Oleh: Sri Wahyuni*
Akhir-akhir ini kata poligami pada kalangan masyarakat bukanlah hal yang tabuh untuk didengar ataupun diperbincangkan. apalagi viralnya mentor poligami yang mengaku punya istri 4 dan 25 anak kemudian yang lebih menghebohkannya lagi, mentor poligami tersebut membuka seminar untuk setiap orang yang ingin konsul terkait tindakan poligami.
Hal ini, tentunya sukses membuat banyak kalangan naik darah. Dalam sejarah Islam poligami memiliki akar sejarah yang panjang. Sebelum Islam datang di Jazirah Arab poligami merupakan budaya yang sudah mentradisi bagi masyarakat Arab. Poligami pada masa itu merupakan poligami yang tak terbatas, kemudian Islam datang untuk meluruskan, membatasi dan menetapkan syarat-syarat kebolehannya.
Ikhtilaf tentang poligami terjadi karena perbedaan pemahaman yang dimiliki oleh para ulama dalam memahami teks-teks Agama. Dimensi kontroversial poligami sangat tajam dan hampir sangat sulit untuk dipertemukan. Poligami merupakan solusi untuk menyelesaikan problem yang dimiliki masyarakat yang tidak berkaitan dengan halal dan haram. Ayat Al-Qur’an yang sering digunakan mengenai diizinkannya poligami adalah Surah An-Nisa’ surah (4) ayat 3 yang artinya:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Pada Buku Al Kitab wa Al Qur’an Qira’ah Mua’sirah karya Muhammad Shahrur merupakan buku fenomenal sebab di satu sisi buku ini dinyatakan sebagai the best seller book di Timur Tengah dan di sisi lain buku ini melahirkan sikap pro dan kontra. Dalam buku tersebut terdapat argumen tentang poligami, menurutnya poligami sah-sah saja. Asalkan istri yang kedua, ketiga dan ke empat harus perempuan janda yang memiliki anak yatim. Penafsiran Ayat-ayat Al-Qur’an dalam buku ini sangat berbeda dengan muffasir lainnya, dalam buku tersebut dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an sudah keluar dari metode-metode tafsir dan menggunakan metode tafsir metafora dan analog.
Berdasarkan dari penjelasan diatas poligami memang dari sejak zaman dahulu sampai sekarang merupakan pembicaraan dan tindakan yang kontroversial. Seperti yang ditayangkan pada channel tim Buka Mata Narasi yang melakukan wawancara terhadap mentor poligami. Sebelum melakukan wawancara tim terlebih dahulu mengikuti seminar yang diadakan oleh mentor poligami.
Peserta dari seminar poligami ini adalah perempuan–perempuan yang hendak mencari tahu bagaimana cara hidup bahagia bersama suaminya yang berpoligami. Seminar tersebut berlangsung selama 9 jam dan poin terpenting pada seminar tersebut adalah hal yang paling didoktrinkan kepada para peserta yaitu bagaimana caranya agar mereka seorang perempuan harus taat terhadap suami apapun yang suami perbuat terhadap istrinya mereka harus tetap taat. Kata kuncinya adalah “taat” yang menuju pada pahala yang ingin didadapatkan oleh seorang istri dari allah swt.
Setelah mengikuti seminar, tim buka mata narasi menemui mentornya yaitu Kiai Haji Hafidin sekaligus pendiri pondok pesentren di Banten yang mengklaim diri sebagai seorang yang sukses melakukan poligami dengan istri empat. Tim Buka Mata Narasi berhasil mewawancarai mentor poligami beserta keempat istrinya, seorang KH. Hafidin tersebut ternyata berpoligami tanpa izin istri-istrinya terdahulu katanya “ngapain izin emang istri kepala dinas”.
Kemudian, kiai ini juga mengatakan bahwa tujuannya berpoligami adalah untuk memperbaiki umat dan menolong perempuan yang dinikahinya. Setelah menyimak baik–baik tayangan tim Buka Mata Narasi dan melihat sumber–sumber yang lain mengenai pembahasan poligami, tindakan ini belum bisa sampai dinalar saya untuk dilakukan dizaman sekarang kecuali pada saat zaman nabi muhammad SAW.
Alasan yang dijelaskan oleh seorang mentor poligami, jika dengan alasan ingin memperbaiki umat, poligami bukan solusi yang tepat untuk memperbaiki umat di zaman sekarang. Bahkan komnas perempuan menyebut bahwa praktik poligami ialah bentuk kekerasan terhadap perempuan, tidak hanya itu berbagai studi telah menyebutkan bahwa poligami adalah bentuk persoalan yang kini memicu angka perceraian, sedangkan perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh allah SWT.
Tingkat keberhasilan dengan level tertinggi setan adalah berhasil memisahkan seorang suami istri. Tidak heran kiranya jika dengan viralnya poligami dikalangan masyarakat membuat banyak kalangan mengkritisi hal tersebut tertuma kalangan perempuan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa jika ada tindakan poligami yang akan menjadi korban adalah seorang perempuan atau pihak istri, dan saya pikir jika alasan di atas dijadikan alasan untuk berpoligami bukanlah alasan logis yang mendasari dalam melakukan tindakan poligami.
* Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar