Oleh: Nirwana (Sekretaris Bidang Pendidikan Nasyiatul Aisyiyah Sulsel)
KHITTAH.CO — Hari ini masyarakat dunia tengah di resahkan dengan merebaknya virus Corona yang pertama kali muncul di kota Wuhan, Tiongkok. Penye-baran virus ini terbilang sangat cepat, sejak kemunculannya pada awal desember 2019 di Wuhan, virus ini telah tersebar ke 188 negara dengan total manusia yang terinveksi sebanyak 318.228 orang, yang meninggal 13,671 dan yang berhasil sembuh sebanyak 96.010, jumlah ini dipastikan akan terus meningkat, meskipun berbagai negara yang terjangkit telah melakukan berbagai upaya untuk menahan laju penyebaran virus ini yang secara resmi dinamai Covid-19.
Di indonesia, presiden Jokowi resmi mengumumkan adanya masyarakat yang positif terinveksi covid-19 sejak tanggal 2 maret 2020, jumlah masyarakat yang terpapar terus meningkat dengan presentasi 9, 43% perharinya, data terakhir yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah mengenai kasus penanggulangan covid 19 pada tanggal 22 maret 2020, total masyarakat indonesia yang positif terjangkit Covid – 19 mencapai 514 orang, yang meninggal 48 orang dan yang berhasil sembuh sebanyak 29 orang, hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, Meskipun saat ini Episentrum penyebaran Covid -19 masih berpusat di Jakarta, namun virus ini telah menyebar dengan sangat cepat ke hampir seluruh penjuru negeri. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah indonesia adalah memberikan instruksi untuk berkativitas dirumah selama 14 hari untuk menekan laju penyebaran covid -19, bahkan dari pemerintah pusat telah di umumkan perpanjangan libur dalam menghadapi covid- 19 sampai tgl 29 mei 2020 dengan total 91 hari untuk bersama – sam mencegar penyebaran virus ini.
Imbauan untuk melakukan aktivitas dari rumah langsung mendapatkan reaksi dari masyarakat dengan munculnya berbagai tagar #belajardirumah, #dirumahaja, #workfromhome sebagai bentuk dukungan terhadap imbauan pemerintah, namun hal ini tentu saja mempengaruhi pola hidup dan interaksi masyarakat, terutama dalam dunia pendidikan, seluruh lembaga pendidikan dari tingkat PAUD hingga Perguruan Tinggi tengah melaksanakan program belajar jarak jauh atau lebih di kenal dengan program belajar dari rumah. Meskipun program pembelaran dari rumah sebenarnya telah lama ada namun sebagian besar masyarakat kurang mampu beradaptasi dengan baik. Menjalankan sesuatu yang baru dan terbilang tiba – tiba bukanlah hal yang mudah, masyarakat perlu melakukan adaptasi dengan cepat dengan sistem pembelajaran ini. Tidak sedikit masyarakat yang mengeluh,baik dari orang tua, guru maupun dari kalangan pelajar.
Tanggapan muncul dari berbagai kalangan, para orang tua banyak yang merasa kesulitan mendampingi anak – anak yang belajar dari rumah karna banyaknya tugas yang diberikan oleh guru, namun setidaknya hal ini menyadarkan para orang tua bahwa ternyata tidak mudah menjadi seorang guru karna mendampingi satu atau dua anak saja ternyata sangat menguras tenaga dan emosi, sehingga tidak sedikit orang tua yang mencurahkan keresahannya melalui sosial media. Di sisi lain para guru juga merasa kewalahan serta kehabisan ide untuk memberikan pelajaran secara daring , sehingga satu – satunya cara yang bisa dilakukan adalah memberikan tugas kepada siswanya, keterbatasan sarana dan prasaranan juga mempengaruhi efektifitas pembelajaran dari rumah yang mau tidak mau harus dilakukan saat ini. Berbagai tanggapan juga muncul dari kalangan belajar banyak meme yang bermunculan tentang kejenuhan mereka belajar dari rumah dengan tumpukan tugas yang melimpah dari guru, mereka juga mengeluhkan orang tua yang tidak sabar mendampingi mereka belajar dari rumah.
Hal ini juga menyadarkan kita semua bahwa anak – anak sekarang yang disebut dengan generasi milenial yang sejak lahir sudah akrab dengan internet, ternyata tidak secara otomatis mampu menggunakan gadget untuk proses pembelajaran, kemapuan self learning mereka masih sangat kurang, data menunjukkan bahwa completion rate untuk online learning masih di bawah 10% tak heran jika kebanyakan dari mereka masih kesulitan untuk beradaptasi dengan pembelajaran online. Perlu upaya khusus untuk mengajarkan kepada mereka mengenai self learning yang tentu harus di mulai dari para orang tua dan guru.
Self learning atau biasa disebut self regulated learning (SGL) adalah sebuah proses pembelajaran mandiri dimana pelajar tentunya di dukung oleh orang tua dan guru memonitor, pikiran, perasaan dan perilaku mereka untuk mencapai tujuan akademik (meningkatkan pemahamn kognitif ) maupun tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan pembelajaran baru). Bebragai upaya telah dipaparkan oleh berbagai ahli mengenai bagaimana membangun self regulated learning sebagai salah satu model pembelajaran abad 21 yang juga sangat cocok diterapkan bagi masyarakat yang hari ini melakukan proses belajara #dirumahaja, salah satunya yg dipaparkan oleh Zimmeman, pertama adalah memonitor diri sendiri, dalam mengenali dirinya sendiri serta menentukan apa yang dibutuhkan dan apa yang ingin dicapai dalam sebuah pembelajaran di butuhkan kerja sama antara orang tua dan guru untuk mendampingi anak – anak. Kedua, evaluasi diri pada tahap ini mereka akan menentukan apakah yang di lakukan sudah sesuai dengan tujuan yang akan di capai. Ketiga, reaksi diri, pada tahapan ini mereka akan mengakui dan membuktikan kempuan yang dimilki serta mengapresiasi setiap usaha yang sudah dilakukan sehingga bisa memotivasi diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang lebih.
Sejatinya, kemauan membangun self learning masyarakat baik itu siswa, guru dan orang tua tidak hanya akan berguna ketika menghadapi situasi seperti sekarang ini, namun kemampuan self learning adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh masyarakat dalam menghadapi era pembelajaran abad 21. Sebagai masyarakat yang cerdas dan partisipatif tidak sepatutnya kita hanya mengeluhkan apa yang terjadi pada bangsa kita, namun kita semua bisa memberikan kontribusi sekecil – kecinya di mulai dengan membangun self learning dari keluarga.