(Catatan Jelang Musyawarah Daerah ke-25 IPM Kota Makassar)
Oleh: M.N. Alamsyah Shahib T.
(Ketua Umum IPM Kota Makassar)
Ikatan Pelajar Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi yang berbasiskan pelajar ini tertuang jelas dalam anggaran dasar IPM pada pasal 8 Bab IV. Sebagai sebuah organisasi pelajar IPM sudah terbilang tua, pasalnya tahun ini IPM genap menginjak usia 55 tahun pada tanggal 18 Juli 2016.
Di usia yang sudah terbilang tua, IPM telah banyak ikut andil dalam setiap pembelaan hak-hak pelajar maupun pemberdayaan potensi pelajar. Kehadiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini tidak terkhusus untuk pelajar-pelajar muhammadiyah saja melainkan hadir untuk seluruh pelajar-pelajar yang ada di Indonesia.
Di dalam Anggaran Dasar IPM pasal tiga (3) dijelaskan juga bahwa Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah Organisasi Otonom Muhammadiyah, merupakan gerakan islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dikalangan pelajar, beraqidah islam dan bersumber pada Al-qur’an dan As-sunnah Al-maqbulah.
Ini menegaskan bahwa kehadiran IPM juga sebagai alat dakwah muhammadiyah dikalangan pelajar. Dakwah yang menyeruhkan kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran dikalangan pelajar. Sungguh ini merupakan amanah yang berat bagi kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
“Iman itu kadang naik dan kadang turun”, demikianlah juga IPM. Ada masa ketika IPM berada pada masa kejayaannya juga ada masa dimana IPM berada pada masa kemundurannya.
Banyak hal yang dapat mengakibatkan ini terjadi, namun struktural pimpinan IPM memiliki kewajiban untuk menjaga posisi eksistensi IPM berada pada posisi kejayaan (golden). Oleh karena itu Pimpinan IPM harus pandai membaca dan memahami SWOT yang dimiliki Ikatan Pelajar Muhammadiyah untuk dapat tetap eksis melakukan agenda-agenda aksinya.
Di usia IPM yang sudah melewati setengah abad ini, banyak tantangan yang harus dihadapi dan tidak jarang tantangan tersebut juga berasal dari internal IPM itu sendiri. Padahal seharusnya kita yang berada pada internal IPM hadir untuk menyelesaikan masalah bukan malah kita yang menghadirkan masalah tersebut pada Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Inilah yang kemudian melatarbelakangi penulis mengangkat judul “Kader Berintegritas Sebagai Manifestasi Pelajar Berkemajuan”. Penulis berasumsi beberapa kader yang ada hari ini, belum memiliki “integritas” pada dirinya sehingga banyak dari internal IPM (kader IPM) yang kemudian membuat eksistensi IPM mengalami kemunduran.
Hal ini tentunya menjadi pertanyaan besar, kenapa kemudian muncul kader yang tidak memiliki sikap integritas? apa yang salah sehingga hal tersebut dapat terjadi. Apakah proses kaderisasi di IPM yang perlu dibenahi ataukah dari individunya sendiri yang belum tuntas memaknai arti “kader” yang hakiki?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran. Menurut beberapa ahli integritas juga diartikan sebagai konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan.
Juga dapat diartikan lebih jauh sebagai sebuah konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Sikap inilah yang saat ini jarang kita dapatkan pada kader-kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah, padahal sikap ini harus adanya pada diri kader supaya kewibawaan itu bisa nampak pada IPM.
Lawan dari “integritas” adalah “hipokrit”. Hipokrit dapat diartikan munafik atau berpura-pura juga dapat diartikan tidak seimbangnya antara perkataan dan perbuatan. Saat ini tidak jarang kita menemukan kader IPM yang memiliki sikap hipokrit sehingga tidak jarang keluar ungkapan “kader IPM hebat membuat konsep tapi untuk pengaplikasiannya kurang bahkan tidak ada”.
Inilah yang kemudian menurut penulis sebagai masalah ataupun tantangan yang hadir disebabkan oleh kader IPM itu sendiri, jika sikap hipokrit itu tidak secara dini kita hilangkan pada kader IPM maka eksistensi IPM dalam membela hak-hak pelajar ataupun memberdayakan hak-hak pelajar hanya akan menjadi konsep belaka tanpa adanya aksi nyata dalam bentuk tindakan.
Menurut penulis lahirnya sikap hipokrit pada kader ataupun struktural pimpinan IPM merupakan penyakit yang sudah harus kita obati sebelum mendara daging. Penulis berasumsi adanya sikap hipokrit ini salah satunya disebabkan karena kurang tegasnya seorang kader, dan management waktu yang masih belum maksimal dikarenakan seringnya menunda-nuda tugas yang telah diamanahkan sehingga menumpuk, akibatnya penyelesaian tidak maksimal atau bahkan ada tugas yang tidak dilaksanakan.
Jika ini terus ada pada kader ataupun struktural IPM tentunya ini akan berdampak pada menurunyya wibawa IPM ataupun kepercayaan seseorang kepada IPM akan berkurang. Perlu dipahami bahwa jika seorang kader melakukan sebuah kesalahan dampaknya bukan hanya pada dirinya sendiri melainkan dampaknya juga mengikut kepada organisasi yang digeluti.
Oleh karenanya penulis menegaskan sikap integritas perlu ditanamkan dengan massif pada setiap kader sebagai salah satu solusi untuk membuat eksistensi IPM tidak mengalami kemunduran.
Kader Berintegritas menurut penulis merupakan manifestasi dari Gerakan Pelajar Berkemajuan. Gerakan Pelajar Berkemajuan adalah paradigma gerakan ilmu yang muncul dari tanfidhz Muktamar XVIII IPM di Palembang pada tahun 2012. Gerakan Pelajar Berkemajuan memiliki tiga ciri yaitu pencerdasaan, pemberdayaan, dan pembebasan. Untuk mewujudkan konsep gerakan tersebut tentunya perlu kader yang memiliki sikap integritas bukan kader yang memiliki sikap hipokrit.
(Baca juga:5 Kegagalan IPM)
Perlu disadari bahwa integritas merupakan pondasi dalam merancang kinerja yang optimal diseluruh aspek organisasi. Inilah yang menjadi pokok terbentuknya kerjasama yang solid dalam tubuh organisasi. Integritas tidak hanya menjadi pegangan bagi seorang pemimpin dalam bertindak, tapi juga bagaimana integritas itu totalitas bagi seluruh anggota dan bawahan, sehingga kebulatan akan terintegrasi dalam tujuan organisasi tersebut.
(Bersambung)