Oleh: Prof. Irwan Akib (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
KHITTAH.CO – Sejumlah Pejabat PT Pertamina (Persero) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang oleh Kejaksaan Agung. Para tersangka berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat sejak 2018 hingga 2023. “Berdasarkan alat bukti yang cukup, tim penyidik telah menetapkan tujuh orang tersangka terkait perkara ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Senin, 24 Februari 2025.
Ketujuh tersangka antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Berita tersebut hanya satu dari sekaian banyak perilaku aji mumpung yang berujung pada perampokan uang negara. Kita biasa menyaksikan pejabat pidato berapi-api namun di balik itu justru dia juga memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Jurus mabok aji mumpung telah memporakporakdakan negeri ini, kekayaan alam yang semestinya untuk kesejahteraan rakyat dan kemakmuran negeri justru dirampok dengan rakus oleh tikus-tikus berdasi.
Berita di atas dan berbagai perampokan negeri berbanding terbalik dengan pejabat yang memiliki integrtis dan amanah yang bertanggung jawab. Mantan Kapolri Jenderal Hoegeng yang dikenal sebagai polisi bersih misalnya, dalam suatu kisah dari sekian banyak keteladanan beliau diceritakan oleh anaknya yaitu Didit dalam buku ”Hoegeng Polisi dan Menteri” menjelaskan, saat itu untuk membantu perekonomian keluarga saat Hoegeng masih lontang-lantung, Meri berjualan bunga di Pasar Cikini.
“Waktu itu, Papi yang sebelumnya masih lontang lantung. Mami membantu dengan berjualan Kembang di Pasar Cikini. Karena laris, mami bisa membuka toko kembang. Didit yang membantu mengirimkan pesanan bunga dan kembang tersebut ke pelanggan-pelanggan,” ujarnya. Didit juga menerangkan Hoegeng lantas meminta istrinya menutup toko bunga tersebut saat diangkat menjadi Kepala Jawatan Imigrasi Indonesia.“
Namun, ketika papi diangkat jadi Kepala Jawatan Imigrasi. Mami diminta menutup toko bunga tersebut. Alasan papi, kalau mami masih buka toko bunga, nanti relasi papi akan banyak yang membeli bunga ke toko mami. Itu tidak baik bagi papi saat menjalankan tugas. Mami dengan suka rela menutup toko bunganya itu.” Jelas Didit.
Cerita tentang Jenderal Hoegeng hanyalah satu kisah dari sekian banyak keteladanan beliau, alih-alih memanfaatkan kesempatan untuk membesarkan usaha istrinya, justru dia meminta istrinya menutup toko bunga yang sudah ada sebelum Hoegeng menjabat, dengan dalih bahwa bisa jadi anak buahnya ada membeli bunga di situ bukan karena suka tetapi karena itu toko milik istri Hoegeng. Beliau tidak ingin memanfaatkan jabatannya untuk kepetingan pribadi dan keluarga,. Beliau tidak aji mumpung, bukan penganut jurus mabok aji mumpung.
Kisah lain orang datang dari buya Syafii, diceritakan oleh salah seorang kader Muhammadiyah bahwa selama menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii mendapatkan dukungan finansial dari beberapa pengusaha Muhammadiyah untuk mendukung mobilitasnya, terutama jika ada undangan mendadak dari berbagai daerah. Uang yang diterima Buya itu digunakan untuk membeli tiket pesawat, penginapan, serta sumbangan untuk pengurus daerah, wilayah, atau amal usaha yang dikunjungi.
Suatu ketika, beberapa minggu menjelang Muktamar Ke-45 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) 2005, salah satu pengusaha bercerita bahwa Buya Syafii menyerahkan laporan secara lengkap soal uang sumbangan itu. Di laporan itu, Buya menuliskan tanggal berapa saja diterima, jumlahnya berapa, dan total uang yang diterima.
Lalu, ada juga perincian pengeluaran: tanggal berapa pergi ke mana, harga tiket berapa, biaya penginapan, serta amplop tinggalan ke daerah. Dari laporan itu, ternyata masih ada sisa uang kira-kira sembilan belas juta. Pengusaha itu bercerita bahwa Buya bertanya, sisa uang itu harus dikembalikan ke mana. Pengusaha itu setengah tidak percaya. Ia bahkan tidak pernah menghitung uang yang diberikan ke Buya, tapi malah Buya yang mencatat lengkap.
”Aji mumpung”. Yaitu mumpung jadi pejabat maka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Mumpung sedang memegang kendali kekuasaan, maka orang-orang yang tidak disukainya disingkirkan. Sikap aji mumpung seperti itu jelas merupakan sikap yang sangat tercela, dan cepat atau lambat akan merugikan dirinya dan orang lain, bahkan masyarakat luas. Sebab di dunia tidak ada yang abadi. Semuanya akan menemui keruntuhan atau kejatuhan, dan sangat sedikit orang-orang yang mampu menyelamatkan dirinya.
Lalu bagaimana akademisi dan pejabat kampus. Apakah terbebas dari jurus mabuk aji mumpung ini. Sebagai akademisi dan pejabat kampus semestinya hal tersebut tidak terjadi. Karena sebagai akademisi walaupun menjabat mereka memiliki integritas yang tinggi, namun fakta berkata lain. Tidak sedikit berita bernada jurus mabok aji mumpung juga terjadi di kalangan akademisi, apa lagi pejabat kampus.
Misalnya, mumpung jadi ketua prodi, gunakan kesempatan memperbanyak mata kuliah yang berujung pada koin, mumpung jadi ketua prodi memperbanyak anak bimbingan melebih kapasitas sehingga kualitas mengajar dan membimbingnya tidak memenuhi standar. Karena, seyogyanya sebagai ketua prodi dan pejabat struktural lainnya memiliki tugas untuk menata prodinya, menata fakultasnya, dan atas jabatan tersebut mereka sudah dihargai dengan nilai sks tersetentu dan telah mendapat tunjangan sebagai pejabat struktural. Belum lagi, kita juga sering mendapatkan berita penjabat kampus memanfaatkan jabatannhya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
Kalau kampus yang di dalamnya bernaung akademisi yang seharusnya menjadi garda terdepan menjaga moral bangsa juga menggunakan jurus mabok aji mumpung, Lalu siapa lagi yang akan menjaga negeri ini dari kerusakan akibat jurus mabuk aji mumpung?????
Mari kita bertanya pada diri masing-masing dan merenungkan ke mana negeri ini akan dibawa. Akankah kekayaan negeri ini akan terus kita biarkan dirampok oleh tikus-tikus berdasi yang berkantor di gedung megah, semantara sebagian besar anak-anak negeri ini bergelut dengan kerasnya hidup hanya untuk sesuap nasi?
Lalu bagaimana pula suara-suara jernih dari kampus bisa terdengar kalau penghuninya sendiri melakukan praktik-praktik jurus mabok aji mumpung…
Jeritan Nurani