Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Muhammadiyah Berpikir Kritis dalam Bertindak

×

Muhammadiyah Berpikir Kritis dalam Bertindak

Share this article

Oleh: Galuh Candra Dewi*

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Muhammadiyah didirikan di Kota Yogyakarta oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis). Persyarikatan Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330. Milad ke-109 Muhammadiyah yang jatuh pada tanggal 18 November 2021 dengan mengangkat tema “Optimis Hadapi Pandemi Covid-19: Menebar Nilai Utama”.

Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah membangun tradisi berpikir yang kuat dalam diksi tajdid dan berkemajuan. Kyai Haji Ahmad Dahlan selain dikenal cerdas juga memelopori penggunaan nalar keilmuan yang tinggi. Muhammadiyah kemudian dikenal sebagai gerakan Islam reformis dan  modern, yang di dalamnya melekat alam pikiran maju. Kyai Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah bahkan disebut sebagai pembaru atau mujaddid, yang pemikirannya menurut Nurcholish Madjid melampaui zamannya.

Bangsa maju memiliki kepemimpinan berpikir kritis. Muhammadiyah memiliki tradisi berpikir kritis yang tumbuh puluhan tahun. Ini adalah kunci untuk mengembangkan semua potensi untuk memajukan bangsa. Yang dapat dilakukan pada masa pandemi saat ini yaitu berpikir kritis dalam mewujudkan inovasi.

Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. dalam pidatonya menyampaikan adanya delapan nilai utama yang dapat dijadikan dasar orientasi dalam menyikapi pandemi, sekaligus mengembangkan sikap luhur pasca pandemi karena sangat bermakna bagi kehidupan bersama umat manusia. Nilai-nilai tersebut antara lain:

Pertama, nilai ketauhidan untuk kemanusiaan. Tauhid merupakan asas paling mendasar dalam Islam. Tauhid dalam Islam tidak terbatas menyangkut aspek iman untuk mengesakan Tuhan semata.

Kedua, nilai pemuliaan manusia. Pandemi Covid-19 memberikan pembelajaran pentingnya untuk memuliakan manusia atau jiwa dan fisik manusia agar dihargai dan diselamatkan, sebaliknya jangan sampai diabaikan, disia-siakan, dan direndahkan.

Ketiga, nilai persaudaraan dan kebersamaan. Pandemi ini masalah bersama. Baik dalam menghadapi pandemi maupun masalah bangsa jika ditanggung bersama dengan semangat persaudaraan maka akan lebih mudah sebagaimana pepatah Melayu, “Berat sama dipikul, Ringan sama dijinjing”.

Keempat, nilai kasih sayang. Ajaran kasih sayang dalam Islam sangat penting dan luas yang lahir dari nilai ihsan, ukhuwah, silaturahmi, dan ta‘āwun dalam wujud kepedulian, empati, simpati, kerjasama, dan kebersamaan atas nasib sesama. Jika tidak mau membantu sesama jangan bertindak semaunya. Jika tidak dapat memberi solusi atas masalah yang dihadapi, jangan menjadi bagian dari masalah dan mengabaikan masalah.

Kelima, nilai tengahan atau moderat. Muhammadiyah berusaha mengembangkan nilai moderat atau Wasaṭiyah yang berprinsip dan autentik, tanpa merasa paling wasaṭhiyah, tetapi tidak pula bias wasaṭhiyah yang atas nama moderat membenarkan “apa saja” dan menjurus pada hal-hal yang ekstrim (ghuluw atau taṭarruf).

Keenam, nilai kesungguhan berusaha. Usaha mengatasi pandemi merupakan komitmen dan tanggungjawab bersama. Sikap optimis disertai ikhtiar yang bersungguh-sungguh harus menjadi jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan semua orang di negeri ini untuk mengubah keadaan yang buruk dari wabah Corona ke situasi yang lebih baik.

Ketujuh, nilai keilmuan atau ilmiah. Pandemi ini meniscayakan pentingnya manusia bersandar pada ilmu. Ilmu yang mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan.

Kedelapan, nilai kemajuan. Pandemi ini meniscayakan manusia untuk belajar memahami masalah secara mendalam dan luas serta membangkitkan diri untuk maju pasca musibah. Manusia diajari Tuhan dengan berbagai cara.

Pada nilai yang kedua ini yaitu nilai pemuliaan manusia tersebut menjelaskan tentang pentingnya untuk memuliakan manusia atau jiwa dan fisik manusia agar dihargai dan diselamatkan. Di dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada Pokok Pikiran pertama terkandung pernyataan, “Hidup Manusia harus berdasar Tauhid (meng-esa-kan Allah): ber-Tuhan, beribadah, serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.” Sedangkan pada Pokok Pikiran kedua disebutkan, “Hidup manusia itu bermasyarakat”, serta pada Pokok Pikiran keempat dinyatakan: “Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah wajib sebagai ibadah kepada Allah SWT dan berbuat ihsan kepada sesama manusia.”

Manusia tidak boleh dipandang sebelah mata, manusia harus menggunakan akal sehatnya dengan baik karena setiap manusia memiliki tujuan yaitu mencapai pemahaman yang mendalam terhadap sesuatu. Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai ragam kemampuan. Manusia pasti memiliki kemampuan otak untuk berfikir yang setiap kegiatan atau hal yang berkaitan dengan usaha pasti akan dipertimbangkan dengan matang. Tidak lain juga banyak orang yang kurang memperhatikan nilai berpikir ini, sehingga memicu munculnya perilaku negatif yang dapat ditimbulkan.

Dalam menggapai kesuksesan perlu mengembangkan kemampuan yang kita miliki. Berpikir secara kritis sebelum bertindak dapat mewujudkan hasil yang indah dengan mendorong misi untuk membangun kemajuan bangsa dan negara. Berpikir secara kritis terhadap ayat-ayat Allah adalah berusaha memahaminya dari berbagai sumber, menganalisis, dan merenungi kandungannya kemudian menindaklanjuti dengan sikap dan tindakan positif.

Harapan saya untuk membangun nilai berpikir kritis dalam bertindak ini adalah menerapkan pada diri sendiri serta keluarga untuk memecahkan masalah secara mendalam pada kehidupan sehari-hari.

“Begitu kamu mengganti pikiran negatif dengan pikiran positif, kamu akan mulai mendapatkan hasil yang positif.” – Willie Nelson.

 

* Mahasiswa Kebidanan S1 semester 3 Universitas Aisyiyah Yogyakarta

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply