Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Generasi Z dan Situasi Post-Modern (Bag.1)

×

Generasi Z dan Situasi Post-Modern (Bag.1)

Share this article

Oleh : Muh. Asratillah S

 

Pendahuluan

Kehadiran generasi Z dengan segala penanda (signifier) zamannya sudah sejak jauh hari coba “diraba” oleh seorang futurolog yang bernama Alvin Toffler. Dalam bukunya yang berjudul The Third Wave (1980) Alvin Toffler mengatakan bahwa pada dasarnya gelombang peradaban manusia dapat dibagi menjadi tiga gelombang besar. Gelombang pertama (first wave) yaitu gelombang peradaban agrikultural, di mana sejak manusia pertama kali dapat mengendalikan pemenuhan kebutuhan pangannya, yaitu dengan ditemukannya pertanian pada saat berakhirnya zaman es sekitar 11.000 tahun sebelum masehi. Penemuan pertanian ini diikuti oleh penemuan-penemuan monumental lainnya, misalnya penemuan akan pola-pola cuaca dan iklim, pemetaan bintang di langit sebagai medium untuk mengetahui pergantian musim, teknik irigasi, pembagian lahan , pembagian jenis kerja dan lain-lain. Gelombang kedua (second wave) diawali penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1781, penemuan mesin uap ini mendorong manusia untuk mengkonversi jenis energi secara besar-besaran, dari energi yang bersumber dari alam (manusia, binatang, kayu bakar, arus sungai dan lain-lain) menjadi energi mekanis (batubara, gas alam dan minyak bumi), hal ini pun membawa serta penemuan-penemuan lain yang monumental seperti diversifikasi dan spesialisasi kerja, proletarisasi, mekanisasi kerja perusahaan dan kehidupan sosial serta ditemukannya birokrasi yang menyerupai mesin besar . Lalu datanglah Gelombang ketiga (the third wave).

Jika dalam gelombang kedua yang terjadi adalah konversi energi, maka pada gelombang ketiga yang terjadi adalah konversi fungsi indera manusia, dalam gelombang ketiga yang menjadi episentrum kebutuhan, pencarian dan kesibukan peradaban manusia adalah informasi. Alvin Toffler mengatakan bahwa kebutuhan besar akan informasi diekspresikan secara jelas dalam maraknya film-film yang bertema spionase semisal James Bond, dimana film tersebut memeperlihatkan obsesi manusia akan informasi, bahkan kenikmatan serta kematian mengiringi aksi James Bond dalam mendapatkan informasi yang inginkan. Secara biologis alat indera manusia sangatlah terbatas, tetapi dengan menggunakan piranti teknologi semacam HP, internet, laptop, gadget kemampuan indera manusia bertambah serta mengalami amplifikasi, dengan kata lain jeda waktu manusia dalam mendapatkan informasi semakin hari semakin memendek, ada pertambahan percepatan dalam hal ini. Sentralitas percepatan dalam gelombang ketiga peradaban manusia, membuat pergantian fashion, barang komoditi, selera konsumsi juga mengalami percepatan, manusia pada gelombang ketiga memiliki obsesi yang besar pada “kebaruan”, “ke-Mudaan” dan “ke-terkinian”. Generasi Z yang kita bincangkan dalam tulisan ini berada dalam gelombang ketiga dalam skema Alvin Toffler.

Generasi Apakah Anda ?

Khairul Abdullah dalam tulisannya yang berjudul Generasi Apakah Anda ? X,Y atau Z ? (2011) menjelaskan bahwa istilah generasi X,Y dan Z adalah istilah yang merujuk pada parameter demografis tertentu terutama kumpulan umur tertentu. Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa istilah generasi X,Y dan Z dipopulerkan pertama kali oleh Don Tapscott dalam bukunya yang berjudul Grown Up Digital. Dalam buku tersebut melakukan kategorisasi demografis terhadap penduduk yaitu : Pertama, Generasi Pre Baby Boom yaitu penduduk atau masyarakat yang hidup dan menimba pengalaman hidupnya sebelum hingga tahun 1945. Billings dan Kowalski menegaskan bahwa generasi ini merupakan generasi yang paling adaptif, mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Mungkin generasi ini adalah generasi di mana kepala manusia dipenuhi atau dicekoki dengan berbagai “bahasa Ideologi” seperti sosialisme, pan-Islamisme , pan-arabisme, nazisme, fasisme, komunisme dan lain-lain, dan setiap ideologi tersebut senantiasa melakukan pertarungan baik secara kebudayaan, politik, ekonomi dan puncaknya adalah dua perang besar yang meluluh lantakkan tatanan ke-adaban dunia yaitu perang dunia I dan Perang Dunia II.

Kedua, Generasi The Baby Boom, yaitu kelompok generasi yang hidup setelah Perang Dunia ke II, yaitu antara 1946 dan 1964. Disebut Baby Boom karena pada waktu itu, terjadi peningkatan angka natalitas (kelahiran) di seluruh dunia. Menurut Adi Kusma dalam tulisannya yang berjudul Generation Z and Technology (2013) mengatakan bahwa dalam rentang ini terjadi beberapa perubahan sosial yang siginifikan, termasuk dalam hal ini merebaknya gerakan perempuan dan gerakan hak asasi manusia, lain kata benih-benih politik emansipatoris mulai berkecambah melalui generasi ini. Ada semacam kekecewaan sekaligus optimistik terhadap tragedi kemanusiaan yang diakibatkan oleh Perang Dunia I dan II. Generasi ini cenderung idealis, hidup berdikari dan kurang bergantung pada keluarga, kerja dan pekerjaan merupakan hal yang penting bagi generasi ini. Dalam generasi ini muncullah surat kabar, radio dan TV dan cenderung mempengaruhi opini dan keputusan mereka.

Ketiga. Lalu menyusullah generasi X (the baby bust), yaitu generasi yang lahir di antara tahun 1965 hingga 1980. Anak-anak dalam generasi ini telah terpapar oleh perkembangan riuh renyahnya gemerlap budaya pop, yaitu sebuat konstelasi budaya yang mementingkan pemuasan selera dangkal nan instan. Budaya pop yang menjadi komoditas massif saat itu salah satunya adalah MTv dan sejenisnya, video games dan tentunya internet. Periode ini ditandai dengan komodifikasi budaya yang luar biasa, komoditas tak lagi hanya berupa benda, komoditas tak lagi berbentuk materi pejal (hardware) tapi komodifikasi sudah berupa sesuatu yang lebih soft. Generasi X adalah generasi internet dan menganggap bahwa internet merupakan media yang tidak memerlukan kepakaran (nonspecialist media). Siapa saja berhak menggunakan internet dan mengemukakan opini mereka melaluinya.

Keempat. Generasi Y (The Echo of the Baby Boom). Generasi ini lahir di antara tahun 1981 hingga 1995, dan disebut dengan generasi millenial, karena generasi inilah yang akan mencapai umur produktif di dua dasawarsa awal abad ke 21. Menurut Yoris Sebastian dari OMG Consulting akan menjadi populasi terbesar di Indonesia di tahun 2020. Bahkan kalau kita melihat data dari BPS Ri tahun 2014 dan proyeksi terhadapnya, bahwa saat ini Indonesia telah mengalami apa yang disebut Bonus Demografi, yaitu siatuasi dimana lebih dari separuh penduduk Indonesia berada dalam umur produktif, dan tentunya generasi Y lah yang mengakibatkan bonus demografi ini, bahkan ini berlanjut hingga tahun 2035. Sebagian pihak menggambarkan generasi Y sebagai generasi pemalas. Lindsleyy Pollak dalam bukunya Becoming the Boss : New Rules for the Next Generation of Leaders, mengatakan wajarlah kalau generasi millenial dianggap sebagai generasi pemalas, itu dikarenakan mereka terlalu dimanjakan oleh teknologi. Lahir dan Besar dengan mesin pencari Google dan Global Positioning System (GPS), sehingga mereka bisa mendapatkan jawaban, informasi, berita atau posisi hanya dengan menombol virtual belaka pada layar komputer atau HP.

Kelima. Maka lahirlah fajar generasi Z yang biasa juga dinamai Generation Net. Generasi ini lahir di antara tahun 1995 hingga sekarang. Dalam sebuah artikel yang berjudul Menyikapi Generasi Instant (2011) yang pernah dipublikasi pada website FemaleKompas.Com dijelaskan bahwa generasi Z memiliki ciri-ciri utama yang dapat ditunjuk. Generasi Z adalah generasi yang memiliki akses cepat terhadap informasi dari berbagai sumber, mungkin juga karena didukung oleh infrastruktur internet dan alat komunikasi yang semakin canggih. Ciri yang lain adalah bahwa generasi Z adalah generasi yang multitasking dan merupakan generasi multimedia, generasi Z adalah generasi yang mampu dan seringkali melakukan hal-hal yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, belajar sambil chatting, olahraga sambil dengar musik, nonton bioskop sambil cari tugas di HP dan lain-lain. Dan salah satu ciri yang menyolok adalah generasi ini adalah generasi yang lebih menyukai interaksi online (dunia maya) dibanding interaksi offline (dunia nyata). Aprianti dalam Generasi Z, Potret Generasi Digital (2010) menyebutkan bahwa generasi Z adalah anak-anak instan dan menginginkan sesuatu selesai secepat mungkin. Generasi ini juga disebut dengan naturally gadget generation, platinum generation bahkan ada yang menyebutnya silent generation karena mereka lebih menyukai berinteraksi sendiri bersama gadgetnya di kamara dibanding berbincang dan bermain dengan sesama dalam dunia konkrit.

Yang perlu kita lakukan sekarang adalah memetakan, membedah dan menganalisis impact yang sifatnya eksistensial (dan hanya bisa diurai dengan menggunakan metode fenomenologi-hermeneutik), sosiologis dan kultural bahkan ekonomi dari kelahiran generasi Z bersama karakter-karekternya. Dari pemetaan impact itulah baru kita bisa merancang strategi kebudayaan dalam menyongsong kehadiran generasi Z.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply