Oleh: Fauzan Anwar Sandiah*
Berkaitan dengan eksperimen-eksperimen penulisan fiksi, tampaknya sangat menarik untuk membahas sebuah buku fiksi berjudul Kiat Sukses Hancur Lebur (2016) karya Martin Suryajaya. Buku ini, bagi saya telah memperkenalkan genre yang masih ganjil dalam dunia fiksi Indonesia. Kebanyakan dari pembaca fiksi hanya ditawarkan model eksperimen penulisan yang sekalipun kreatif, tak jarang berada pada jalur semiotika formal, yang pada akhirnya membenci humor, dan secara berlebihan menggandrungi balutan kosakata satir. Persis dalam konteks inilah, Kiat Sukses Hancur Lebur menjadi penting. Saya mengutip satu bagian dari buku ini untuk menggambarkan jenis narasi yang digunakan oleh Martin:
“Bab 510255 menerangkan dengan sangat terang kiat-kiat andal untuk meniti karir di Departemen Penerangan pada zaman Orde Baru, patokan-patokan untuk mencuci kemeja yang telah hilang, pedoman-pedoman membersihkan layar laptop yang sudah dimaling orang, serta beberapa cuplikan ajaran agama seputar usaha mengawetkan barang-barang yang belum ada”. (hlm. 19)
Pada umumnya orang akan mulai mengulas fiksi dari bagaimana daya karya tersebut menstimulasi makna, sejarah yang melatari penulisan, hingga peran yang dimainkan oleh karya fiksi bagi konteks sejarahnya sendiri. Saya sendiri memilih menghindari tindakan sia-sia untuk menginterpretasikan apa maksud dan makna yang hendak disampaikan oleh Martin dalam Kiat Sukses Hancur Lebur. Jika pun tertarik untuk membahas maknanya, bagi saya, hanya bisa dilakukan dengan melengkapi kosakata imajinatif yang digunakan oleh Martin sendiri. Penyebabnya jelas, bahwa karya fiksi ini tak sepenuhnya dibangun atas cara kerja semiotika formal. Semiotika formal dibangun atas dasar asumsi logis, patuh pada epistemologis dan domain ontologis.
Tentu saja percobaan untuk menggali maknanya akan terbentur oleh pertanyaan misalnya, bagaimana menafsirkan maksud “mengawetkan barang-barang yang belum ada”? tanpa menghasilkan tafsiran-tafsiran yang subjektif, atau kalau pun universal, tanpa harus mengurangi daya-fantasi kosakata maupun kalimat yang ditulis?. Intinya, sebuah karya fiksi dengan genre yang ganjil, adalah sebuah teka-teki, permainan, dan sejak awal memang tak-terbaca. Hal itulah yang dialami oleh Michael Moon dalam Darger Resources (2012) yang berusaha menelusuri cara kerja Henry Darger dalam berkarya. Sebuah contoh yang bagus juga berasal dari percobaan-percobaan untuk memaknai dan menerjemahkan makna tersembunyi di balik narasi, kosakata fantasi, infografis, dan ideogram dalam Codex Seraphiniasus karangan ilustrator Itali bernama Luigi Serafini. Sebelum membahas Kiat Sukses Hancur Lebur, ada baiknya menyinggung sekilas tiga buku karya fiksi yang ditulis oleh tiga orang penulis sekaligus ilustrator paling ganjil yang pernah ada; Darger, Serafini, dan Hrabal.
Karya-Karya Hancur Lebur
Salah-satu karya ganjil Henry Darger adalah sebuah buku berjudul The Story of Girls Vivian, berisi lukisan-lukisan adegan sadis yang dialami oleh anak-anak, terutama anak-anak perempuan, dengan latar pokok visual interior Edwardian atau taman bunga. Moon dalam bagian pembuka Darger Resources, bertanya apakah lukisan dan narasi Darger berasal dari realitas yang sebenarnya (karena dalam karya-karyanya, Darger memainkan peran sebagai “saksi mata”) atau merupakan realitas yang diimajinasikan oleh Darger sendiri?. The Story of Girls Vivian menjadi salah-satu karya fiksi paling rumit yang pernah dibaca. Menurut Mark Payne, karya-karya Darger telah mengganggu batas antara domain ontologis dan dunia imajiner.
The Story of Girls Vivian berkisah tentang peperangan antar bangsa yang dipicu oleh pemberontakan terhadap tindakan perbudakan anak yang dilakukan oleh John Manley dan Glandelinians. Tokoh utama dari cerita ini adalah tujuh gadis Vivian, putri dari Robert Vivian yang berasal dari bangsa Kristen Abbiennia. Dunia dalam The Story of Girls Vivian sepenuhnya adalah dunia lain. Darger menggambarkan karakter-karakter anak-anak perempuan sepenuhnya dalam wujud androgenous. The Story of Girls Vivian yang juga dikenal dengan nama The Realms of the Unreal. Darger lahir pada tahun 1892 di Chicago, dan wafat pada tahun 1973. The Story of Girl Vivian diduga merupakan inspirasi langsung dari peristiwa penculikan dan pembunuhan yang dialami oleh seorang gadis balita bernama Elsie Paroubek (1906-1911).
Jika The Story of Girls Vivian merupakan novel fantasi, maka Codex Seraphiniasus adalah ensiklopedi fantasi yang pertama kali diterbitkan tahun 1981. Codex Seraphiniasus berisi tentang ilustrasi-ilustrasi imaginatif (surreal parodies) flora, fauna, makanan, serta berbagai olahan objek surreal. Serafini yang lahir pada tahun 1949 di Roma, Italia, dalam Codex Seraphiniasus, membenturkan antara kosakata yang sepenuhnya fantasi dan dunia nyata yang merujuk pada bentuk surreal. Codex Seraphiniasus bekerja dengan domain epistemologis dan ontologis. Misalnya sebuah ilustrasi yang menunjukkan proses terbentuknya buaya dari kontak seks antar manusia, sebuah patung di dalam wortel, hingga mekanisme bertahan diri (defense mechanism) ikan kembung dengan melepaskan kepala. Banyak orang menyenangi cara Serafini bermain dengan objek, termasuk Roland Barthes ahli semiotika Prancis, yang nyaris memberi kata prolog untuk Codex Seraphiniasus seandainya tak meninggal pada tahun 1980.
Dalam Codex Seraphiniasus, Serafini menggunakan teknik menulis Asemic, yakni sebuah bentuk semantik terbuka di mana pembaca diberikan sejumlah bentuk baik ideograms, pictograms, grafik, dan kosakata fantasi pengarangnya sendiri. Teknik Asemic kembali populer di tahun 1997an saat dua penyair visual, Tim Gaze dan Jim Leftwich menggunakan teknik ini untuk karya-karya kuasi-kaligrafis yang mereka buat.
Baik The Story of Girls Vivian maupun Codex Seraphiniasus mewakili karya-karya ganjil yang menganggu batas-batas antara dunia imajinasi dan realitas. Terdapat beberapa karya lain yang juga bekerja dengan hal serupa seperti Dancing Lessons For the Advanced in Age, sebuah novel yang ditulis Bohumil Hrabal pada tahun 1964. Novel ganjil sepanjang 128 halaman ini hanya ditulis dalam satu kalimat. Hal itu berarti Hrabal tak menggunakan tanda “titik” sejak dia membuka kalimat pertama, hingga menutup novel ini. Tanpa ada titik. Hrabal, memadukan kompleksitas narasi yang mewakili emosi, kejadian, realitas, keanehan, dalam satu kalimat. Hrabal, sebagaimana Serafini dan Darger, menghancur-leburkan batas-batas.
Hrabal penulis Ceko, lahir di Brno tahun 1914, hingga sekarang dianggap sebagai penulis terbaik abad 20, memulai eksperimen menulis puisi di bawah pengaruh surealisme Prancis. Dancing Lessons For the Advanced in Age bercerita tentang seorang pria yang tengah berkisah tentang kejadian-kejadian dalam kehidupannya sendiri. Hrabal menggunakan metode menulis yang dikenal dengan istilah “palavering”, di mana karakter cerita dibuat bertutur terus menerus.
* Penulis adalah pengurus Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah.