Oleh: Irwan Akib (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
KHITTAH. CO – Ketika Kiai Dahlan mendirikan sekolah dengan mengadopsi model pendidikan kolonial yang diintegrasikan dengan model pesantren tradisional, mengintegrasikan pendidikan agama ke dalam model pendidikan kolonial, suatu model pendidikan yang saat itu sama sekali belum ada contoh di Indonesia, Sang Kiai dituduh sebagai Kiai Kafir. Demikian juga, ketika mendirikan rumah sakit PKU yang sampai hari ini masih eksis, merupakan sebuah terobosan yang melampaui zamannya.
Apa yang dilakukan oleh Kiai Dahlan saat itu, kini telah menjadi hal yang biasa dan lumrah. Bahkan sekolah-sekolah di Indonesia saat ini boleh dikatakan semua sudah seperti yang dilakukan oleh Kiai Dahlan. Sekolah umum (SD, SMP, SMA?SMK) semua belajar pendidikan agama, sedang sekolah berbasis agama (MI, Mts, MA) semua belajar pengetahuan umum.
Gerakan yang dilakukan oleh Kiai Dahlan bersama Muhammadiyah sebagai organisasi yang dirintisnya sebagai wadah penyebaran Islam, organisasi dakwah tidak lepas dari pemahaman Kiai Dahlan bahwa Islam bukan sekadar agama yang bersifat ritual semata. Ajaran tauhid tidak cukup hanya mengucapkan kalimat syahadat, tetapi ajaran tauhid harus dapat membebaskan, memerdekakan, mencerahkan.
Ismail Raji al-Faruqi mengemukakan bahwa tauhid memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Pemahaman yang mendalam tentang keesaan Allah dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari membawa dampak yang signifikan, seperti penghormatan terhadap perbedaan, pemahaman moral yang kuat, motivasi untuk mencari tujuan hidup yang lebih tinggi, dan kehidupan yang bertanggung jawab.
Ajaran tauhid mengajak manusia untuk hidup dalam kesadaran yang terus-menerus tentang kehadiran Allah dan bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan hidupnya. Dengan memahami dan mengamalkan tauhid, manusia dapat menjalani kehidupan yang harmonis, bermakna, dan memberikan kontribusi positif bagi dirinya sendiri, masyarakat, dan dunia secara keseluruhan.
Berdirinya 163 PTMA, ribuan sekolah Muhammadiyah, ratusan rumah sakit, panti asuhan, unit-unit pelayanan sosial, pelayanan kebencanaan dan berbagai unit pelayan sosial tidak lepas dari inspirasi kepeloporan Kiai Dahlan ketika mengajarkan surah Al-Maun kepada murid-muridnya yang kita kenal dengan teologi al Maun. Hal ini memberikan gambaran bahwa apa yang dibaca dipahami harus dapat diamalkan, sehingga Kiai Dahlan disebut sebagai manusia amal, Kiai Dahlan lebih mengutamakan beramal dari pada berteori.
Kepeloporan Kiai Dahlan satu abad yang lalu, dinilai oleh banyak pihak merupakan amal-amal sosial yang melampuai zamannya. Amal-amal sosial itu kini telah menjadi milik publik, artinya apa yang dirintis oleh Kiai Dahlan melalui Muhammadiyah telah berhasil memberi makna bagi dakwah persyarikatan Muhammadiyah, walaupun ketika awal dirintisnya tidak sedikit cemoohan dan cercaan yang menghampiri, bahkan Kiai Dahlan dituduh sebagai kiai Kafir, Muhammadiyah pembawa ajaran sesat.
Dalam konteks kekinian ketika ilmu dan teknologi semakin berkembang dengan pesatnya, semangat kepeloporan, semangat tajdid Kiai Dahlan dan tokoh-tokoh Muhammadiyah generasi awal harus terus dihadirkan dengan tetap memperhatikan perkembangan sosial kemasyarakatan, perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga peran Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid tidak mandeg. Sekolah misalnya, tidak cukup hanya mengintegrasikan pendidikan agama dengan pendidikan umum, seperti yang dilakukan Kiai Dahlan ketika awal merintis sekolah, tetapi perlu ada pemikiran dan aksi nyata untuk menghadirkan model sekolah atau model pendidikan yang sesuai dengan kondisi kekinian bahwa perlu model yang lebih dari itu, suatu model pendidikan yang bisa menjangkau kondisi masa depan.
Apakah sekolah masih butuh bangunan megah yang besar, yang terdiri dari ruang-ruang kelas yang kaku, sementara siswa bisa belajar secara online misalnya, belum lagi anak-anak lebih cenderung belajar sampai santai. Kenapa misalnya kelas itu tidak di-setting model cafe yang lebih rileks, dilengkapi fasilitas internet sehingga siswa dapat belajar dengan rileks, sumber-sumber bacaan yang bersifat elektronik disediakan dan guru tetap hadir sebagai fasilitator dan sekaligus sebagai mentor yang mendampingi siswa. Demikian juga model-model pelayanan sosial lainnya, diperlukan inovasi dan kreativitas sesuai perkembangan zaman dan jangkauan masa depan.
Inspirasi kepeloporan Kiai Dahlan bersama tokoh-tokoh generasi awal Muhamadiyah perlu dikaji subtansinya sehingga gerak Dakwah Muhammadiyah tetap eksis sebagai gerakan tajdid, gerakan pembaharuan, yang selalu menjadi pionir dalam berbagai aktivitas dakwahnya. Untuk Prof. Munir Mulkan dalam mengkaji pemikiran Kiai Dahlan, menemukan beberapa hal yang dapat dijadikan landasan dalam melakukan tajdid yaitu: (1) Iman bukan sekadar kesaksian lisan dalam ucapan dua kalimat syahadat, tetapi juga sekaligus tindakan atau amal saleh dan aksi sosial, (2) kesalehan atau amal saleh bukan sekadar memenuhi aturan fikih, tetapi membebaskan manusia dari penyakit fisik, mental, kemiskinan, ketakutan, ketertindasan dan kebodohan, (3) mengembangkan kesalehan personal menjadi gerakan kesalehan sosial bagi tujuan antara lain meningkatkan kesejahteraan sosial dan menghilangkan kesenjangan sosial, (4) menjadikan organisasi dan manajemen modern sebagai alat dan media kegiatan ibadah dan amal saleh, (5) berpikir dengan akal sehat di dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tindakan ihsan sebagai realisasi ibadah, iman dan amal saleh, (6) terus menerus memperbaharui pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Sunnah secara kritis dengan menggunakan akal dan iptek.
Kisah sukses Kiai Dahlan dan generasi awal Muhammadiyah, perlu terus dibangkitkan, bukan sekadar melalui peniruan tanpa memperhatikan kondisi kekinian dan masa depan. Semangat tajdid, kepeloporan harus terus hadir dalam diri para pelanjut perjuangan misi dakwah Muhammadiyah, dengan mengambil subtansi kepeloporan, tajdid yang dilakukan kiai Dahlan, sehingga dengan demikian gerakan tajdid Muhamadiyah terus hadir. Generasi pelanjut perlu terus menghadirkan diri sebagai pionir yang berpikir dan bertindak melampaui zamannya.
Lakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kemanusian
sebelum orang lain sempat memikirkannya (Irwan Akib)