KHITTAH.CO, Musyawarah Daerah (Musyda) Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) Sulsel tidak lama lagi akan digelar dengan tema “Kolaborasi Ikatan; Memajukan Sulawesi Selatan”.
Musyda yang menjadi forum tertinggi tingkat daerah ini diharapkan dapat menjadi forum curah gagasan untuk perbaikan di segala lini atas permasalahan IMM Sulsel.
Forum ini juga merupakan ajang adu kekuatan ide atau gagasan proyeksi IMM Sulsel ke depan, bukannya malah adu kekuatan mayoritas pemilik IMM sulsel.
Meski demikian, dalam banyak kasus, yang terjadi adalah adu kekuatan pemilik mayoritas masih banyak penganutnya. Bahkan, prinsip musyawarah untuk mufakat tidak lagi diacuhkan sebagai hal yang fundamental untuk menjadi acuan pertama.
Untuk mencapai kemufakatan, malah selalu memakai jalan terkahir, yaitu voting atau adu kekuatan mayoritas. Namun, memang, seakan takbisa lagi dinafikkan, bahwa dalam prinsip musyawarah, “kebenaran adalah mayoritas”.
Oleh karena itu, dalam hal persiapan menyambut musyawarah daerah, dalam hal melegitimasi diri sebagai pemilih sah mayoritas IMM Sulsel, berbagai tontonan hiruk pikuk politik mulai dirasakan oleh Kader IMM Sulawesi Selatan.
Kita sudah sering menyaksikan safari politik dan konsolidasi “ngopi“. Ada yang menawarkan gagasan melalui Blueprint Kepemimpinan, bahkan ada yang adu “Politik Tai Kucing”.
Berbicara persoalan “Politik Tai Kucing”, istilah yang pertama kali digaungkan oleh Soe Hok Gie ini merupakan sindiran keras akan dagelan politik absurd nirmakna di era aktivis Orde Lama tersebut.
Namun, tampaknya, “Politik Tai Kucing” itu masih relevan untuk saat ini. Contohnya, beberapa saat yang lalu, kita dipertontonkan hal tersebut. Kita disajikan dagelan di media sosial, ada yang mengaku sebagai pemilik mayoritas, yang dikemas dengan majas totem pro parte, yang intinya, diharapkan yang dikemas bisa diorbitkan.
Hal tersebut juga bisa dibaca sebagai gerakan pemecah suara, sebagai timbal balik politik transaksional yang merupakan bagian dari “Politik Tai Kucing”.
Jika terpaksa ber-“Politik Tai Kucing”, janganlah kita malah menggunakan majas totem pro parte. Mungkin ada yang bersedia diwakili, tetapi mungkin banyak juga yang tidak sudi untuk diwakili.
Terlebih, jika itu berbicara segelintir dari mayoritas. Bukan karena apa, imbas dari hal tersebut bisa menjadi permasalahan bagi Ikatan. Bukan hanya yang bersifat terbuka (manifest conflict), tetapi yang lebih berbahaya adalah konflik yang tersembunyi (latent conflict).
Tentu, ini berbahaya bagi Ikatan, terutama tingkat dibawahnya, yaitu pimpinan cabang dan akar rumput (kader komisriat).
Selanjutnya, yang masih dipakai adalah tendensi senioritas (Kakandayya). Ini masih saja terjadi dalam perhelatan musyawarah daerah. Para junior diarahkan untuk selalu patuh pada senior, sehingga yang terjadi tidak ada sama sekali nalar kritis kepada senior.
Yang ada adalah fanatisme berlebihan. Pokoknya apa yang senior katakan, itulah kebenaran.Teringat akan ucapan sahabat saya, yang sering saya juluki “Lord Ummaraa”, ke depan ini, akan kita lihat “kader kuffar” menjelang Musyda sebagai fenomena lumrah di IMM Sulsel atau IMM Seluruh Indonesia, setiap kali menjelang Musyawarah IMM.
Kader yang selalu patuh kepada seniornya, sehingga acapkali standar handa sering dipakai oleh junior tersebut. Kalau yang dikatakan senior itu salah, menurut idealisme fanatik mereka, itu benar. Namun, jika yang dikatakan lawan itu benar, maka itu salah dalam idealisme mereka.
Semoga kita masih menjadi kader kader yang sungguh-sungguh beriman sebelum di lokasi dan sesudah Musyda.
Selanjutnya, money politic yang mungkin akan bermain di perhelatan Musyda. Tak perlu sungkan mengakui terkait hal tersebut, yang mungkin malah sudah dianggap hal yang lumrah dalam perhelatan sekelas musyawarah daerah, baik itu di IMM ataupun yang lainnya.
Hal ini sesuai kesaksian yang disampaikan sahabat saya di atas, yang sudah berpengalaman atas pahitnya money politic di perhelatan sekelas musyawarah daerah atau wilayah.
Berbicara perkara uang, uang memang bisa membeli segalanya, termasuk suara mayoritas. “Jujur ya, kadang, IMM juga berlebihan dalam mematok SWP. Inilah pintu masuk money politic itu. Terkait itu, tranparansi dana nya juga masih kurang,” kata sahabat saya itu.
Menurut saya, hal-hal yang disampaikan sahabat saya akan kerisauanya tentang persoalan uang di IMM dan organisasi mahasiswa sejenisnya itu merupakan kritik konstruktif dan bahan renungan untuk segera kita ubah.
Bahaya laten money politic, “Politik Tai Kucing”, serta tendensi senior, bahkan bisa menumbuhsuburkan Kader IMM yang berafiliasi dengan KKN di masa depan. Akan lahir kader umat, bangsa dan Persyarikatan yang akrab dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Naudzubillah, semoga itu hanya kekhawatiran pribadi saja.
Asa untuk Musyda IMM Sulsel
Berangkat dari itu semua, harapan kami sebagai Kader IMM Sulawesi Selatan, Musyawarah Daerah DPD IMM Sulawesi Selatan terhindar dari dagelan politik tersebut. Belum terlambat untuk memulai perbaikan dari awal.
Musyawarah sepatutnya jadi ajang uji kelayakan ide dan gagasan untum IMM Sulsel ke depan, bukan malah jadi tempat adu pamer uang, skill politik muslihat semata , dan basis backing-an kakanda untuk dapat suara mayoritas.
Semoga ketua umum dan formatur yang terpilih merupakan kader terbaik IMM sulsel dari segi track record dan pergerakan di IMM Sulsel, bukan malah kader karbitan dan sejenisnya.
Semoga Musyda kali ini menjadi ajang adu gagasan Kader IMM Sulawesi Selatan untuk akselerasi perubahan IMM Sulsel menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Saya mengajak seluruh pihak, merajut kembali dinamika yang terjadi di internal untuk menjadi satu simpul pergerakan Ikatan sebagai modal kolaborasi Ikatan. Perlu realiasi terma inklusif berkemajuan untuk bisa berkolaborasi dalam Ikatan.
Terbuka dan berterima secara pikiran di internal pimpinan. Karena Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tidak akan bisa maju tanpa kolaborasi asa dan pikiran di internal.
Saya juga mengajak untuk memaksimalisasi kembali hal yang fundamental dalam ikatan yaitu ontologi Ikatan, epistemologi Ikatan, dan aksiologi Ikatan, baca, diskusi, dan aksi. Aatau dapat dibaca juga sebagai planning, organizing, dan actuating, hal dasar yang sering dilupakan Dewan Pimpinan Daerah sehingga struktrur di bawahnya mati suri secara gerakan.
Ditulis oleh:
Saharuddin
Sekretaris Bidang Marga
Pimpinan Cabang IMM Kota Makassar