Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipMuhammadiyahOpini

Immawati, Rindu dan Kenangan

×

Immawati, Rindu dan Kenangan

Share this article

Oleh: Adam Malik

(Ketua Bidang Keilmuan PC IMM Makassar Timur)

Dalam buku Psikologi Kematian II yang di tulis oleh Prof. Komaruddin Hidayat ada sebuah penjelasan mengenai pernikahan yang penulis anggap sangat filosofis. Prof. Komaruddin Hidayat menuliskan bahwa terdapat tiga tonggak pengalaman seorang manusia dan itu sangat fundamental, yaitu peristiwa kelahiran, pernikahan, dan kematian. Peristiwa pernikahan menurut beliau terjadi antara kelahiran dan kematian. Peristiwa ini merupakan poros kehidupan yang menjaga kelangsungan generasi masyarakat manusia agar manusia terus bertahan dan bahkan berkembang terus di atas planet bumi ini. Dalam pernikahan ada transaksi antara para kekasih (the lovers) yang membutuhkan jaminan kecantikan dan ketampanan ragawi serta kekekalan batiniah.

Jadi, pernikahan merupakan poros dan puncak kurva kehidupan. Seseorang terlahir lalu berkembang melalui perkawinan maka sebenarnya ia sedang melakukan proses menjadi paripurna dalam berbagai aspek. Dengan demikian, penulis meminjam istilah sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa, orang yang anti pernikahan sama halnya dengan anti kehidupan dan berarti pula menyangkal rahmat-Nya untuk memakmurkan bumi dan seisinya ini. Pernikahan mengandung asas manfaat (marriage of convenience) karena pernikahan terjadi sebagai prosa kehidupan. Ia menyenangkan lalu menjenuhkan jika pernikahan bersifat fragile dan immoral. Immoral jika pernikahan hanya bereduksi pasangan sebagai alat belaka dan fragile jika pernikahan memilki syarat yang sulit di capai.

Pernikahan adalah suci dan mulia karena lewat pernikahan ini sepasang suami-istri tengah melaksanakan cetak-biru Tuhan untuk menjaga keturunan agar panggung sejarah berlangsung sebagai lokus manisfestasi sifat-sifat Tuhan. Sehingga yang Ilahi tampil dalam wilayah profan dan yang profan selalu tersambung dengan yang Ilahi. Dalam pernikahan, sebenarnya peran suami-istri adalah akses untuk membentuk lembaga sosial baru dalam masyarakat. Mengapa?, Agama, Negara, dan apapun hirarki sosial dalam masyarakat berawal dari kekuatan lembaga keluarga. Pernikahan adalah pendidikan karakter (school of character) tujuan pernikahan adalah untuk menjadikan karakter diri menjadi mulia dan tumbuh. Dalam pernikahan terdapat elemen etika dan religius.

Coba kita lihat sebuah negara yang indeks kejahatan masyarakatnya tinggi, terjadinya abnormalitas para tokoh politiknya, kehidupan sosial yang timpang, dan ekonominya dibawah rata-rata. Sebelum melihat masalah tersebut terlebih dahulu kita telusuri bangun keluarga masyarakat di negara tersebut dan bandingkan bahwa keluarga sanga berpengaruh terhadap aspek-aspek yang membangun negara dan kekuatan masyarakat. Fenomena ini mudah kita amati dalam realitas sejarah.

Bangsa yang maju adalah bangsa yang kualitas moral, intelektual, dan fisikal rumah tangga para pemimpinnya bagus, lalu diteruskan pada kehidupan rumah tangga rakyatnya. Para psikolog keluarga menekankan bahwa betapa pentingnya peristiwa pernikahan sebagai institusi yang tak sekedar lembaga yang mempersentuhkan manusia hanya secara fisik tetapi, aspek-aspek emosional, dan hubungan batin antara suami istri lebih penting.

Pernikahan merupakan peristiwa yang membawa implikasi perubahan hidup yang sangat besar bagi kepribadian seseorang. Hal ini di tunjukkan karena banyaknya pertimbangan baru berkaitan dengan tempat tinggal, pembagian peran antara suami-istri, hubungan dengan mertua dan saudara, jumlah anak yang diinginkan, dan bagaimana gambaran ideal masa depan keluarganya. Belum lagi gelombang pasang surut biduk kehidupan rumah tangganya.

Dalam membentuk sebuah keluarga di perlukan kepribadian yang memadai dari masing-masing individu. Karena dalam pernikahan sebenarnya adalah pertemuan karakter yang berbeda-beda dari yang berbeda mestinya di tengahi oleh kebijaksanaan dalam melihat atau menerima satu sama lain. Bias ketidaksepahaman dalam keluarga juga sangat berbahaya apa lagi jika disertai dengan pemaksaan seperti kekerasan dalam keluarga. Sebaiknya setiap individu sebelum menuju jenjang pernikahan ada aspek yang perlu menjadi pertimbangan yaitu kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam memilih pendamping. Artinya, ini salah satu dasar untuk menekan resiko konflik besar yang kemungkinan berefek pada perceraian suami-istri.

Tak dipungkiri Muhammadiyah sebagai lokomotif kebangsaan yang berjuang di ranah keagamaan, sosial, politik, dan pendidikan tentunya menekankan setiap kadernya untuk menjujung tinggi asas keluarga yang merujuk pada konsepsi keluarga Muhammad SAW. Muhammadiyah memiliki lembaga kepemudaan yang banyak berkontribusi melahirkan kader terbaiknya. Salah satu Ortom tersebut adalah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, berawal dari sebuah organisasi di kampus seorang Immawan dan Immawati memilki tanggung jawab terhadap agama, bangsa, dan negara wujud implikasinya berupa keterlibatan diberbagai bidang seperti sosial, politik, dan pendidikan.

Prosedur kekaderan di IMM terutama di bidang Immawati sangat berperan penting dalam membangun berbagai aspek dalam diri seorang Immawati semisal, aspek religiusitas, intelektual, dan pahaman mengenai pendidikan, sosial, dan politik mewarnai perjalanan setiap Immawati yang melewati prosedur kekaderan di IMM. Tugas selanjutnya adalah Immawati harus sanggup mentranformasikan gagasan yang ia dapatkan selama berproses di IMM dan di wujudkan dalam keluarga. Nah, dari lembaga keluarga tersebut akan berimplikasi juga terhadap stabilitas dan ketahanan keluarga. Dari lembaga keluarga Immawati turut andil dalam perannya sebagaia tiang negara. Ia turut aktif menjaga ketahanan keluarga nasional.

Lalu, aspek apa saja yang harus dipenuhi seorang Immawati dalam dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga erat kaitannya dengan kesejahteraan keluarga (family well-being). Menurut Chapman (2000) ada lima tanda adanya ketahanan keluarga (family strength). Pertama, sikap melayani sebagai tanda kemuliaan. Kedua, keakraban antara suami-istri menuju kualitas perkawinan yang baik. Ketiga, orang yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten dan mengembangkan keterampilan, Keempat, suami-istri menjadi pemimpin dengan penuh kasih sayang. Kelima, anak-anaknya mentaati dan menghormati orang tuanya.

Kelima aspek tersebut adalah akses menuju ketahanan keluarga. Dramaturgi kekaderan di IMM setidaknya bisa menjadikan keluaran seorang Immawati dapat mengaplikasikan nilai yang dijadikan capaian dalam ketahanan keluarga. Kekuatan keluarga berada diantara jiwa altruism antara anggota keluarga dengan berusaha melakukan sesuatu untuk yang lain, melakukannya secara kolektif, terjadinya keseimbangan antara peran sosio-biologis. Kesimpulannya Immawati selalu berada di persimpangan antara kesepian, kerinduan, dan kenangan dan ia menanti hadirnya lelaki bijak yang menghiasi hidupnya.

 

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply