Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Intelektual Kolektif (Bag.3)

×

Intelektual Kolektif (Bag.3)

Share this article

Oleh : Saifuddin Al-Mughny

Intelektual Kolektif


Dalam forum debat yang diadakan Modern Language Association (MLA) desember 1999. Bourdieu prihatin dengan kondisi yang di hadapi intelektual. Pada masa yang menghembuskan sebuah ideologi neoliberalisme, tatanan dunia menjadi kian komersial. Bersama dengan munculnya kekuatan media massa, terjadi hubungan haram antara kekuatan politik, ekonomi dan jurnalistik. Apa yang terjadi kemudian; teknokrat, banker dan CEO perusahaan lebih mempunyai kekuatan menentukan kebijakan dan arah politik dunia.Sementara intelektual semakin kehilangan derajat kemandiriannya—bahkan di arena yang mereka tempati sendiri.

Intelektual kian dipinggirkan dalam pembahasan kebijakan publik. Intelektual tak punya daya untuk mendororong sebuah kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik.Singkatnya, intelektual sudah tidak lagi memiliki kemandirian. Menghadapi kenyataan semacam itu, Bourdieu menawarkan sebuah gerakan untuk mengembalikan otonomi intelektual yang tengah terancam oleh kekuatan politik dan ekonomi yang disokong oleh kekuatan media massa. Gerakan itu disebutnya dengan nama Collective Intellectuals (Intelektual Kolektif) sebagai jawaban Bourdieu atas peryataan bagaimana intelektual menghasilkan penemuan cara baru dalam berpolitik menghadapi tantangan zaman.

Ide intelektual kolektif berbeda pengertian dengan total intellectuals milik Sartre atau specific intellectuals Foucault. Dalam pandangan Sartre intelektual punya tanggung jawab  selalu terlibat disemua problema sosial sementara Foucault melihat bahwa ada keterbatasan intelektual dalam keterlibatan disemua problem sosial, menurut Foucault intelektual harus terlibat dalam persoalan sosial sesuai  kompotensi dan pengalamannya. Intelektual kolektif  merupakan intelektual model baru yang sudah tidak lagi melihat batas-batas.Model intelektual ini merupakan gerakan intelektual lintas budaya, bangsa dan negara, organisasi internasional multi disipliner. Dengan arus berpikir semacam itu intelektual kolektif mendesakan dua hal.

  1. Intelektual kolektif menentang asumsi biasa dalam produksi  pemikiran intelektual bahwa kerja intelektual dimaknai sebagai kerja individual. Penentangan itu dimaksud untuk melawan tradisi sklolastik yang memisahkan individu dan masyarakat,antara teori dan praktik. Dengan demikian, intektual kolektif berbeda dengan model intelektual selebritis, yang menempatkan dirinya sebagai intelektual publik dan sebagai pusat produksi  pengetahuan atau wacana.
  2. Berpikir tentang intelektual kolektif berarti menempatkan intelektual dalam term jaringan stuktur, saling hubungan, kerjasama dan hubungan solidaritas ketika memperjuangkan satu persoalan yang meminggirkan hak-hak publik. Perjuangan intelektual kolektif mensyaratkan pada adanya kajian ilmiah yang menyeluruh tentang  suatu persoalan yang dibela dan melakukan advokasi atas persoalan itu. ”Kombinasi akademis dan komitmen,” kata Bourdieu.

Intelektual kolektif merupakan gerakan bersama para intelektual disegala bidang sebagai gabungan dari beragam kualifikasi dan bakat intelektual. Masing-masing intelektual,mempunyai kompetensidan kapabilitas yang spesifik bekerja sama memperjuangkan kebebasan dunia dari segala tekanan. Intelektual kolektif bukan merupakan organisasi monolitik tersentral, bukan organisasi yang mempunyai kerangka hierarki yang baku.

Gerakan ini merupakan organisasi yang memiliki sruktur besar, jaringan informal dan tidak terkonsentrasi di satu pusat. Intelektual kolektif mengakomadasi bermacam aliran pemikiran, perspektif dan cita-cita, mengutamakan kemandirian intelektual sekaligus keterlibatan intelektual dalam dunia politik. Individualitas karya seorang intelektual sangat diutamakan dalam gerakan ini.Karya yang sangat menekankan sifat esoterik dan dibangun dengan argumen yang ketat. Karya itu juga merupakan pencarian jawaban atas problem-problem yang di hadapi intelektual disetiap arena yang mereka tempati. Melalui karya–karya tersebut, intelektual membangun komunikasi dan menjalin interaksi melalui tiga karakteristik.

  1. Intelektual kolektif merupakan gabungan beragam intelektual dengan berbagai kompetensi dan otoritasnya. Keberadaan dari gerakan ini bukanlah sebatas gabungan modal simbolis yang dimiliki masing-masing intelektual, melainkan juga jalinan saling kontrol antara intelektual yang tergabung di dalamnya.
  2. Jaringan intelektual yang luas. Hal ini dikarenakan intelektual kolektif bersifat lintas budaya, bangsa dan negara.
  3. Intelektual kolektif mempunyai keutamaan nilai yang dijunjung bersama, yakni pembelaan pada otonomi dan tidak memikirkan keuntungan pribadi. Intelektual kritis terhadap dirinya,” kritis terhadap tindakan yang diarahkan oleh pencarian keuntungan akan popularitas.”

Bagi Bourdieu, tanpa bergerak dan bekerja bersama, politik di tingkat nasional maupun transnasional akan tanpa arah dan tanpa harapan positif di masa depan. Bourdieu menaruh kekhawatiran bahwa otonomi intelektual akan semakin lemah di kemudian hari dan semakin lemahnya otonomi intelektual berarti semakin tidak jelas kaadaan dunia yang melingkupi intelektual. Bourdieu menyadari membangun intelektual kolektif akan menghadapi rintangan. Akan banyak kontradiksi yang muncul dalam menghadapi suatu persoalan. ”Sejujurnya saya percaya intelektual belum siap untuk itu (intelektual kolektif,-penj) saat ini,” Kata Bourdieu. Hal ini terbukti masih ada sebagian intelektual yang menyokong kekuasaan dengan menggunakan ’otoritas’ yang dimiliki.


Satu dari berbagai tantangan yang menghadang untuk membangun gerakan intelektual kolektif adalah adanya salah pengertian dalam pertukaran ide. Menurut Bourdieu, sering kali intelektual melihat dirinya sebagai pemikir yang kosmopolit tapi mempunyai kecendurungan bertindak sempit. Intelektual sangat sulit berkomunikasi dengan intelektual lain apalagi intelektual dari negara lain (yang tentunya berkarya dengan menggunakan bahasa negaranya).

Intelektual,seringnya lebih tertarik pada perspektif yang dipunyai dan yang berdekatan dengan lingkungan pergaulannya. Intelektual terlalu  tergesah-gesah menafsirkan kesimpulan yang diajukan intelektual negara lain dengan orentasi lingkunganya dan hubugannya dengan kondisi dasar yang sangat dikenalnya. Keadaan ini menjadikan intelektual mengabaikan penilaian perspektif lain dalam penerapan dan mengubah keadaan yang telah diniatkan oleh intelektual.

Menghadapi keadaan  demikian, intelektual harus membangun penilaian ilmiah dan mengubah proses pembentukan pengetahuan yang membutakan intelektual. Hal itu mulai kajian terhadap  sistem pendidikan dibanyak negara, termasuk mengkaji perspektif yang dominan di sekelompok intelektual dalam level lokal. Ditingkat praksis, intelektual  melakukan evaluasi terhadap praktik rutin dari editor penerbit dalam menyediakan materi akademis lintas negara.


Bagi Bourdieu, pembentukan komunikasi lintas negara lebih efektif membangun kesadaran akan ancaman terhadap otonomi intelektual. Melalui komunikasi,  intelektual kolektif lebih solid menjalankannya. Pertama; fungsi negative (defensive), melakukan kritik terhadap perspektif atau ilmu pengetahuan yang digunakan intelektual dalam melihat realitas. Berdasarkan kritik tersebut, intelektual berkarya untuk mencari cara guna membela otonomi intelektual dan dunia dari dominasi wacana kekuasaan. Kedua; positif (constructive),  memberikan sumbangan penemuan baru bagi kerja kolektif sebagai tawaran alternatif atas model pembentukan dunia yang di rancang oleh kekuatan eksternal yang mengancam otonomi intelektual dan meminggirkan banyak manusia.

Selesai

Baca juga Intelektual Kolektif (Bag.1): https://khittah.co/intelektual-kolektif-bag-1/5076/

Intelektual Kolektif (Bag.2) : https://khittah.co/intelektual-kolektif-bag-2/5106/

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply