Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Ekonomi Yang Tercerabut (Bag. 1)

×

Ekonomi Yang Tercerabut (Bag. 1)

Share this article

Oleh : Muh. Asratillah Senge, ST

 

Suatu saat saya mendengar istilah “sentimen pasar” di sebuah stasiun berita TV, lalu muncul pertanyaan dalam benak saya, “jikalau benar pasar memiliki sentimen, apakah itu berarti pasar memilki kualitas kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki oleh manusia konkrit ?”, “bukankah perasaan sentimen itu hanya bisa kita sematkan pada manusia ?”, “apakah pasar itu sehingga dia bisa memiliki sentimen ?”, “apakah pasar dapat diequivalenkan dengan manusia ?, ataukah pasar merupakan sesuatu yang melampaui manusia ?”.

“Jikalau pasar dapat diequivalenkan dengan manusia, lalu kenapa pasar (market) seringkali hanya memenuhi kerakusan keinginan manusia, dan di ujung dunia lain menelantarkan manusia yang kebutuhan dasariahnya pun tak bisa mereka penuhi ?, “ jikalau pasar adalah sesuatu yang melampaui manusia, lalu kenapa pasar (market) tak membuat manusia semakin memiliki sensitifitas kemanusiaan, malah sebaliknya ?”. “atau jangan-jangan pasar (market) adalah ibarat robot di film-film fiksi ilmiah, yang dikemudian hari menyerang balik pembuatnya ?”.

Keutamaan Pasar

Setelah runtuhnya Uni Sovyet, maka mencuat dan menguatlah waca mengenai “keutamaan pasar”. Bahkan sejak saat itu, opsi mengenai corak ekonomi mengkerucut pada dua opsi dimana alaternatif jalan ke-tiga atau jalan tengah tidak tersedia, opsi itu adalah : Ekonomi perencanaan terpusat dan sistem ekonomi pasar, ini termasuk juga bisa dilihat dari beberapa literatur yang sempat dipublikasi di tanah air, misalnya buku yang berjudul Investasi dalam Pembangunan (1988) yang diterbitkan oleh bank dunia bekerja sama dengan UI, pada buku tersebut dijabarkan bahwa hanya ada dua corak pendekatan pembangunan dan perencanaan proyek yaitu pendekatan pembangunan yang terpusat atau terencana dan pendekatan pembangunan dengan sistem pasar yang begitu besar kepercayaannya pada “harga-harga”. Bahkan kedua corak perencanaan ekonomi tersebut kemudian direduksi menjadi dua istilah belaka yaitu : “pro” dan “anti”-pasar.

Kini tidak bisa kita pungkiri bahwa pergerakan ekonomi global, termasuk ekonomi Indonesia hampir seluruhnya terintegrasi dalam ekonomi sistem pasar atau biasa juga disebut dengan sistem ekonomi swa-tata (self-regulating market system), ini bisa dilihat bagaimana pemerintah Indonesia menjadikan sistem pasar internasional sebagai referensi dalam mengeluarkan kebijakan mengenai harga bahan bakar minyak, bahkan menurut beberapa portal berita, pemerintah juga akan melakukan hal yang sama untuk menentukan harga LPG di dalam negeri.

Apalagi sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke 9 di bali pada tahun 2003 yang kemudian dikenal dengan Bali Concord II, mencanangkan apa yang disebut dengan ASEAN Economic Community (AEC) atau biasa kita kenal dengan istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), selain MEA di pertemuan tersebut juga disepakati mengenai dua hal yaitu mengenai pembentukan ASEAN Political Security Community dan ASEAN Socio-Culture Community.

Kita ketahui bahwa dalam peta Ekonomi Politik kontemporer, Indonesia dan ASEAN secara umum akan menjadi wilayah yang akan cukup diminati. Ini terlihat bagaimana Amerika Serikat telah memindahkan beberapa sumberdaya militer-ekonomi dan politiknya ke kawasan Asia Pasifik, dimana di kawasan ini yang akan melakukan interaksi secara dinamis dengan kepentingan AS adalah Cina, Jepang, Korea , Australia dan negara-negara ASEAN.

Bagi pelaku ekonomi global, ASEAN sendiri merupakan wilayah sistem pasar yang cukup dinamis dan menjanjikan, ASEAN memiliki jumlah penduduk 600 juta jjiwa, Indonesia dan Filipinan memiliki pertumbuhan ekonomi di atas 5 %, Thailand dan Malaysia yang beberapa dasawarsa silam tertinggal dari Indonesia semakin kokoh dalam industri. Bersama Singapura , Malaysia dan Thailand menjadi produsen penting komputer di dunia. Thailand selain mengekspor mobil, juga menguasai pakan ternak di Indonesia. Malaysia selain menguasai lahan sawit juga memiliki posisi kuat dalam hal perbankan di Indonesia.

Dengan kata lain kawasan Asia Pasifik termasuk ASEAN menjadi wilayah yang penuh gejolak, termasuk misalnya sengketa wilayah Laut Cina Selatan antara Cina dengan negara-negara tetangganya, yang beberapa waktu silam Cina sempat melanggar wilayah udara beberapa negara-negara ASEAN, dan menurut pengamat sengketa tersebut sangat terkait dengan kelimpahan sumber daya energi di wilayah tersebut.

Melalui latar belakang itulah maka Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya menyapakati untuk membentuk MEA yang secara formal berlaku sejak tahun 2015. Dalam KTT ASEAN 9 di Bali, para pemimpin ASEAN telah menyepakati 4 pilar dari MEA. Pertama menjadi ASEAN sebagai pasar tunggal dan menjadi basis produksi. Kedua Menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi berdaya saing tinggi. Ketiga Menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang setara dan Keempat menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Dari 4 pilar yang disepakati tersebut maka secara eksplisit Indonesia yang merupakan bagian aktif dalam komunitas ASEAN mengakui keutamaan sistem pasar walaupun setiap anggota ASEAN melakukan kebijakan-kebijakan penyesuaian untuk menjaga kepentingan nasional masing-masing.

Sistem pasar yang kini telah menjadi semacam faktisitas ekonomi global, tak dapat kita pisahkan dari corak ekonomi kapitalisme liberal, dimana corak ekonomi ini dapat ditelusuri dari pemikiran Adam Smith yang mengatakan bahwa manusia digerakkan oleh kepentingan diri, bertujuan mencapai kebahagiaan, dan dalam kompetisi atomistik untuk mencapai kebahagiaan tersebut ada keyakinan bahwa akan ada semacam “tangan tak terlihat” (invisible hand) atau ”mutasi gen yang menguntungkan”- kalau kita meminjam istilah dalam biologi evolusi sebagai analogi- yang akan memastikan terbentuknya tatanan ekonomi yang teratur dan menghantarkan para pelakunya ke dalam kesejahteraan bersama. Dengan kata lain, melalui pandangan Adam Smith tersebut kapitalisme memberikan penekanan agak lebih kepada manusia sebagai makhlukh individual dibanding manusia sebagai makhlukh sosial.

Pemikiran serupa bisa kita bisa telusuri ke pemikiran Thomas Hobbes dan John Locke, dimana keduanya menggambarkan bahwa kondisi alami dari manusia adalah ketidakpastian. Lalu Hobbes mengatakan dua hal penting, pertama bagi Hobbes seluruh komunitas, lembaga atau institusi sosial hanyalah bentukan atau konstruksi artifisial dari manusia, dengan kata lain lembaga atau komunitas sosial hanyalah suplemen pada ke-berada-an manusia dengan kata lain bukanlah sesuatu yang substansial. Kedua bagi Hobbes realitas secara hakiki bersifat individual. Seluruh pengandaian liberal yang disampaikan oleh Adam Smith, Hobbes dan Locke memberikan legitimasi teoritik bagi aktualisasi sistem pasar swa-tata.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply