Oleh: Ermansyah R. Hindi*)
*) ASN Bappeda/Sekretaris PD Muhammadiyah Turatea Jeneponto
Beban dari bobot relasi produksi, konsumsi, pertukaran, dan distribusi tidak lagi menjadi suatu gaya berat, melainkan pergerakan pasar bebas, yang terus-menerus belajar pada keajaiban tubuh. Disamping modal, aliran benda-benda melintasi permukaan sebuah bom waktu, mengetatkan dan menfleksibelkan kembali sebuah mekanisme permintaan dan penawaran komoditas atau barang-kembali yang menempatkan relasi antara pembeli dan penjual.
Apa itu ‘manusia ekonomi’ (homo oeconomicus)? Manusia ekonomi lebih tepat dikatakan hanya sebuah konsep, bukan teori. Jika ada yang mengatakan tentang homo oeconomicus adalah teori tersendiri sesungguhnya juga merupakan teori yang bukan teori. Homo oeconomicus adalah bagian dari diskursus teoritis tentang ekonomi. Katakanlah, jika kita membicarakan uang, modal, perdagangan, produksi, konsumsi, distribusi, pasar, upah, laba, sewa, permintaan dan penawaran, tenaga kerja, efisiensi, inflasi, defisit hingga sistem keuangan internasional tidak lebih dari teori ekonomi. Kita mungkin dapat mengatakan, bahwa homo oeconomicus adalah ekonomi kreatif, tenaga kerja produktif, pasar kompetitif atau produktivitas. Homo oeconomicus masih mencari bentuk menurut ilmu ekonomi. Lalu, apa itu ilmu ekonomi? Ilmu ekonomi adalah studi tentang bagaimana orang-orang memilih untuk memanfaatkan sumber daya yang langkah, yang memiliki kemungkinan kegunaan, menghasilkan bermacam-macam komoditas dan mendistribusikannya diantara barang-barang yang berbeda (Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Economics, 1992, hlm. 10). Dapat dikatakan, bahwa manusia terlibat dalam setiap kegiatan ekonomi.
Bermula produksilah yang menciptakan selera, mimpi dan fantasi, ia tidak lagi merupakan bagian dari tahapan masyarakat untuk mencipta, mengambil dan membentuk produk alam atau sumber daya alam. Produksi adalah rangkaian peristiwa, tetapi juga merupakan mode wujud dan mode kehidupan. Dalam pandangan ini, konsumsi atas barang-barang tidak berhubungan dengan arus produksi barang-barang, tetapi sesuai dengan relasi antara mode wujud dan mode kehidupan bagi produksi. Bagaimana pun mode wujud dan mode kehidupan menerima kekayaan alam atau tanah telah menarik kembali kekuatannya dari pengetahuan. Mata bersama mulut kita digetarkan oleh kekuatan alam lenyap tatkala produksi yang tersedia lebih ideal akan didistribusikan seluruh hasilnya kembali untuk kesejahteraan manusia. Tetapi, paradoks nilai menunjukkan taraf hidup tenaga kerja di sektor perkebunan, perdagangan dan industri dikuras, diacak dan disebar untuk meningkatkan produksi mereka. Pada satu sisi, perusahaan mengejar laba dengan biaya produksi sekecil-kecilnya dengan kerja maksimal. Sisi lain, upah yang rendah demi untuk meningkatkan produksi perusahaan. Kita melihat, mata atau wajah tenaga kerja yang cekung atau pucat berubah menjadi sindiran tubuh, yang diletakkan pada capaian produksi terus-menerus, lebih meningkat dari sebelumnya. Nyaris sebuah mesin selera ditransaksikan tanpa kekuatan modal yang keluar secara ambigu: “nyata” atau “ilusi”. Tenaga kerja dipermainkan oleh sebuah permainan “tubuh modal”, dikacaukan oleh hipotesis. Paling penting dipahami adalah mengapa harus perdagangan, industri dan pertukaran bertahan terhadap apa-apa yang masih dianggap sebagai input (masukan) dan output (keluaran), dari sumbu x dan y, tempat dimana keseimbangan pasar dapat dirahi.
Kita dapat melihat jauh, bahwa rasionalisasi pasar melalui produksi dan konsumsi. Produksi barang-barang dilucuti, ketika penguakan harga, upah, laba, dan pasar sengaja menggantikannya untuk mengosongkan seluruh kebutuhan jangka panjang yang diganti dengan komoditas bersifat jangka pendek. Nantilah dalam pemikiran klasik tentang kebutuhan atas benda-benda ekonomi muncul perhatian terhadap kekayaan, modal atau pendapatan dimiliki oleh manusia berkembang sedemikian rupa dalam taraf produksi yang melimpah ruah.
Dalam analisis klasik, teori populasi Malthusian yang menggambarkan ukuran populasi akan tumbuh sangat cepat tatkala upah meningkat di atas tingkat subsistensi (upah yang berada pada tingkat minimal dibutuhkan dukungan kehidupan seseorang). Kemudian, dalam teori tersebut, suatu kurva penawarn tenaga kerja harus di garis horizontal pada tingkat upah subsistensi, yang kadangkala disebut ‘hukum besi upah’ (the iron law of wages) (Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1992, hlm. 239). Hukum besi upah digiring dalam suatu kekuatan doktrin yang menyembunyikan pergerakan tanda baru di abad sembilan belas.
Manusia ekonomi dengan keangkuhan dan keserakahannya, dari prestasi ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Penyingkapan alam dan spesies baru di ujung obyek ilmu pengetahuan tentang dunia faktual sudah lama diletakkan sebagai representasi terakhir dan pelenyapan ‘sumber’ yang diyakini secara teguh oleh pengagumnya. Sebagian wilayah pemikiran modern tentang alam dan berkelanjutan merupakan bentuk penjungkir-balikan kenyataan atau kebenaran dari alam, karena itu dikondisikan oleh pengalaman, penghayatan dan pertentangan yang sangat berbeda kebenaran filosofis dan ilmiah. Sekalipun pengetahuan ilmiah yang sebenarnya dapat menyelamatkan masa depan umat manusia dari cengkeraman tirani kebenaran dogmatis yang terinstitusionalkan, tetapi juga tidak mampu melepaskan absurditasi semakin memelaratkan penderitaan atas kepemilikan kekayaan, yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dalam kehidupan. Sementara itu, jauh dari pinggiran ke pusat esensi manusia untuk berhasrat atau hasrat untuk mengetahui, kedudukan ‘posivitivisme’ yang terakhir dalam beberapa abad dengan berbagai variasinya yang membantu menjelaskan masa depan kehidupan terutama bidang ekonomi dan tindakan nyata dari pemikiran maju di abad absurditas. Kini, ia ditinggalkan tahapan kemajuannya beriringan dengan kekacau-balauan dan harapan atas kehidupan lainnya, dimana diskursus hanyalah ekses pembebasan tanpa henti sampai nalar tidak mampu lagi menebak teka-teki kehidupan tentang untuk apa kita hidup. Kehidupan materi tanpa kepuasan dan harus dimenangkan kembali bagi orang-orang yang belum mengetahui apa-apa tentang dunianya sendiri. Bagi sensasi kepuasan secara literatur, kesejarahan dan seni yang membius sebagai pengantar tidur untuk mimpi-mimpi besar, indah dan entah apa lagi yang harus dibicarakan. Boleh jadi kegairahan atas dirinya sendiri adalah tumbal eksistensi yang telah ada sebelumnya, suatu kegiatan produksi dan konsumsi mendorong kekaguman kita pada apa yang disebut ketidaksadaran sebagai penggagas, penyebar dan pengubah keadaan, yang menjadi tumpuan harapan atau tujuan manusia ekonomi (homo oeconomicus) setinggi-tingginya. Permasalahan ekonomi yang meliputi kelemahan dan tantangannya, berarti tidak terletak apakah kehidupan yang diimpikan memiliki penalaran tersendiri. Mereka teratasi melalui mode berpikir dengan analisis ekonomi, tetapi penalaran yang mampu dihayati dengan sedalam-dalamnya tanpa sama sekali rasa muak darinya. Sedalam-dalamnya kesenangan menandakan obyek pengetahuan tentang perputaran kehidupan sirkular diantara senang dan susah, tawa dan tangis, bahagia dan derita, tahu dan ketidaktahuan. Semuanya menuju ke arah pemenuhan kehidupan alami, di saat kita seakan-akan telah mencapai titik pembuktian kebenaran hasrat atas ekonomi secara ilmiah, mengenai rahasia keserakahan atau kerakusan manusia atas alam dan dirinya sendiri.
Tanpa menyesal sedikitpun, kita dibesarkan oleh berbagai cemoohan, dalam kesatuan nafsu dan keserakahan yang spontan di luar sifat alami dan asal-usul makhluk hidup yang pemamah biak atau bergigi taring. Sesungguhnya, obyek pasar yang diterjemahkan dalam citra mekanisme dan dinyatakan sebagai kemenangan harga pasar bebas. Korban-korban ketidakhadiran para ahli ekonomi dan manajer perusahaan memanfaatkan pertimbangan rasional tanpa kesatuan nafsu untuk melawan kemalasan bekerja. Analisis klasik memanfaatkan sebagian peristiwa kecil untuk menandai rasa sakit biasa akibat gigitan semut yang berkerumun diantara komoditas di bumi.
Berkenaan dengan pemikiran klasik dalam perjalanan waktu yang relatif panjang hingga menerobos lorong-lorong masa kini, yang menempatkan perdagangan dan pertukaran, pertanian dan manufaktur berperan sebagai penyumbang paling besar bagi pembentukan kekayaan. Dalam analisis ekonomi klasik muncul paradoks di daratan Eropa, Perancis sibuk dengan transformasi pertanian ke sistem yang lebih maju, Inggris nampak terkesima dengan pertumbuhan industri dan pengembangan perniagaan yang relatif pesat. Kerangka pemikiran klasik di abad kedelapan belas merupakan babakan obsesif, dimana pandangan kosmopolitan, internasional dan universal turut menyelimuti ‘mode berpikir’ dan ‘mode wujud’, yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh kaum Physiocrat, yang serempak bergumul dengan corak pemikiran tentang sewa tanah, upah dan laba, yang dikejar menjadi sumber perbincangan menarik bagi ahli ekonomi.
Seluruh komoditas yang dihasilkan oleh industri melalui tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses kegiatan perdagangan, pertanian, pertukaran, dan manufaktur. Jenis perdagangan komoditas dengan harga yang bervariasi dipengaruhi oleh pasar menurut mekanisme permintaan dan penawaran, sekalipun masih sederhana pola interaksinya ditandai pertukaran dari uang perak ke uang emas menjadi nilai tenaga kerja. Dalam analisis klasik, perdagangan dimungkinkan rata-rata nilai yang dihasilkan sesuai dengan rata-rata konsumsi tahunan. Komoditas yang dihasilkan juga sesuai dengan kuantitas industri karena membutuhkan sejumlah tenaga kerja untuk produksi yang niscaya diregulasi oleh permintaan barang-barang yang dibutuhkan. Dalam ketenagakerjaan dihubungkan dengan halaman depan The Wealth of Nations Adam Smith, yang menggambarkan tentang pembagian kerja memiliki pemisahan tenaga kerja dan perdagangan yang berbeda antara satu dengan lainnya sebagai akibat dari kemajuan. Pemisahan secara umum juga membawa lebih lanjut menikmati taraf peningkatan industri paling tinggi, beberapa hal apa yang satu dikerjakan oleh seseorang secara umum juga ikut meningkat pada yang lain. Obyek berupa hasil kekayaan alam seperti sutera, wol, gandum atau gula diproduksi melalui manufaktur yang selanjutnya akan diperdagangkan dengan memerhatikan sisi kuantitas komoditas dan kualitas industri dipengaruhi oleh perbedaan keterampilan masing-masing pekerja. Meskipun pertanian menjadi representasi dari seluruh hasil perdagangan dan manufaktur karena produksi bekerja menurut komoditas yang berasal dari pertanian. Pembagian kerja dan pemisahan tenaga kerja mengandalkan cara produksi melalui tangan dan manufaktur melalui mesin, dimana hasilnya dilanjutkan dengan perdagangan tidak lebih dari mode kehidupan tidak memiliki keterkaitan dengan produksi yang sifatnya bukan muncul dari alam atau perkembangan sejarah atau relasi sosial. Sedangkan, relasi produksi telah ditempuh cara bagaimana kualitas industri yang sama juga akan selalu muncul hasil yang sama, berarti pula begitu dekat dengan kuantitas dari komoditas yang sama. Analisis ekonomi klasik ini dapat dilihat pada abad kedelapan belas. Rangkaian perbedaan dan identitas dari komoditas dapat ditinjau dari sisi kuantitas industri yang sama dihubungkan dengan perdagangan, pertanian dan manufaktur sebagai representasi atas kuantitas yang berbeda dihasilkan gandum, gula, tembakau, anggur, sutera dan sebagainya. Kata lain, jika dilihat dari proses produksi, gula juga merupakan bagian dari komoditas pertanian diolah menjadi barang jadi. Manufaktur sutera adalah bagian dari komoditas pertanian dan perdagangan dihubungkan dengan seluruh hasil produksi pertanian dan manufaktur.
Sementara pertukaran bermula sebagai komoditas perdagangan yang usianya sudah tua telah menjadi bentuk pertukaran resmi dengan sistem barter ditandai koin atau uang emas dan uang perak yang tersikulasi dalam masyarakat bahkan ke luar negeri melalui relasi perdagangan, yang telah dikebangkan dalam periode klasik. Semuanya merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, yang memiliki kekuatan dari representasi ke relasi timbal balik, yang menjadi sumber reproduksi kehidupan materi, yaitu nilai benda-benda yang imanen. Representasi pertukaran ditandai dengan nilai emas dan perak. Keteguhan komoditas terletak pada nilai emas nampaknya tidak tergantung pada kuantitas perak menjadi bagian dari rezim pertukaran (The Wealth of Nations, Vol. I, 1960, hlm. 35) terjadi pada periode klasik suatu tanda dimana pembagian kerja mulai berkembang dan komoditas dengan segala kegiatan ekonomi mengalami kemajuan secara kolektif dan individual. Meskipun terdapat kemajuan perdagangan dan manufaktur pada akhirnya justeru merupakan titik ketidakseimbangan antara nilai benda-benda dan kuantitas tenaga kerja.
Berapa lama relasi produksi mengalami perubahan dan perkembangan sejarah alam maupun perjalanan manusia, maka cara produksi muncul setelah manusia jauh sebelum lengkap memiliki tangan, kaki, mata, telinga, dan penciuman yang bertitik tolak individu menuju jalinan eksistensi kolektif dengan tujuan meningkatkan pemanfaatan dan distribusi kekayaan alam atau ekonomi. Dari sini, jika ahli ekonomi mencari asal-usul dan kapan kelahiran homo oeconomicus, manusia ekonomi nampaknya masih diselimuti misteri, karena ia tidak tergantung pada akar-akar sejarah, perkembangan kebutuhan, relasi sosial apalagi datang dari alam. Pada keadaan lumrah saja dan fluktuasi komoditas, menerima modal dalam perjalanan setelah abad kedelapan belas bukanlah suatu cara dan relasi produksi yang searah, melainkan jalinan relasi yang memencar dan timbal-balik. Sehingga nilai komoditas bersifat khusus, imanen dan berubah-ubah, meninggalkan jejak-jejak kelahiran produksi kapitalis, yang akar-akarnya telah tertanam sejak abad keenam belas dan tujuh belas. Bermula pengenalan manusia tentang pertukaran diantara benda-benda terhitung dari kelahirannya; sesungguhnya konsep homo oeconomicus muncul saat orang-orang tidak melihat pertukaran atau konsumsi dan orang-orang bekerja di perusahaan dengan menjalankan produksi tertentu. Homo oeconomicus muncul dalam retakan di pinggiran eksistensi untuk mengelola alam secara berkelanjutan, memungkinkan diperkenalkan pada masa keserakahan atas kekayaaan alam atau komoditas yang diproduksi melimpah-ruah dalam keruntuhan dan ancaman kelaparan. Kita menemukan diri kita sendiri di luar pada titik terjauh, dimana kita akan tidak mampu kembali dalam karakteristik manusia bersifat esensial, kecuali dikarakterisasi oleh kuantitas industri dan nilai benda-benda. Disitulah kita berada pada garis perjalanan tanpa titik persimpangan.
Hampir tidak dapat dihindari berbagai pertanyaan yang diajukan oleh ahli ekonomi. Bahwa individu harus menentukan pilihannya mengenai komoditas yang dihasilkan, kuantitas, kualitas, faktor-faktor produksi, dan pasar. Berbagai pertanyaan misalnya, komoditas apa yang dihasilkan dan apa kuantitasnya? Berapa banyak dari masing-masing barang dan jasa ekonomi yang dibuat? Kapan barang-barang dan jasa akan diproduksi? Akankah kita menghasilkan baju atau telepon genggam seluler hari ini? Beberapa baju berkualitas tinggi ataukah baju murah? Akankah kita menghasilkan banyak barang konsumsi ataukah beberapa barang konsumsi (seperti mesin cuci, kosmetik, parfum) dan barang-barang investasi (seperti pabrik, tanah)? Akankah membiarkan diri kita mengonsumsi besok? Bagaimana barang-barang akan diproduksi? Dengan siapa, sumber daya apa dan cara teknologi apa barang-barang diproduksi? Apakah barang-barang diproduksi dengan tangan atau mesin? Untuk siapa barang-barang akan diproduksi? Siapa yang mendapat makanan cepat saji dari usaha ekonomi? Akankah seseorang yang berpendapatan tinggi menjadi manajer, pekerja ataukah pemilik saham? Saya kira masih banyak rangkaian pertanyaan pokok seputar teori ekonomi, yang tentu homo oeconomicus tidak serta-merta dapat tersenyum gembira dari pagi hingga malam. Rangkaian pertanyaan tersebut diajukan oleh ahli ekonomi, seperti Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus dalam Economics. Pertanyaan tersebut bukanlah karena permasalahan datang bertubi-tubi, melainkan justeru esensi pertanyaan itulah yang sulit untuk dapat diwujudkan dalam kehidupan ekonomi dengan kegiatan-kegiatan yang menyertainya.
Dalam diskursus ekonomi, ada dua pertanyaan setiap saat muncul sebagai pilihan sungguh-sungguh dihadapi oleh masyarakat menyangkut input dan output ekonomi. Dari ahli ekonomi menjelaskan pada kita apa yang dimaksud dengan input adalah komoditas atau jasa layanan yang digunakan oleh perusahaan dalam proses produksi. Suatu ekonomi yang menggunakan teknologi yang ada untuk menggabungkan input terhadap ouput yang dihasilkan. Sedangkan, ouput adalah ragam penggunaan barang-barang atau jasa yang salah satu dari yang dikonsumsi atau dikerjakan dalam produksi selanjutnya. Secara tradisional, kita dapat mengelompokkan input yang disebut juga faktor-faktor produksi dalam tiga kategori besar, yaitu tanah, tenaga kerja dan modal. Tanah secara umum merupakan sumber daya alami yang merepresentasikan anugerah alam bagi proses produktif kita. Ia terdiri dari tanah yang diperuntukkan bagi pertanian, pabrik dan jalan. Setiap orang dapat berpeluang untuk memiliki atau paling tidak menyaksikan bagaimana kekayaan atau sumber daya energi bahan bakar untuk mobil dan sumber daya non energi seperti tembaga, batu besi atau tambang pasir. Kita juga melihat lingkungan fisik, kita menghirup udara dan minum air sebagai sumber daya alam secara serentak pada saat perkembangan industri semakin maju, maka pengetahuan kita padanya bagaimana menjaga kelestarian lingkungan, suatu alam yang hijau.
Tenaga kerja mereprsentasikan dirinya pada manusia, menghabiskan waktu dalam produksi. Mereka bekerja di pabrik automotif atau elektronik dan pabrik industri lainnya, lahan pertanian atau perkebunan, sekolah, rumah sakit, hotel, restoran, pasar swalayan, dan sebagainya. Mereka mendapatkan pekerjaan dan tugas pada semua tingkat keterampilan individu yang berbeda, yang dinilai dengan kinerjanya. Suatu waktu mereka akan diperkenalkan pada sesuatu yang penting sekali mengenai input bagi ekonomi industri maju. Faktor produksi yang juga berpengaruh, yaitu modal menjadi sumber daya yang membentuk barang-barang ekonomi tahan lama, diproduksi agar supaya menghasilkan barang-barang lainnya. Penjelasan ini dapat diterima sebelum analisis ekonomi berkembang pada barang-barang modal termasuk mesin, jalan, komputer, mobil truk, mesin cuci, dan gedung. Sebagaiman kita akan melihat, bahwa akumulasi barang-barang modal yang terspesialisasi begitu esensial terhadap tugas pengembangan ekonomi. Kita belum berhenti pada satu titik, tatkala permulaan kembali permasalahan ekonomi dalam istilah input dan output. Maka, dalam pemikiran modern menempatkan masyarakat untuk memutuskan mengenai: (i) apa output yang dihasilkan dan apa kuantitasnya; (ii) bagaimana menghasilkannya, yaitu melalui apa input teknik akan digabungkan untuk menghasilkan output yang diinginkan; dan (iii) untuk apa output yang akan diproduksi dan distribusikan. Sudah tentu, analisis ekonomi berbeda dengan dinamika perusahaan di abad kesembilan belas, yang membuat tidak terasa mata Anda melirik pada jam tangan, mensolidkan pekerjaan dan tugas di perusahaan dengan semangat laissez-faire menuntut untuk membuka pasar yang dikecam oleh pihak lain. Kini, ekonomi pasar masih diuji, dalam berbagai kasus ditangani melalui keputusan rasional yang dibuat sesuai dengan input dan output perdagangan bebas, dimana individu atau perusahaan berperan dalam suatu pengambilan keputusan mengenai produksi dan konsumsi. Keputusan rasional dalam ekonomi merupakan satu tanda rezim pasar terjalin relasi antara perdagangan, uang dan modal, sistem harga, laba dan rugi. Terdapat insentif dan penghargaan yang menentukan ‘apa’, ‘bagaimana’ dan ‘untuk siapa’ rezim ekonomi pasar. Bagaimana tidak, perusahaan menghasilkan komoditas yang memberi laba paling besar (‘apa) dengan teknik produksi yang biayanya sedikit (‘bagaimana’). Hingga pada satu titik pernyataan mengenai konsumsi yang ditentukan oleh keputusan individual yang menstrukturisasi dunia melalui ‘perdagangan bebas’ (lagi-lagi diilhami oleh The Wealth of Nations Adam Smith), yang menggambarkan bagaimana membelanjakan upah dan pendapatan properti dihasilkan oleh tenaga kerja dan kepemilikan properti (‘untuk siapa’). Satu hal lagi, ekonomi pasar memiliki hukum dan peraturan tersendiri, yang digerakkan oleh leluhur perdagangan bebas yang bernama “tangan tidak kentara”. Ia ditanam, dikembangkan dan disebarkan dalam aliran ide, aliran kata, aliran uang melalui aliran hasrat Ayah-Ibu (produksi, modal) terhadap Anak-anak (tenaga kerja). Semuanya mengalir, dalam mekanisme pasar atau mesin perdagangan bebas dapat kita saksikan sekarang suatu lingkaran kematian dalam kehidupan spesies atau alam.
Setiap orang dapat mempelajari bagaimana cara pasar bekerja, kemungkinan mereka hanya melihat sebuah kumpulan bercampur-aduk dari perusahaan dan produk yang berbeda. Beberapa dari kita mersa heran bagaimana makanan diproduksi dalam jumlah yang pantas, dapat diangkut ke tempat yang benar, ia sampai dalam bentuk yang enak di atas meja makan malam. Tetapi, di kota-kota besar memperlihatkan bukti yang meyakinkan bahwa sistem pasar tidak menghasilkan kekacau-balauan dan anarki, untuk memperhalus tindakan penghisapan dan marjinalisasi. Karena itu, sistem pasar mengandung sebuah logika internal: ‘kerja’. Suatu kerja untuk semangat laissez-faire (‘Biarkanlah berusaha sendiri!’).
Kita telah mengetahui, ekonomi pasar adalah suatu mekanisme yang teliti untuk koordinasi ketidaksadaran orang-orang, kegiatan dan bisnis melalui sebuah sistem harga dan pasar. Ia hanya menyediakan perlengkapan komunikasi bagi penyatuan pengetahuan dan tindakan dari jutaan individu yang berbeda-beda. Tanpa intelegensi mesin atau perhitungan, ia memecahkan berbagai permasalahan, yang mana superkomputer paling besar tidak dapat memecahkan hari ini. Tidak seorang pun merancang pasar.
Suatu masa dimana ekonomi pasar ditandai kegiatan produksi dan konsumsi mengalami fase kegoncangan yang beriringan dengan peristiwa perang, pandemi, krisis keuangan atau kesehatan global. Produksi dan konsumsi terjatuh pada tingkat yang rendah. Kelumpuhan mekanisme pasar dengan jelas suatu kesalahan. Kontrol harga dan regulasi pemerintahan melingkupi pasar yang pincang. Pasar tidak dapat berfungsi dengan baik. Orang-orang tidak mampu membeli apa yang mereka butuhkan atau menjual apa yang mereka produksi dengan harga pasar bebas. Ada masa, dimana pasar kembali pulih kembali ditandai dengan mekanisme pasar bekerja secara efektif. Produksi dan konsumsi yang membumbung tinggi dengan cepatnya. Orang-orang menyebutnya dengan sebuah “keajaiban ekonomi”, tetapi pemulihan sesungguhnya hasil yang lebih besar dari mekanisme pasar berjalan halus. Bagaimana sebuah pasar berfungsi? Lebih tepatnya bagaimana mekanisme pasar berjalan menentukan harga, upah dan output? Mula-mula pasar adalah sebuah tempat dimana barang-barang dijual dan dibeli. Lebih umum lagi, pasar adalah suatu mekanisme dengan mana para pembeli dan penjual bertemu untuk menukarkan benda-benda. Pembentukan barang-barang yang dijual dan dibeli melalui harga pasar bebas direpresentasikan uang sebagai alat pembayaran atau nilai tukar. Pasar atau perdagangan bebas yang bergantung pada permainan harga, permainan suku bunga atau permainan pasar itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai bagian dari proyek neo-liberal. Pasar adalah suatu mekanisme dengan mana pembeli dan penjual atas komoditas yang berinteraksi untuk menentukan harga dan kuantitas: industri, perdagangan atau tenaga kerja. Dalam sistem ekonomi pasar, segalanya adalah aliran uang dan harga, dimana nilai barang menurut uang. Harga mereprsentasi dalam hal mana orang-orang perusahaan secara suka rela menukarkan komoditas yang berbeda. Hal ini berbeda pada kegiatan transaksi ekonomi yang masih terjadi di abad kedelapan belas melalui suatu pertukaran barang dengan barang atau sistem barter. Tatkala Anda setuju membeli komputer dari produsen atau penjual seharga tujuh ratus Dollar Amerika (asumsi empat belas ribu Rupiah per Dollar), ini menunjukkan bahwa komputer adalah lebih cukup baik dari tujuh ratus Dollar Amerika pada Anda dan harga yang sama juga masih cukup baik dibandingkan dengan penjual. Kita tidak menemukan nilai uang Anda lebih baik daripada komputer Anda. Dalam teori ekonomi, harga barang sesuai kualitas barang. Harga menyajikan sebagai signal pada produser dan konsumen. Kecenderungan pasar ditandai dengan harga yang lebih tinggi akan mendorong produksi barang yang juga lebih tinggi.
Sama halnya dengan distribusi pedapatan ditentukan oleh kepemilikan faktor produksi dan oleh faktor harga. Orang-orang memiliki tanah yang subur atau kemampuan mengganti langsung rumah akan mendapatkan bayaran uang untuk membeli barang-barang konsumen. Tanpa itu, tanah milik dan bersama keterampilan, corak atau seks bahwa pasar bukanlah nilai yang akan menerima pendapatan yang rendah. Titik tolak kita adalah mengamati teori distribusi pendapatan dalam pasar kompetitif yang kasus khusus adalah teori harga. Secara sederhana, ‘upah adalah harga tenaga kerja’, ‘sewa adalah harga tanah’ dan ‘bunga adalah harga modal’. Jadi, pertama mengisyaratkan kita mengenai distribusi pendapatan datang dari pengamatan tergantung dibalik mekanisme permintaan dan penawaran bagi faktor produksi. Kita mesti mengakui, bahwa titik tolak seputar permintaan dan penawaran meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Taruhlah misalnya. Mengapa pekerjaan yang menyenangkan seperti aturan dibayarkan beberapa kali dibandingkan dengan tugas yang tidak menyenangkan seperti pungutan sampah? Apakah tenaga kerja dieksploitasi oleh modal? Apakah tingkat bunga dan laba menentukan pada modal?
Karena itu, distribusi pendapatan tidak dapat dilepaskan dengan mekanisme permintaan dan penawaran bagi faktor produksi. Analisis ekonomi secara klasik dan modern yang berakar dan berkembang dari Adam Smith, David Ricardo, Milton Friedman hingga Paul A. Samuelson telah menjelaskan pada kita bagaimana mekanisme pasar bekerja. Analisis permintaan dan penawaran menunjukkan bagaimana mekanisme pasar tidak dapat dicatat dengan tritunggal permasalahan ekonomi: ‘apa’, ‘bagaimana’ dan ‘untuk siapa’. Mereka menunjukkan bagaimana suara dari mata uang memutuskan harga dan kuantitas barang-barang yang berbeda. Satu pihak, sebuah daftar permintaan mereprsentasikan suatu pertalian antara kuantitas permintaan dan harga komoditas. Seperti itulah sebuah daftar permintaan, yang direpresentasikan dengan nyata laksana sebuah kurva permintaan, menjaga hal-hal yang berbeda dalam keadaan yang sama layaknya pendapatan keluarga, selera dan harga barang-barang lainnya. Hampir seluruh komoditas mematuhi ‘hukum permintaan dengan garis miring-yang menurun’ (law of downward-sloping demand), ia yang dipegang supaya kuantitas jatuh ketika harga barang-barang menanjak. Hukum ini direprsentasi oleh kurva hukum permintaan dengan garis miring-yang menurun. Pihak lain, daftar penawaran memberi pertalian antara kuantitas barang-barang dimana hasrat produser untuk menjual dan harga barang-barang. Kuantitas ditawarkan secara umum, merespon secara positif atas harga, sehingga kurva penawaran menanjak naik dan mengarah ke kanan. Mekanisme pasar memiliki pengaruh paling penting adalah biaya produksi komoditas, yang ditentukan oleh harga input dan keadaan teknologi. Elemen-elemen lain dalan penawaran termasuk harga barang-barang yang terkait, organisasi pasar dan pengaruh khusus.
Kembali pada suatu pertanyaan sebelumnya. Diantaranya, apakah barang-barang diproduksi dengan tangan atau mesin? Apakah tenaga kerja dieksploitasi oleh modal? Berbagai kritik atas nalar metaekonomi yang menggambarkan kondisi tenaga kerja dari hari ke hari justeru berbeda dengan kenyataan. Wujud manusia secara fisik tidak mampu menanggung beban pekerjaan yang berat terutama bekerja di pabrik-pabrik atau mesin produksi yang digunakan perusahaan ternyata membutuhkan lebih dari sekedar tenag kerja. Perusahaan ingin memproduksi terus-menerus barang-barang secara efektif dan efisien dengan kualitas barang-barang jauh lebih tinggi, maka tentu perusahaan menggantikan cara produksi tenaga kerja secara manual dengan cara produksi yang berasal mesin-teknologi produksi maju. Sehingga kita dapat mengatakan, bukanlah tentang mesin yang dibentuk oleh kemampuan pekerja, melainkan proses pertukaran atau cara produksi yang melalui transfer teknologi menggantikan tenaga manusia. Tenaga kerja individual masih tetap dibayar selama periode waktu dengan serangkaian upah. Tatkala mesin mulai digunakan, kemudian produksi akan naik, dan upah tetap rendah tidak terggantung pada mesin yang usang atau pekerja mengalami penuaan dan akhirnya dipensiunkan. Pertukaran cara produksi akan terus berubah. Dari tenaga kerja fisik ke tenaga kerja profesional sesuai kebutuhan perusahaan. Tetapi, untuk melibat-gandakan produksi atau mencapai ‘nilai lebih’, efisiensi dan efektif, perusahaan juga menggunakan mesin produksi dari teknologi maju. Kita tidak melihat tenaga kerja yang dijual dengan harga pasar pada modal yang diinvestasikan dalam suatu perusahaan. Yang terjadi seperti dilihat dalam teori, dimana modal hanyalah bagian dari faktor produksi. Petani bekerja dengan tangannya, tanpa modal dalam bentuk traktor. Produktivitas petani akan menjadi sangat rendah, kecuali melibatkan mekanisasi atau teknologisasi pertanian yang lebih maju. Berbagai risiko kerja dapat saja menimpa tenaga kerja seperti bentuk kecelakaan kerja melalui penggunaan mesin. Modal memiliki pertalian dengan waktu. Mengapa demikian? Kita akan melihat homo oeconomicus pada modal, karena modal yang tidak terpisahkan melibatkan waktu mengonsumsi. Pada kenyataannya, salah satu paradoks modal adalah ekonomi menjadi sangat lebih produktif dengan menggunakan metode tidak langsung atau jalan memutar. Petani menghabiskan waktu untuk membersihkan ladangnya, menggali parit atau sumur pertanian, sehingga mereka melihat tepung maizena hasil jagung akan meningkat. Perbandingan dapat dilihat dengan buruh pabrik baja membuat lembar baja, yang akan digunakan untuk manufaktur sebuah traktor, selanjutnya ia akan membersihkan ladang pertanian. Semuanya ini adalah cara memutar untuk meningkatkan jumlah atau kuantitas yang dapat menghasilkan tepung maizena sebuah usaha ekonomi kita.
Dalam keadaan yang tidak lazim, sebagian orang memiliki pandangan terhadap pemikiran ekonomi neo-liberal dikaitkan dengan homo oeconomicus. Sistem ekonomi apapun bentuknya, apa yang disebut faktor selera atau hasrat memengaruhi mekanisme permintaan dan penawaran. Hasrat atau selera selalu melebihi kebutuhan atas komoditas atau barang-barang. Tidak khayal lagi, pertukaran maupun produksi dan konsumsi melibatkan lintas pelaku untuk meningkatkan kepuasan maksimun dari perusahaan, produser atau penjual pada konsumen atau pembeli. Di sini, kita tidak larut pada apa yang belum dipecahkan pertanyaan dari pemikiran klasik, tetapi yang jelas, meskipun tidak jelas apakah ada atau tidak teori tentang homo oeconomicus, dunia mengalami perubahan besar dibandingkan masa-masa sebelumnya. Setiap masa perubahan tetap selalu melibatkan homo oeconomicus dari sudut pandang yang berbeda. Dia lebih layak untuk keluar dari pemikiran klasik atau pemikiran modern. Hanya waktu yang berkuasa padanya. Bukankah kenyataan membuat kita ada dalam paradoks. Termasuk pula paradoks ekonomi pasar neo-liberal dengan mesin produksinya dapat meningkatkan pertumbuhan, menciptakan evolusi uang, menyediakan permintaan dan penawaran bersama mekanisme pasar, harga, laba, modal, dan sumber daya lainnya yang tersimpul dalam faktor-faktor produksi. Rezim ekonomi pasar juga menciptakan mata rantai perbudakan dari satu produksi ke produksi lainnya bukan hanya sebagai perdagangan bebas, tetapi sistem pertukaran uang hingga krisis ekonomi global. Sebagai jalan satu-satunya adalah produktivitas dan kompetisi yang dilibatkan homo oeconomicus. Hal ini, tentu saja bukan tidak ada permasalahan, sehingga bukan hanya bidang ekonomi, tetapi juga seluruh bidang kehidupan dicoba diterapkan konsep ekonomi. Mulai dari hukum atau prinsip-prinsipnya, kegunaan, organisasi, permintaan dan penawaran pasar, harga, penerimaan marginal, kompetisi monopoli dan oligopoli, pendapatan dan harga atas faktor produksi, ketidakpastian dan permainan dalam prilaku ekonomi, upah dan pasar tenaga kerja, konsumsi dan investasi hingga sistem keuangan dan suku bunga internasional. Paradoks ekonomi memungkinkan kita untuk menentukan permasalahan, apakah betul-betul homo oeconomicus ditemukan kembali? Hal lain yang penting adalah kita tidak pernah mengatakan usaha kita telah selesai, di saat bersamaan kita tidak mampu berkata apa-apa lagi.
Setiap orang tidak serta-merta mengatakan untuk merumuskan definisi homo oeconomicus dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan melalui rangkaian penciptaan kondisi, usaha, peraturan perundang-undangan, institusi, dan sumber daya lainnya. Tetapi, kita membicarakan apa yang menjadi kenyataan dari homo oeconomicus dengan keterbatasan dibalik kebebasan yang dimilikinya dan membebaskan dirinya eksistensi yang meragukan. Kita mungkin bergerak dari usaha untuk menciptakan tangan yang bekerja secara nyata dari tangan yang tidak kentara. Tujuannya yang merupakan bagian dari harapan dan mimpinya sebagai individu.