Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Konstruksi Pagar Teologi Dan Pluralisme Agama

×

Konstruksi Pagar Teologi Dan Pluralisme Agama

Share this article

OLEH:

MUHAMMAD FARID AFANDI SYAM

KHITTAH.co _ Kuesekuensi dari berkeyakinan adalah, bagaimana kita menghambakan diri kepada sesuatu yang memiliki nilai  absolut (TUHAN). Manusia dalam berbagai ritus keyakinan (iman&agama), telah meniscayakan akan adanya paradoks dalam pemamahaman dan pengenalannya kepada sesuatu yang mempunyai nilai yang absolut tersebut. Manusia telah mengkonstruksi dan menjadikan keyakinanya sebagai pagar yang memisahkan pemahaman akan sesuatu yang absolut, dengan pemahaman manusia lain yang juga berceritra akan sesuatu yang absolut.

Dalam sebuah pengalaman dan penjelasan teologi, manusia berusaha untuk memahami realitas Tuhan yang jauh dari realitas kemanusiaan itu sendiri. Maka dalam upaya untuk mengetahuinya dan memaknainya, manusia menyimbolkannya ke dalam sebuah tanda beserta maknanya. Agar manusia dapat memahami dan merasa dekat denggan Tuhan yang telah di simbolkanya, terkadang manusia terperangkap dan mengangdap Tuhan itu berbentuk seperti apa yang telah dikonstruknya . Al hasil pertentanganpun hadir, setelah manusia di perhadapkan dengan simbol-simbol lain yang terlebih dahulu hadir. Pertentangannya pun sederhana, mereka mempertentangkan  benar salahnya sebuah simbol teologi, berdasarkan pemahamanya akan teologi yang terbangun sejak dini yang bersifat dogmatika, untuk menilai teologi orang lain.

Bebicara rumusan agama yang terkadang anti kritik, dengan sejuta simbolnya tentang Tuhan. Membuat siapa saja akan bertanya jika dia berakal. Bertanya bukan saja soal “kenapa kita berbeda??”  “di mana agama yang benar??” namun pertanyaan yang di maksud jauh melampaui itu, mengapa manusia begitu bodoh menjebak diri mereka kedalam simbol tertentu?? Haruskah agama itu salah, di saat Tuhan memiliki kuasa untuk membedakan dan bahkan meyeragamkan mereka.

PLURALISME talah lama mengubur dirinya, dalam mengkaji perbedaan yang bersifat dogmatis yang kebenaran  hanya bersifat hukum berfikir (logika keagamaan) semata, namun tidak melihat hukum-hukum(logika-logika) yang lain. Filsafat dalam sebuah kerangka berfikir keagamaan bukan sesuatu yang bersifat membenarkan, namun hanya untuk menjadi kerangka agar melahirkan kerangka yang baru untuk memperkokoh kerangka yang lama. Kita tidak perlu menjadi A untuk hadir menjadi B, yang artinya kita tidak perlu Islam untuk menjadi Islam itu sendiri jika kita memahami kuesekuensi ke-Islaman itu. Manusia terkadang beragama dalam keraguan untuk meyakini, mereka tidak sedang ragu untuk meyakini.

Agama dan kemanusiaan adalah sesuatu yang berbeda, dikala kita memaknai agama itu sebagai bentuk “kebenaran” penghambaan diri kepada Tuhan. Kita manusia sedang tidak beragama melainkan sedang menjadikan agama itu sebagai wujud dari keTuhanan itu sendiri, secara dangkal kita mamahami agama ardi (bumi) dan agama samawi (langit). Maka secara sadar kita manusia sedang mengkonstruksi ketuhanan itu ada yang di langit dan ada yang dibumi. Namun apakah kita juga akan secara sadar menerima semua perbedaan itu?? Setiap manusia yang beragama hanya menerima perbedaan itu secara sosiologis namun tidak secara hakikat.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply