Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Lima Resolusi Muhammadiyah untuk Indonesia Jelang Tahun 2025

×

Lima Resolusi Muhammadiyah untuk Indonesia Jelang Tahun 2025

Share this article
Media Gathering PP Muhammadiyah di Yogyakarta. (Ist)

KHITTAH.CO, JAKARTA – Dua hari menjelang pergantian tahun, tepatnya, PP Muhammadiyah menggelar Media Gathering dalam rangka menyampaikan pesan kebangsaan. Setidaknya, Muhammadiyah menawarkan lima resolusi kebangsaan, yang mencakup Agama dan Moral, Korupsi dan Penegakan Hukum, Konsolidasi Demokrasi Pasca Pemilu 2024, Pilkada 2024, dan Kebijakan Publik Pro-Rakyat.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin, 30 Desember 2024. Lima hal itu, bagi Haedar harus ditempuh para pengambil kebijakan untuk menghadirkan kemakmuran bagnsa.

Pertama, Agama dan Moral. Pesan ini juga telah disampaikan saat Tanwir Muhammadiyah di Kupang beberapa waktu lalu. Bagi Haedar, agama mesti menjadi landasan dalam membangun moralitas tiap individu. Hal ini penting, mengingat fenomena negatif seperti bunuh diri, gangguan kesehatan mental, pinjaman online, judi online dan pornografi semakin tak bisa dibendung.

Selain itu, Haedar juga mengingatkan kepada para pemangku kebijakan, elite organisasi dan para tokoh agama agar tak menjadikan agama sebagai sebagai lahan komoditi dan politisasi. Sebab, tindakan seperti itu berpotensi menghilangkan substansi dan fungsi luhur agama.

Kedua, Korupsi dan Penegakan Hukum. Hal ini sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi secara tuntas dan berani. Muhammadiyah mengharapkan agar niat Prabowo didukung oleh semua komponen bangsa.

Untuk memuluskan cita ini, Muhammadiyah menekankan kepada KPK agar kembali kepada khittahnya, yaitu menjadi lembaga independen yang memberantas korupsi secara berani, adil dan jujur.

Haedar juga menekankan soal penegakan hukum di Indonesia yang terbilang masih lemah. Menurut Haedar, sejumlah kasus penegakan hukum yang terjadi pada tahun 2024 mesti menjadi bahan refleksi para penegak hukum. Selain untuk menghadirkan keadilan, juga menjamin kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum di Indonesia.

Ketiga, Konsolidasi Demokrasi Pasca Pemilu 2024. Muhammadiyah mendukung segala upaya konsolidasi demokrasi dalam rangka memperkuat kualitas. Untuk mengimbangai demokrasi prosedural, pihak-pihak terkait mesti bekerja keras menghadirkan demokrasi subtantif.

Untuk mencapai hal itu, Haedar menegaskan pentingnya sinergitas. “Demokrasi yang sehat mesti didukung kuat oleh seluruh institusi pemerintahan negara seperti eksekutif, legislatif, yudikatif, lembaga-lembaga auxiliary, TNI, Polri, dan lain-lain hingga ke pemerintahan daerah dalam satu kesatuan sistem,” ujar Haedar dalam keterangannya.

Keempat, Pilkada 2024. Pilkada serentak yang telah usai memberikan mandat kepada kontestan terpilih menjalankan tugas. Kotak-kotak politik selama hajatan pilkada sudah harus berakhir.

“Pasca terpilih,  para kepala daerah dituntut komitmen dan sikap politik baru dalam memimpin daerahnya. Pertama, memimpin daerahnya dengan moralitas dan pertanggungjawaban tinggi secara amanah sejalan konstitusi. Kedua, tidak berniat korupsi dan gratifikasi dalam bentuk apapun baik tersembunyi apalagi terbuka. Ketiga, tidak melakukan politik balas jasa lebih-lebih kepada para bohir politik yang telah mendanai proses dirinya menjadi kepala daerah. Keempat, tidak mempertukarkan dan memberikan konsesi-konsesi lahan yang berada dalam kewenangan kepala daerah kepada siapapun yang menyebabkan lahan dan sumber daya alam tergadaikan dan tidak dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” terang Haedar.

Terakhir, Kebijakan Publik Pro-Rakyat. Masyarakat Indonesia telah memberikan kepercayaan kepada Legislatif dan Eksekutif. Karena itu, kehadiran mereka di Senayan mesti berefek kepada masyarakat.

Haedar berpesan kepada mereka agar senantiasa meresapi UUD 1945 sebagai mandat konstitusi agar para pengambil kebijakan tidak berbuat serampangan.

“Karenanya setiap kebijakan yang diambil sesuai otoritasnya, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama, mesti berpihak sebesar-besarnya bagi kepentingan dan hajat hidup rakyat. Hindari kebijakan-kebijakan yang menimbulkan reaksi publik dalam bentuk keberatan dan penolakan. Jika bermasalah di hadapan rakyat atau publik secara umum maka alangkah bijaksana jika melakukan koreksi dan bila perlu mencabut kebijakan tersebut tanpa perlu merasa kalah dan menang atau malu demi kepentingan bangsa sebagai wujud sikap kenegarawanan,” tandas Haedar.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UNIMEN

Leave a Reply