Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Muhammadiyah Mendorong Etos Pembaruan Pendidikan

×

Muhammadiyah Mendorong Etos Pembaruan Pendidikan

Share this article

Oleh: Sukanti Ningsih*

Pendidikan di Indonesia tidak bisa terlepas dari salah satu komponen yang bernama Muhammadiyah. Gerakan yang didirikan Ahmad Dahlan pada tahun 1330 H dan bertatapan pada tahun 1912 M ini membawa dampak besar dalam perkembangan  sejarah Indonesia ini. Fondasi gerakan Muhammadiyah atas telaah Dahlan dalam membaca teks Al-Quran dan konteks sosial Kauman saat itu, membawa perubahan besar bagi Indonesia dan dunia.

Muhammadiyah menghiasi sejarah panjang negeri ini. Amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan pada tahun 2000 menurut data dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010 memiliki capaian yang luar bisa. Jumlah sekolah dasar 2896, sekolah menengah pertama 1.713, sekolah SMA/SMK 929, perguruan tinggi Muhammadiyah 132. Capaian ini meningkat dalam waktu 10 tahun.

Kyai Haji Ahmad Dahlan memiliki latar belakang dan kebiasaan sejak kecil berada dalam bimbingan dan didikan ayahnya kyai Haki Abu Bakar, dalam hal menulis dan membaca, kemudian beliau belajar ilmu agama dan ilmu lain kepada banyak guru, seperti KH, Muhammad shaleh ilmu fikih, KH Abdul Hamid ilmu falak. Pengaruh pendidikan dan kebiasaan belajar sejak kecil turut membentuk pribadi Dahlan menjadi seorang yang peduli terhadap kondisi masyarakat dan umat Islam yang beranda dalam kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakmampuan bersekolah baik karena terlarang bersekolah atau karena mahalnya biaya sekolah Belanda dan sekolah Kristen.

Dalam bidang pendidikan yang dilakukan pertama kali oleh Kyai  Haji Ahmad Dahlan pada tahun 1904-1905 adalah mendirikan pondok atau asrama untuk menampung pelajar dari luar daerah yang belajar di Yogyakarta. Pada awalnya siswa belajar hanya 6 orang, namun setengah tahun kemudian jumlah siswa yang belajar meningkat pesat.

Selain itu Kyai Dahlan turut mengajarkan pendidikan agama Islam kepada para siswa di sekolah Belanda. Sekolah Muhammadiyah yang sudah didirikan sebelumnya, Muhammadiyah juga mendirikan dan mengembangkan pendidikan non formal dan informal yang bertujuan untuk memperkuat kemampuan sumber daya kaget Muhammadiyah.

Milad ke 109 tahun Muhammadiyah yang bertema “optimis hadapi covid-19 : menebar nilai utama”. Sikap optimis dalam keimanan kepada Allah SWT. Kita harus percaya bahwa pandemi ini akan berlalu dan pendidikan diharapkan kembali seperti sedia kala dan berjalan dengan sematinya.

Dalam kurikulum ISMUBA Majelis, Pendidikan Dasar dan Menengah DIY, pendidikan Muhammadiyah memiliki 4 fungsi, yaitu: Pertama, sebagai sarana pendidikan dan pencerdasan. Kedua, pelayanan masyarakat. Ketiga, lahan kaderisasi. Misi pendidikan Muhammadiyah tersebut sekaligus menjadi solusi dan respon terhadap keringnya ruh keagamaan dalam pendidikan. Muhammadiyah memiliki ciri khas yaitu pendidikan al-Islam dan kemuhamadiyahan. Seluruh amal usaha Muhammadiyah sebagai fondasi pendidikan.

Tantangan Muhammadiyah semakin berat, perubahan pendidikan merupakan sebuah keniscayaan. Muhammadiyah tidak boleh terkena dengan romantisme kuantitas pendidikan. Pendidikan AIK menjadi ruh pendidikan Muhammadiyah, maka perlu divitalkan fungsinya. Pendidikan al-Islam diarahkan pada pengenalan, pemahaman, dan penghayatan serta pengalaman ajaran Islam yang menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Pendidikan Muhammadiyah diarahkan pada pemahaman dasar gerakan dan ideologi Muhammadiyah. Dalam pendidikan tinggi kiranya perlu juga diberikan pemahaman tentang Islam dalam kerangka pendidikan Muhammadiyah, yang diajarkan kepada mahasiswa.

Muhammadiyah adalah organisasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah alam usaha dalam bidang pendidikan yang banyak. Tujuan pendidikan Muhammadiyah yang akan mendorong terwujudnya Indonesia yang berkemajuan. Sehingga semua jurusan di perguruan tunggi punya wawasan yang luas dalam memandang Islam.

Ahmad Dahlan bukan mengembangkan sistem, akan tetapi mengembangkan etos kerja yang berdasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Ahmad Dahlan bukanlah bermaksud mewariskan sistem pendidikan tetapi mewariskan etos pembaruan pendidikan. Oleh karena itu yang penging untuk mewarisi adalah etos pembaharuannya, bukan sekadar sistem pendidikan. Etos pembaharuan pendidikan Muhammadiyah seperti yang telah di jelaskan di atas, harus di kawal dan dilaksanakan. AIK merupakan manisnya pemikiran pembaharuan pendidikan Muhammadiyah. M Ali menyalakan arah pengembangan pendidikan Muhammadiyah memiliki dua jurusan, yaitu pengembangan fondasioanal-konseptual dan pengembangan praktis sebagai implementasi dan penguatan AIK pada perguruan Muhammadiyah.

Pendidikan Muhammadiyah diarahkan menjadi pendidikan yang menghidupkan. Pendidikan yang dapat pengatasi permasalahan yang dihadapi umat manusia. Selama pendidikan tidak diarahkan untuk mengatakan masalah manusia. Maka pendidikan itu tidak akan banyak gunanya.

 

* Mahasiswa S1 Kebidanan Semester 3 Universitas Aisyiyah Yogyakarta

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply