dari Kota Makassar kurang lebih 123 km dengan waktu tempuh antara 2,5 jam.

***

Kabupaten Bantaeng memiliki hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung 2.773 Ha. Secara keseluruhan kawasan hutan menurut fungsi di Kabupaten Bantaeng seluas 6.222 Ha (2006). Kabupaten Bantaeng memiliki beberapa tanah yang cocok untuk budidaya, jenis tanah tersebut sebagai berikut: Pertama, Tanah Mediteran Coklat seluas 16.407 Ha (41,45%). Kedua, Tanah Mediteran Kemerahan, seluas 10.296 Ha (26.01%). Ketiga, Tanah Andosol Coklat seluas 45.245 Ha (11,43%). Keempat , Tanah Regosol Coklat Kelabu seluas 3.646 Ha (9,20 %). Dan kelima,tanah Latasol Coklat Kekuningan seluas 4.710 Ha (11,90 %). Kabupaten Bantaeng yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang kurang lebih 39,583 Ha.

Penduduk Kabupaten Bantaeng sebagian besar adalah petani, maka wajar bila daerah ini sangat mengandalkan sektor pertanian. Hal ini pun masuk dalam pengembangan “Karaeng Lompo” karena memang jenis tanaman sayur-sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Kentang adalah salah satu tanaman holtikultura yang paling menonjol. Data terakhir menunjukkan bahwa produksi kentang mencapai 4,847 ton (2006). Selain kentang, holtikultura lainnya adalah kol 1.642 ton, wortel 325 ton, dan buah-buahan seperti pisang dan mangga. Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditas utama mengalami peningkatan yang cukup berarti.

Kabupaten Bantaeng yang dijuluki “Butta Toa” adalah tanah tertua tempat kita berpijak melakukan keberlangsungan hidup. Pada usianya yang ke-767, kita harus menjaganya dengan tidak melarutkannya dengan bahan kimia, tidak mendzoliminya dengan asupan racun yang membuat humus tanah menjadi rusak.

Kami dari Serikat Petani Alami Butta Toa (SPA) telah menggalakkan aksi untuk bertani secara alami dengan tidak lagi menggunakan bahan kimia. Olehnya itu, kami mengajak seluruh lapisan masyarakat Bantaeng untuk ikut terlibat menjaga dan merawat ekosistem yang ada. Hal ini adalah salah satu cara ekspresi rasa syukur kita terhadap anugerah Tuhan berupa tanah tempat kita berpijak untuk melakukan kelangsungan hidup sebagai manusia yang tak pernah lepas dari hasil. Sedangkan telah dikunjungi bersama yang menjadi kebutuhan dasar pertanian adalah tanah.

Serikat Petani Alami Butta Toa (SPA) adalah komunitas yang bergerak di bidang pertanian, khususnya pertanian alami. Komunitas ini terbentuk pada tahun 2015 dan bertahan selama lima tahun untuk konsisten pada prinsip-prinsip awal kami yakni merawat humus dan keadaan tanah di Kabupaten Bantaeng. Beberapa bulan yang lalu tim dari Provinsi Sulawesi Selatan melakukan penelitian tentang PH tanah yang ada di salah satu kecamatan di Kabupaten Banteng, yakni Pa’jukukang. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa PH tanah di daerah tersebut adalah 4 (empat) atau dalam artian sedang dalam kondisi buruk.

Dari hal tersebut di atas harus lebih memacu semangat kita untuk merawat kondisi tanah agar lebih baik. Jika dibiarkan terus menerus seperti itu tanpa tindakan nyata, kelak akan berdampak pada hasil produksi, kesehatan dan ekonomi Kabupaten Bantaeng pada masa yang akan datang. Kami dari Serikat Petani Alam (SPA) yang berpusat di Desa Kaloling dan tersebar beberapa titik (desa) di Kabupaten Bantaeng, sedang berusaha maksimal mengajak masyarakat untuk bertani alami. Hal ini kami pahami dan yakini, sebagai salah satu jawaban untuk memperbaiki struktur tanah dan unsur hara dalam tanah.

Kita pun patut berfirman Allah swt dalam QS. Al-A’raf [7] ayat 58, “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikian Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”.

Selain potensi alam dan kesadaran teologisnya di atas, Serikat Petani Alami (SPA) pun memaksimalkan gerakannya dengan meneropong Visi dan Misi Kabupaten Bantaeng, sebagaimana yang dipahami secara umum. Adapun Visinya : “Mewujudkan Bantaeng Yang Maju, Mandiri Berlandaskan Iman Dan Taqwa”.

Sedangkan misinya adalah: Pertama, membangun ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada sektor pertanian, menumbuhkan kekuatan ekonomi berbasis sumber daya unggulan yang partisipasi, efisiensi dan keunggulan bersaing. Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.

Ketiga, meningkatkan kemampuan, pelayanan masyarakat dan tegaknya supremasi hukum. Keempat, mendorong, memberdayakan, dan meningkatkan kemandirian/partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dan kelima , mendorong pengembangan ajaran agama, guna mewujudkan peningaktan kualitas iman dan takwa.

Memperhatikan visi dan misi di atas, apalagi ditunjang dengan kondisi alam dan kesadaran teologis warganya, maka diharapkan ke depan, produksi pertanian Kabupaten Bantaeng semakin baik.

Catatan yang saya niatkan sebagai “kado” pada Hari Jadi Kabupaten Bantaeng ini, adalah cara berpikir syukur dengan mendorong lahirnya kesadaran, pemahaman dan aksi nyata, untuk terus merawat kondisi tanah “Tanah Butta Toa” ini, agar terus meningkatkan hasil produksi pertanian yang jauh lebih baik.

 

* Aktivis IMM Bantaeng, dan  Ketua Komunitas Tani Alami Desa Lumpangan

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply