Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipMuhammadiyahOpini

Mengkritik IMM: Anak Manja Muhammadiyah

×

Mengkritik IMM: Anak Manja Muhammadiyah

Share this article


Potret IMM di kampus UMPAR
Oleh : MUHAMMAD RAMDHAN*

Tulisan ini berangkat dari sebuah kelompok mahasiswa yang membincang pergerakan mahasiswa Islam yang menurut mereka tidak produktif dalam menjalankan amanah dakwah. Mereka menganggap sebuah kesia-siaan jika sebuah organisasi Islam sibuk melaksanakan kaderisasi namun hasilnya tidak berbanding lurus dengan kualitas yang diharapkan, yang mereka maksud adalah kaderisasi di Universitas Muhammadiyah Parepare. Saat mereka memperdebatkan tema diatas, penulis sebagai pendamping hanya menyimak dan memberikan arahan setelahnya. Terus terang penulis merasa senang menghadapi mahasiswa-mahasiswa yang kritis, mereka yang berani dan punya pemikiran yang merdeka. Hal itu penulis tunjukkan dengan tidak menyela perdebatan meski pembahasannya kurang relevan dengan materi yang semestinya dibahas.

Jika berbicara tentang kaderisasi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR), maka kita akan membahas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi kader resmi dan diakui di lingkup PTM (Baca : Statuta UMPAR). Namun sebelum jauh mengungkap pemikiran penulis mengenai IMM, ada dua prinsip yang sesungguhnya menjadi paradigma umum bagi penulis dalam mengkaji eksistensi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di kampus UMPAR.

Pertama, penulis tidak pernah merasa hormat pada mereka yang memberikan banyak kritik namun tidak berkontribusi dalam upaya pengembangan organisasi. Kedua, penulis juga tidak pernah merasa hormat pada mereka yang anti dan atau tidak mau menerima kritikan. Kelompok pertama setidaknya diwakili oleh mahasiswa-mahasiswa yang berdebat dalam kelas tadi. Mempersoalkan keaktifan IMM dalam membina mahasiswa namun mereka sendiri tidak menunjukkan keseriusannya dalam ber-IMM. Kondisi ini sesungguhnya telah lama ditemui dalam kultur Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah khususnya dalam wilayah pembinaan Pimpinan Cabang IMM kota Parepare. Pada umumnya, mereka tidak mendapatkan pembinaan secara baik sehingga pemahamannya terhadap organisasi bersifat parsial (sepotong-sepotong), hal tersebut terkadang menjadi alasan lahirnya mahasiswa pengkritik (Baca : kelompok oposisi).

Kelompok kedua, adalah mereka yang akan banyak kita singgung dalam tulisan ini. Pimpinan dan pengurus IMM yang bertanggung jawab menjalankan roda organisasi lewat periodesasi kepemimpinan diberbagai level. Singkatnya, lahirnya banyak stigma negative dan penolakan mahasiswa untuk terhadap IMM merupakan hasil dari kerja-kerja kepemimpinan. Tentu saja, bagi banyak pimpinan / pengurus IMM di kampus UMPAR tulisan ini akan dianggap memprovokasi dan sulit untuk mereka terima. Justru kondisi inilah yang ingin penulis ungkapkan, bahwa kebanyakan pengurus IMM acuh dan anti terhadap kritikan. Mereka mengurus organisasi semaunya dan apa adanya.

Kuburan Massal Intelektual

Dalam aktivitasnya sebagai organisasi mahasiswa, IMM sesungguhnya diliputi banyak persoalan. Yang penulis sayangkan, oleh pengurus IMM tidak pernah mencoba untuk mengurainya. Sebut saja beberapa mahasiswa menilai IMM terlalu ekslusif, dan sesungguhnya saat pengurus IMM tidak mampu menanggapinya saat itu pula mereka membenarkan tuduhan tersebut, ya IMM memang eksklusif. Alasannya sederhana, mereka terlalu pongah berorganisasi dalam kampus yang mewajibkan mahasiswanya mengikuti Darul Arqam Dasar. IMM terus dan sibuk menggelar kaderisasi namun gagal dalam mengorbitkan kader-kader terbaiknya, tidak sedikit mahasiswa yang mengikuti Darul Arqam Dasar tapi tampaknya hal ini lebih mirip “kuburan massal intelektual”.

Kuburan Massa Intelektual yang dimaksudkan, bukan karena kurangnya sumberdaya manusia, tapi lebih karena kader-kader IMM terjebak dalam zona nyaman dan cara pandang yang naïf. Lembaga –lembaga kemahasiswaan tidak lagi diramaikan oleh aktivis-aktivis IMM dengan dalih “IMM merupakan organisasi yang lebih baik”. Dan penulis curiga, kader-kader IMM memang tidak mampu berkompetisi diluar komunitas mereka. Hasilnya, banyak pengurus lembaga kemahasiswaan yang bukan alumni Darul Arqam Dasar padahal aturan kemahasiswaan secara terang telah menjelaskan. Sekali lagi, ada yang salah dengan cara berpikir pimpinan dan pengurus IMM. (*)

*Penulis adalah mantan Ketua Umum PC IMM Kota Parepare dan Sekretaris Bidang Keilmuan DPD IMM Sulsel.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply