Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Indonesia Di Tengah Jejaring Kapitalisme Global

×

Indonesia Di Tengah Jejaring Kapitalisme Global

Share this article

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole

Ketika memasuki abad ke-21, momentum-momentum kapitalisme global semakin mencekam. Hal tersebut, terwujud dalam sistem kolektif bernegara demokrasi-secara faktual dan gradual-mengalami deformasi, baik forma maupun berdasar kriteria khas tertentu. Fenomena ini menunjukkan dinamika yang kompleks, mengenai apa sebenarnya yang terjadi . Globalisasi yang merupakan representasi dari neo liberalisme-sebagaimana perlakuan-perlakuan besar  negara sekutu serta adikuasa dunia Amerika Serikat-yang membawa berbagai propaganda di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai macam transformasi ideologi, politik dan ekonomi yang dilakukannya, pada gilirannya menyentuh sikap surplus terhadap  komplementer hasil-hasil teknologi.

Diskursus atas problematika ini tentu memberikan sensitifitas terhadap paradigma manusia, untuk menelaah kembali akar  persoalan kapitalisme dan globalisasi. Secara otomatis, pemahaman feodalisme digelitik kembali untuk mecapai suatu keterkaitan permasalahan-permasalahan yang definitif tersebut. Ketidakmungkinan kita kembali untuk hidup dalam zaman feodal sebagaimana pada masa 800-1000 atau se-masa 1000-1250 M sejak para raja dan bangsawan menguasai tanah dengan membawahi para lord atau petani bebas untuk mengontrol ladang atau tanah-tanah yang dimiliki oleh raja, hal ini akibat daripada penyerbuan besar-besaran para perompak Arab ke Perancis dan Italia Utara pada saat itu. Sehingga raja mengupayakan kekuatan-kekuatan yang signifikan. Dalam mempertahankan wilayah tersebut.

Dalam konteks ini, perlakuan raja tersebut bila dibandingkan dengan kejadian pada masa kini, tak jauh berbeda. Namun, dasarnya ialah perkembangan dari para raja feodal menuju pada penguasaan kaum hartawan terhadap bangsawan feodalistk. Terus  berlanjut hingga berakhir masa feodalistik. Dan beralih kepada masa ke-emasan kaum hartawan.

Semenjak tiga tokoh populer terkenal peletak dasar kapitalisme. Martin Luther, Benjamin Frengklin dan Adam Smith. Menurut Nur Sayyid Santoso Kristeva, M.A. (2015) mengatakan  sebagai peletak dasar teosofik ialah Martin Luther, Benjamin Frengklin sebagai pelatak dasar filosofis dan Adam Smith sebagai peletak dasar ekonomis. Ketiga eksponen itu telah mampu mempertahankan konsep itu, dalam waktu tempo yang lama. Sehingga dapat berpengaruh pada negara besar di dunia,  dalam hal ini Amerika Serikat  beserta sekutunya. Telah mengalami degradasi moral, ketamakan–baik ekonomi, sosial, politik, budaya dan teknologi—individualisme serta despotisme. Kegaduhan dan kekhawatiran yang dirasakan sangat membahayakan dari cara berpikir kapitalis, yang menyelinap ke dalam pemikiran-pemikiran masyarakat khususnya negara berkembang .

Sesungguhnya hal inilah yang harus diupayakan secara semestinya yakni berada dalam posisi kesadaran diri bangsa, kesadaran bernegara dan kesadaran berideologi.

INDONESIA DAN IDEOLOGI

Secara prinsipil kita diakui sebagai warga negara Indonesia jika berada di wilayah Indonesia, sebagai rakyat Indonesia, dan mengikuti setiap kebijakan dan hal-hal ikhwal dari pemerintah. Sebagaimana pula pemerintah harus mengikuti dan mendukung setiap hak warga negara. Indonesia adalah salah satu negara yang hidup dengan Ideologi sendiri, cita-cita (Welthanscaung), pandangan hidup (groundslagh). Ideologi perjuangan, ideologi Nasionalis dan Humanis hal itu terejawantahkan dalam pancasila. Jika Indonesia berideologi maka pancasila menjadi ideologinya.

Namun, dalam kurun waktu secara perlahan-lahan konsep ideologi tersebut. Belum sepenuhnya terlaksana atau terimplementasi dalam kehidupan ini dan ideologi itu pula secara perlahan mengalami degradasi, sebab, entah belum dijiwai nilai-nilai falsafahnya atau sebaliknya mengetahui namun lebih mengupayakan individu kepentingan semata. Apa konsekuensinya terhadap negara ini, banyak hal utamanya kelemahan serta menjadi kendala. Sehingga, membuka ruang bagi globalisasi dan kapitalisme menyerang berbagai aspek-aspek yang pada gilirannya memberikan jarak pemisah antara identitas bangsa dan ideologi tersebut. Aspek-aspek yang kemungkinan berorientasi terhadap ekonomi perdagangan bebas, politik demokrasi kapitalis, dan transformasi budaya.

GOBALISASI DAN PERDAGANGAN BEBAS

Peranan ekonomi global muncul sejak negara-negara memperkuat aspek domestiknya, baik aspek keuangan dan kukuatan percaturan politiknya. Sebab, dengan  demikian negara (state) dapat leluasa berperan secara mandiri dalam percaturan global khususnya ekonomi politik. Menurut Peter H. Lindert (1994) Negara dapat menggunakan kebijakan-kebijakan, yaitu kebijakan memakai mata uang sendiri, keputusan menjalankan embargo perdagangan, kebijakan fiskal, serta undang-undang mengenai kewarganegaraan dan status kependudukan. Hal ini dapat mendukung kekuatan suatu negara sehingga berada di atas persaingan. Akan tetapi tidak selamanya power seperti itu dapat bertahan hingga periode yang berkepanjangan. Sebab, suatu negara akan mengalami surplus. Dan hal ini pernah terjadi di Amerika serikat. Setelah pasca perang dunia ke-II ekonomi negara Amerika Serikat berada di puncak keberhasilan menggantikan ekonomi Inggris sebelum perang dunia I dan II. Sehingga, Amerika Serikat mengalami surplus barang-barang produksi baik industri maupun ekonomi.

Oleh karena itu, pertemuan secara besar-besaran ahli ekonomi dan politik dilakukan untuk membahas keberlangsungan produksi dan ekonomi Amerika Serikat ke depan, bertempat di Bretton Woods, Amerika Serikat. Dan upaya mendasar ialah mempertemukan Amerika Serikat dengan Negara-negara saing dagangnya sehingga mampu bersaing atau berkompetisi (istilah yang dipakai pada masa MEA).

Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan bantuan melalui lembaga World Bank, IMF yang dibentuk pada masa 1940-an dengan agenda politik internasional tertentu. Menurut Nur Sayyid Santoso Kristeva (2015), World Bank berfungsi sebagai pengucur pinjaman berbunga rendah bagi proyek-proyek pembangunan di berbagai negara untuk memajukan ekonominya, sedangkan IMF berfungsi sebagai lembaga yang memberikan pinjaman bagi negara yang kesulitan dalam neraca pembayaran luar negerinya. Tentu, hal ini pada gilirannya mendorong negara-negara berkembang—istilah yang sering dipakai oleh Antonio Gramsci sebagai negara dunia ketiga—menuju progres ke arah ekonomi khususnya dan development pada umumnya.

Amerika Latin, Meksiko dan sekitarnya pun mendapatkan sodoran dari agenda besar Amerika Serikat tersebut. Apabila sudah maju pembangunan-pembangunan negara keterbelakangan tersebut maka, Amerika Serikat dapat kembali menemukan lawan saing dagangngannya.  Amerika, Kanada dan sejumlah negara lainnya sudah menerapkan kebijakan yang unik dari sudut pandang ekonomi Internasional (globalisasi).

Tendensi dari ragam hal tersebut  dapat berimplikasi pada peranan globalisasi secara ekstensif. Hal tersebut dapat juga berlaku bagi negara-negara keterbelakang, berkembang maupun negara sudah maju. Globalisasi merupakan asal kata dari global dapat diartikan sebagai dunia. Namun, pengertian lain dapat menunjukan suatu korelasi yang sama. Globalisasi adalah kata lain daripada neo-liberalisme. Maksudnya, ialah suatu masyarakat dalam saling keterhubungan dalam berbagai aspek atau bidang yakni politik, ekonomi, sosial dan budaya.

 

Penulis adalah mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Karya Dharma Makassar. Dan Penggiat Belajar Filsafat.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply