Oleh: Muh. Ikhwan
KHITTAH.CO – Opini. Mereka dinina bobokkan dengan gadget, gadget seperti tuan dan puang bagi pelajar.
Saya mungkin punya pandangan yang subjektif terhadap pelajar hari ini. Mereka apatis, hedonis, membiarkan nalar berpikir mati dari kungkungan gadget. Mereka sangat sedikit yang mau berpikir tentang bangunan masa depan. Diantaranya mereka lebih cenderung pada zona nyaman, hiburan, main, dan segala perilaku apatis lainnya.
Aktivitas pelajar sangat dibatasi oleh permainan game, belajar adalah persoalan kedua yang tidak terlalu peting diperhatikan. Disekolah misalanya, disaat waktu belajar ada-ada saja siswa yang terkadang diam-diam mencuri kesempatan untuk main game. Seolah-olah seperti sedang belajar melalui gadget, padahal yang dilakukan adalah membuka aplikasi yang dapat membatasi aktivitas belajar. Beberapa kasus siswa yang sedang main game diruang kelas sering diungkapkan oleh para guru diberbagai sekolah.
Kasus diatas terjadi diruang lingkup sekolah, bagaimana jika diluar yang tidak dilakukan pengawasan secara tersistem yang tidak memiliki aturan-aturan pembatasan. Para generasi muda yang tidak lagi terkontrol secara institusi, mereka punya kebebasan mengakses apapun didalam gadget. Peran Orang tua menjadi sangat penting, tetapi apakah orang tua mampu menjamin dapat melakukan control selama 24 jam tentang bagaimana aktivitas anak didunia maya melalui gadget.
Lihatlah kondisi pelajar hari ini, apakah ada jaminan masa depan yang lebih cemerlang. Sementara mereka lebih banyak disibukkan dengan gadget (game) yang tidak jelas orientasi masa depannya. Masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh generasi hari ini, pelajar dan mahasiswa sebagai kaum terdidik, pemikir, adalah tonggak peradaban masa depan. Lalu, mereka bisa apa?
Mari kita lihat serta saling mengevaluasi, situasi dan kondisi pelajar kita hari ini! kita semua punya tanggung jawab secara moral, orang tua, guru, dan termasuk lembaga yang terinstitusi secara struktural. Adakah upaya-upaya pembatasan masalah penggunaan gadget (game)? atau kita melakukan pembiaran? atau Jangan-jangan kita menjadi spectrum maraknya game online/ofline secara berlebihan?
Pandangan ini sesungguhnya berangkat dari fenomena game online/ofline para pelajar siswa/i diberbagai sekolah. Sekalipun juga terjadi dikalangan mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Maka saya berharap, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai lembaga yang terinstitusi mampu hadir. Mengamati serta mengkaji lebih jauh dampak-dampak yang ditimbulkan, dan mampu memberi solusi terhadap situasi problematik.
Spirit Gerakan Ilmu Ikatan Pelajar Muhammadiyah harus mampu mewarnai pemikiran pelajar agar tidak terjebak pada perilaku apatis dan hedonis yang masa bodoh dengan situasi. Perkembangan dunia digital sangat penting menjadi perhatian Lembaga-lembaga sosial, dampak-dampak arus digitalisasi harus mampu dibatasi dengan upaya mengedukasi para pelajar. Berupaya menutup ruang-ruang negativ dari pengaruh dunia digital dengan hal-hal postif. Diskurus ini akan menjadi sangat penting pada setiap kajian-kajian kontemporer IPM. Sebab, berbagai pelajar disekolah menjadi tanggung jawab moral secara kelembagaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penguatan konsep diri dan berbagai model diskursus lainnya yang edukatif.
Jika hal ini tidak menjadi perhatian serius, justru akan mempengaruhi regenerasi kepemimpinan masa depan organisasi. Kita tidak ingin melahirkan kader-kader apatis dan hedonis terhadap Lembaga. Kita berharap Lembaga ini akan tetap kokoh dengan sumber daya yang berkualitas, menjadi kiblat para Lembaga lain dalam melahirkan anggota yang siap berdaya saing diberbagai level kehidupan.
Maka IPM harus hadir mewarnai para pelajar, dan menjawab segala problematik dan menhadirkan solusi yang konstruktif untuk kemajuan masa depan bangsa dari tangan pelajar hari ini.
Nun, walqalami wamayasturun.
Penulis adalah ketua Ranting IPM Balassuka periode 2014-2015.
Wassalam, Gowa, Sulsel. (5/12/20)