Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

“MENGASAH SEBILAH PEDANG” (Bag. 1)

×

“MENGASAH SEBILAH PEDANG” (Bag. 1)

Share this article

Oleh: Dr. Fadli Andi Natsif

Dosen UIN Alauddin Makassar, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PW Muhammadiyah Sulsel

Verba Volant Scripta Manent = yang tercucap akan lenyap yang tertulis akan abadi

Kata-kata ini mungkin banyak yang memberikan inspirasi bagi para pencinta dunia menulis. Ide atau wawasan yang hanya tercucap bisa jadi sekejap orang melupakan tetapi kalau ide itu tertuang dalam bentuk tulisan, orang akan bisa membaca kembali kalau terlupa. Banyaknya manfaat dari menulistetapi ternyata tidak semudah orang dapat menggeluti dunia menulis.

Padahal mengarang atau menulis itu gampang. Demikian salah satu judul buku Arswendo Atmowiloto. Tinggal masukkan kertas di mesin ketik kemudian ide yang akan disampaikan dituts, jadilah sebuah kalimat dan akhirnya menjadi sebuah karangan atau tulisan yang lengkap (Ini menurut pengalaman penulis ketika pertama kali belajar menulis belum memiliki komputer atau laptop). Kalau di zaman sekarang lebih mudah lagi dengan adanya teknologi komputer atau laptop. Tidak perlu menyiapkan tip ex untuk menghapus kalimat yang salah. Begitupun kertas yang banyak untuk mengganti karena tulisan itu kotor dipenuhi tip ex. Dengan komputer setelah selesai tulisan dibuat dan diedit di layar komputer baru kemudian diprint. Selesai.

Apakah pernyataan Arswendo ini yang begitu mudah terlontar dari mulut dapat begitu mudah pula direalisasikan oleh setiap orang. Entahlah? Mungkin ini hanya sekedar motivasi bagi orang yang ingin menggeluti dunia tulis menulis. Banyak orang yang berkeinginan menggeluti bidangyang sebenarnya mengasikkan ini tapi terasa sulit baginya untuk memulai. Padahal kemampuan menyampaikan gagasan lewat mulut terasa gampang bagikan air yang mengalir dari pancuran tanpa hambatan apapun.

Akan tetapi setelah gagasan yang terlontar dari mulut itu ingin dituangkan dalam tulisan begitu sulit. Menemukan kalimat pembuka saja sudah memakan waktu lama. Akhirnya menjadi jenuh berpikir — tidak berpikir panjang lagi kertas yang ada di hadapannya menjadi sasaran pelampiasan kejenuhannya di remas-remas lalu dibuang di tong sampah.Sikap inilah yang dulu penulis alami ketika baru mau menggeluti dunia tulis menulis, yang waktu itu masih belum terlalu populer teknologi komputer.

Kemudian setelah penulis sudah terbiasa dan lagi pula tulisan terpublikasidi media massa (koran), maka penulis membenarkan pernyataan Arswendo bahwa menulis itu gampang. Hal ini pula yang dibuktikan oleh seorang teman di Koran Kampus Identitas yang namanya Imam Mujahidin Fahmid. Sehingga jangan heran kalau kita masuk kamarnya dulu waktu masih tinggal di Mesjid Ikhtiar Baraya Unhas ada di dindingnya sebuah kalimat “Aku Menulis Untuk Hidup”. Ini bukan hanya sekedar prinsip tapi Imam (demikian ia sering dipanggil) sudah merealisasikannya. Tulisannya sudah menyebar ke mana-mana (koran dan majalah), baik tulisan berbentuk fiksi maupun non fiksi (artikel/opini) ataukah laporan.

Bahkan Imam pernah meraih juara dalam lomba penulisan ilmiah dan cerpen. Dengan demikian dari kreatifitasnya itulah sehingga Imam bisa membiayai keperluan kuliahnya, yang terkadang kiriman wesel dari orang tualambat datang, tapi Imam tak pernah cemas terus berkarya untuk menutupi kebutuhannya dari honor tulisan. Tidak salahkan prinsip hidup yang terpampang di dinding kamarnya?

Untuk memenuhi prinsip itu memang tak mudah kalau hanya merenung kapan bisa jadi penulis. Selalu dihantui rasa pesimis akan kemampuan yang tak bisa melebihi para penulis lainnya. Jangan bermimpi untuk menjadi penulis kalau rasa itu masih tertanam dalam diri. Tanpa banyak latihan dan membaca. Tidak usah dulu dipikir apakah tulisan yang dibuat sudah baik atau tidak, anggaplah tulisan itu akan dibaca oleh orang yang bodoh. Inilah mungkin resep yang ampuh bagi penulis pemula.

 

 

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply