Oleh : Asran Salam
(Koordinator JIMM Palopo)
JIMM bukan sekadar akronim dari Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah. JIMM adalah letupan. Ia adalah gelora pemikiran Islam. Yang tergabung dalam JIMM, anak-anak muda Muhammadiyah yang menarik sejarah awal vMuhammadiyah—fase KH Ahmad Dahlan sebagai sebuah inspirasi. Sebagai titik epistem yang kemudian diterjemahkan dalam konteks kekinian.
Teologi al-Ma’un dan Penolong Kesengsaraan Omoem yang digagas KH Ahmad Dahlan, dianggap sebagai dasar pijak teologis yang begitu penting, sebab ia idealisme Islam yang berkhidmat dalam rangka menolong siapapun yang sengsara. Inilah refleksi historis kelahiran JIMM. JIMM lahir dan tumbuh dari rahim pemikiran Muhammadiyah itu sendiri. Pada titik itu, JIMM tak selayaknya disebut kaum mudah Muhammadiyah yang menternakkan pemikiran liberal di Muhammadiyah. Pemikiran JIMM bukanlah sesuatu yang didatangkan dari belahan lain. Di impor dari luar kemudian dipaksakan masuk ke dalam tubuh Muhammadiyah seperti racun yang kelak akan membunuh Muhammadiyah.
JIMM menganut paradigma Islam Progresif. Islam yang tafsirkan sebagai dasar dalam melakukan liberasi sosial bukan hanya sekadar liberasi individual. Program utama JIMM bukanlah liberalisasi agama, tetapi agama untuk liberasi sosial kemanusiaan. Islam sebagai gerakan emansipatoris. Islam yang bertindak dalam menolong kesensaraan umum. Mendorong terciptanya keadilan sosial. Islam yang memihak kepada kaum yang terpinggirkan (termarjinalkan). Islam Progresif dalam istilah Moslim Abdurrahman, adalah Islam Transformatif pada dasarnya adalah sebuah impian teologis, yakni bagaimana agar makna agama bisa diperebutkan oleh mereka yang terpinggirkan, bukan dalam adu otoritas tentang siapa yang boleh menafsirkan dan tidak boleh menafsirkan makna suci, tetapi bagaimana Islam boleh menjadi ruh pembelaan bagi mereka yang sengsara tatkala mereka yang menindas dengan kekuasaannya juga menggunakan pembenaran agama yang sama.
Dalam pendakuan Hasnan Bachtiar Dkk, (20015) bahwa Isu-isu kemanusiaan kontemporer yang sedang dirayakan dengan riang gembira, seperti pluralisme, multikulturalisme, nasionalisme kebangsaan (pribumisasi, nasionalisasi) dan juga kosmopolitanisme diterima seluruhnya oleh JIMM, namun dalam cita rasa yang khas, yang menekankan pada esensi pemikiran sosial kritis (sosialisme-humanis). Dalam benak JIMM, paham-paham yang memberikan ruang “kebebasan” yang lebih leluasa pada keniscayaan keberbedaan (subjek, kebiasaan, tradisi, adat, agama dan kultur), harus memiliki kaitan langsung terhadap siapa saja yang termarginalisasikan secara sosial. Seseorang atau sekelompok orang yang pluralis, multikulturalis, nasionalis, pribumi dan kosmopolitanis, tiada artinya apabila acuh terhadap perkara-perkara penderitaan yang dialami oleh kaum mustad‘afîn.
Ahmad Syafii Maarif, dalam tulisannya menjelaskan, kebebasan dan pembebasan sosial harus berjalan beriringan demi mewujudkan cita-cita Islam yang luhur, yakni mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Berdasarkan gagasan kritis ini, JIMM mengambil posisi untuk menolak segala bentuk keagamaan fundamentalis-literalis-skriptualis, revivalis, esktrem dan radikal. Selain itu, JIMM juga mengambil jalur lain dengan melawan pemikiran liberal tanpa liberasi sosial (neoliberal), kapitalis, komunis, neoimperialisme dan kolonialisme.
Untuk mempermudah gerakan, JIMM menurunkan sebuah metedologi untuk membaca zaman. Membuat Islam tetap kontekstual dengan kemajuan zaman. Metodologi kemudian yang kenal sebagai pilar JIMM. Ada tiga pilar JIMM yang dirumuskan oleh Moeslim Abdurrahman : Hermeneutika, ilmu sosial kritis, dan gerakan sosial baru. Hermeneutika adalah perangkat analisis untuk menciptakan reproduksi makna atas wahyu Ilahi yang termaktub dalam al-Quran. Dengan demikian, makna-makna baru dapat dikontrol dengan refleksi al-Quran. Ilmu sosial kritis, menjadi perangkat baca terhadap praktik-praktik hegemonik kekuasan yang menciptakan penindasan.
Gerakan sosial baru, berangkat dari cara berteologi yang baru—berbeda dengan teologi formal. Berteologi yang baru dimaksud kerja teologis menjadi pedagogis yang berwatak pembebasan. Contoh yang konkrit dalam Muhammadiyah adalah teologi al-Maun. Teologi yang memiliki capital on the move, media on the move, people on the move. Singkatnya, dengan mengutip Pradana Boy ZTF (presedium nasional JIMM), mengatakan bahwa JIMM berorientasi pada pembangunan intelektualisme di lingkungan anak-anak muda Muhammadiyah yang memihak keadilan sosial dan kemanusiaan, terutama bagi mereka kaum mustad‘afîn.
Nun, demi pena dan apa yang dituliskan
Deklarasi JIMM Palopo
Palopo, 11 Sepetember 2018