Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Multi Level Inspirasi Ala Prof. Siswanto Masruri

×

Multi Level Inspirasi Ala Prof. Siswanto Masruri

Share this article

 

Oleh: Muhammad Chirzin*

Prof. Siswanto Masruri menyelenggarakan launching buku biografinya berjudul Biografi Siswanto Masruri: Keluarga Nomor Satu, Nomor Satu Keluarga, Menuju Kemanusiaan Bersama.

Launching dilaksanakan pada Sabtu, 27 November 2021 secara daring di hotel New Saphir Yogyakarta. Hadir di tempat Prof. Al Makin, Rektor UIN Sunan Kalijaga, dan sejumlah kolega dan murid-muridnya. Teman-teman dan murid-muridnya yang lain bergabung via zoom dari berbagai tempat di Indonesia.

Hadir memberikan pesan dan kesan secara bergantian, Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, M. Si., Prof. Drs. KH Yudian Wahydi, Ph.D., Prof. Dr. HM. Amin Abdullah, Prof. Dr. H. Ridwan Nasir, MA., Prof. Dr. Hj. Ruhaini Dzuhayatin, MA., Dr. Abdurrahman Fachir, mantan Eakil Menteri Luar Negeri Indonesia Kabinet Jokowi I, Dra. Hj. Kustini Sri Purnomo, Prof. Dr. Hj. Marhumah, M.Pd., dan Prof. Dr. H. M. Abdul Fattah Santoso, M.Ag.

Master of ceremony, Kandidat Doktor Pak Bono dan Mbak Nurul, mengundang empat pembicara ke panggung mewakili para pembicara, yakni Prof. Amin Abdullah, Dra. Hj. Kustini, Prof. Hj. Marhumah, dan Prof. Abdul Fattah Santoso.

Penulis menyesal tidak dapat hadir di lokasi, dan hanya dapat gabung via zoom, sekalipun terlambat, karena ada dua kegiatan lain pada waktu yang bersamaan, yakni menyerahkan calon mempelai pria putra tetangga depan rumah, dan rapat monitoring bimbingan disertasi Mahasiswa S3 UMY.

Dra. Hj. Kustini, Bupati Sleman DIY berbagi pengalaman mendapat inspirasi, motivasi, dan dukungan untuk meneruskan kerja sang suami sebagai orang nomor 1 di Kabupaten Sleman. Semua ia enggan, walaupun sudah dilamar oleh parpol tertentu untuk diusung menjadi orang Nomor Satu. Prof. Siswanto memberikan wawasan dan pencerahan, bahwa setiap muslim dan muslimah berkewajiban untuk berdakwah. Jika dakwah itu dilakukan secara pribadi dan personal, mungkin hanya bisa menjangkau khalayak tertentu. Tetapi, dengan menjadi Bupati, insyaallah, dapat memberikan manfaat dan maslahat lebih banyak orang lagi. Akhirnya, bismillah, melangkah menuju Sleman 1 dengan segala dinamikanya. Hendak berkampanye di lingkungan NU ditolak; dikatakan Muhammadiyah. Hendak berkampanye di kalangan Muhammadiyah, dikatakan NU.

Dengan segala kesungguhan, akhirnya berhasil juga. Hal itu tidak lepas dari dukungan dan doa Prof. Siswanto Masruri.

***

Prof. Marhumah merasa sangat terhormat diundang ke panggung untuk memberikan testimoni. Prof. Siswanto sangat perhatian. Setiap kali bertemu, antara lain, selalu menyapa bagaimana kabar suaminya. Maka dia pun mengajak sang suami untuk hadir bersamanya.

Prof. Amin Abdullah selaku adik kelas Prof. Siwanto Masruri di Gontor memberikan testimoni, bahwa Prof. Siswanto adalah figur lobis (pelobi) yang handal. Pak Siswanto tidak mengejar jabatan Rektor, tetapi perannya sangat membantu perjalanan Rektor-Rektor UIN Sunan Kalijaga periode demi periode. Andaikata Pak Siswanto menjadi Rektor, mungkin prestasinya tidak seperti yang kita saksikan kini.

Selaku teman sekelas di KMI dan IPD (sekarang UNIDA) Gontor, Prof. A. Fattah Santoso, MA., Dosen UMS, merasa nyaman dan akrab bersahabat dengan Prof. Siswanto. Dan persahabatan itu terus terpelihara. Ketika sudah menjadi Dosen di UMS, ia suka mengisi liburan main ke kontrakan Pak Siswanto di Demangan Yogyakarta. Prof. Siswanto beserta istri dan putranya sempat pula menghadiri perkawinannya di Cirebon.

Prof. Dr. Ridwan Nasir bersahabat dengan Prof. Sis sejak 30 tahun yang lalu, baik sebagai sesama Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, maupun Prof. Siswanto sebagai Sekretaris Kopertais DIY yang berhasil menginisiasi penerbitan jurnal ilmiah Kopertais, pengiriman peserta pembibitan Calon Dosen dari lingkungan PTAIS, maupun pembukaan Program Doktor di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Prof. Siswanto adalah sosok yang suka bergaul dan pandai bekerja sama dengan siapa saja.

***

Dr. Tom Badawi adalah salah seorang teman sekelas Prof. Siswanto di Gontor bersama Emha Ainun Najib (Cak Nun) dengan segala suka dukanya. Prof. Siswanto adalah teman yang setia, sangat bersahabat, dan menyenangkan. Penulis pun pernah diajak Prof. Siswanto singgah dan bermalam di rumah Ustadz Tom Badawi di Lamongan Jawa Timur.

Prof. Din Syamsuddin yang sedang dalam perjalanan tugas di luar negeri memberikan testimoni, bahwa sebagai guru di Gontor, beliau menonjol dalam bermain voli, karena posturnya yang tinggi. Prof. Siswanto sosok yang senang menjalin silaturahmi. “Kalau di Gontor ada slogan yang sangat popular, ‘Ke Gontor apa yang kau cari?’ maka pengalaman Prof. Siswanto dan saya sendiri, di samping mencari ilmu, adalah mencari istri.” Istri Prof. Siswanto alumni Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta yang berasal dari Jetis Ponorogo, 3 km dari Gontor.

Dr. Abdurrahman Fachir sangat berterima kasih kepada Prof. Siswanto atas bimbingannya sebagai guru, hingga ia menjadi pemain basket inti di Gontor, dan menjadi Ketua Koordinator Gerakan Pramuka di sana. Hingga berkarir sebagai diplomat, baik sebagai Atase Kebudayaan di Kedutaan Besar Malaiysia, Duta Besar, maupun Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, ia selalu bersilaturahmi dengan Prof. Siswanto. Dan saat menempuh studi S3, Prof. Siswanto menjadi salah seorang dari 9 Penguji Promosi Doktornya.

Prof. Dr. Hj. Ruhaini Dzuhayatin, MA murid Prof. Siswanto sejak duduk di kelas 3 di Pondok Pesantren Pabelan Magelang. Sebagai guru bahasa Inggris, seperti halnya pengalaman Dr. Abdurrahman Fachir, Prof. Siswanto menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Inggris yang mengantarkannya mencapai prestasi akademik tertinggi, dan karir hingga kini. Prof. Siswanto adalah guru sejati. Setelah terbit biografi ini, Prof. Ruhaini mengajukan permintaan yang simpatik dan rasional, agar Prof. Siswanto Masruri berkenan menulis satu buku lagi, tentang Manajemen Perguruan Tinggi, sesuai dengan pengalaman, kiprah, dan lobi-lobinya tingkat Perguruan Tinggi hingga perannya kini sebagai Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

***

Penulis pribadi mencatat pengalaman bergaul dengan Prof. Siswanto Masruri begini.

Kesempatan mengenal Ustadz Siswanto Masruri mula-mula di Gontor ketika Pak Siswanto, demikian panggilan akrabnya, bermain sepak bola di lapangan belakang asrama dan bermain voli di lapangan depan aula Balai Pertemuan Pondok Modern (BPPM). Pak Siswanto tampak menonjol dengan postur tubuhnya yang lebih tinggi dari teman-teman guru. Beliau selalu menebar senyum, baik di lapangan olah raga maupun ketika berjalan bersama guru-guru menuju kelas atau ke ruang makan ustadz di ujung timur kampus.

Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo kebinekaan sangat diapresiasi. Santri Gontor berasal dari seluruh penjuru tanah air Indonesia, dari Sabang sampai Merauke dengan puluhan suku dan bahasa daerah, bahkan beberapa santri berasal dari luar negeri. Setiap awal tahun ajaran baru diselenggarakan upacara dan parade baris-berbaris. Santri-santri dari daerah yang sama, dengan sebutan konsulat, menjadi satu barisan. Barangkali pengalaman itu melatarbelakangi pandangan Ustadz Siswanto Masruri tentang keluarga. “Kita adalah keluarga besar dunia dengan pengertian yang tepat mengenai Indonesia dan keluarga kita.”

Santri berprestasi di Gontor tandanya antara lain dipercaya (musta’mal) menjadi pengurus Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) atau Koordinator Gerakan Pramuka. Pak Siswanto adalah pengurus OPPM Bagian Pengajaran. Bila santri telah duduk di kelas akhir (kelas enam), tanda keunggulannya ialah menjadi pengajar kursus sore, imam shalat berjamaah maghrib di masjid Jami, dan menjadi khatib Jumat berbahasa Arab. Puncaknya  menjadi siswa pertama praktik mengajar di Aula disaksikan oleh seluruh teman kelas akhir dengan supervisi KH Imam Zarkasyi beserta guru-guru senior. Itu semua dialami oleh Pak Siswanto.

Walaupun Pak Siswanto tidak pernah menjadi guru di kelas kami, ketika penulis duduk satu kelas bersama akhi Hidayat Nur Wahid, Muhyidin Junaidi, Masyhudi dan kawan-kawan,  penulis merasakan keguruannya dari percakapan dengan teman-teman di kelas lain, baik peran beliau sebagai wali kelas maupun sebagai guru mata pelajaran tertentu. Pak Siswanto adalah guru yang tidak suka menggurui (mendikte).

Kebersamaan penulis dengan Pak Siswanto berlanjut ketika penulis mengikuti jejaknya dan Pak M. Amin Abdullah menempuh kuliah doktoral, lanjutan Sarjana Muda/BA, di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,1985-1989. Semula penulis hendak mengambil jurusan Akidah-Filsafat, tetapi atas saran Pak Siswanto penulis masuk jurusan Perbandingan Agama dengan Guru Besar Prof. Dr. H.A. Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI yang sangat disegani. Salah satu mata kuliahnya diampu oleh Prof. Dr. H. Burhanuddin Daya dengan asisten Pak Siswanto. Betapa nyamannya belajar dengan Pak Siswanto, karena sangat familiar, kebapakan. Bersama Prof. Dr. H. Burhanuddin Daya Pak Siswanto pun menjadi pembimbing penulisan skripsi, “Kenabian Isa dan Kerasulan Muhammad Menurut Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al-Jawab Ash-Shahih liman Baddala Din Al-Masih.”

Pak Siswanto sebagai kakak dalam keluarga besar dengan beberapa adik menjadi sosok yang mengayomi. Bukan hanya buat adik-adik kandungnya sendiri, tetapi juga adik-adik kelas santri maupun mahasiswa dan kolega-kolega yang lebih muda. Pak Siswanto lebih banyak bertanya tentang keadaan dan capaian murid-murid dan koleganya daripada membicarakan prestasinya sendiri. Pak Siwanto selalu banyak ide, tetapi tidak mau menonjolkan diri. Ide-idenya disampaikan kepada teman-teman untuk disuarakan, baik pandangannnya tentang urusan dunia pendidikan maupun masalah kebangsaan.

Tradisi Pesantren “saudara tunggal guru” sangat mandarah daging pada diri Pak Siswanto Masruri. Walaupun beda generasi dan masa studi lebih dari satu, dua, bahkan tiga dasawarsa, bila bertemu dengan sesama alumni pasti mengemuka rasa persaudaraan tunggal guru itu, di mana pun mereka berjumpa, baik di dalam maupun di luar negeri. Hal itu membuahkan jaringan Gontor di mana-mana dan menginspirasi Pak Siswanto untuk selalu berjejaring dengan teman-temannya.

Di antara motto Pondok Modern Gontor ialah “Di atas dan untuk semua golongan”; “Jadilah perekat umat”; “Mau dipimpin, siap memimpin”. Hal ini menjadi inspritasi alumni Gontor untuk membangun jejaring sesama alumni khususnya dan sesama muslim pada umumnya. Hal itu ditopang oleh pengalaman di asrama semasa di Gontor mandi bersama, makan sepiring bertiga, belajar sambil ngopi berlima, bermain, membuat majalah dinding, dan tidur bersama. Santri Gontor generasi tahun 2000an bahkan mengenal “kopi hanger”, yakni membikin seember kopi yang diaduk dengan hanger baju.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa persahabatan kami seperti yang disabdakan Nabi saw, “Muslim yang satu dengan muslim yang lain ibarat satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh menderita, maka yang lain ikut merasa dan berajaga,” dan seperti peribahasa, “Burung sejenis bergerombol menjadi satu.” Tidak jarang saya dilibatkan oleh Pak Siswanto dalam kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan, baik di kampus maupun di luar kampus.

***

Pak Siswanto memegangi filosofi kepemimpinan kekeluargaan. Hal itu menurut Pak Siswanto bukan untuk diterapkan dalam keluarga kecil saja, tetapi sampai dengan kepemimpinan tingkat nasional. Hubungan Presiden dengan para Menteri hendaklah bersifat kebapakan, begitu pula hubungan Gubernur dengan para Walikota dan Bupati. Demikian seterusnya. Jiwa kepemimpinan kekeluargaan dan persaudaraan itu berorientasi win-win solution dalam menghadapi segala persoalan

Persahabatan penulis dengan Pak Siswanto hingga kini ditandai dengan bergabungnya kami bersama-sama dalam beberapa grup WA: Alumni Gontor usia 60 tahunan, Alumni Gontor Semua Angkatan, Alumni Gontor di Jogja; Dosen UIN Sunan Kalijaga, Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Paguyuban Arisan Fakultas Ushuluddin (Pagarfakus), Senat UIN Sunan Kalijaga, dan Dosen Pascasarjana Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY); —kami sama-sama pernah menjadi Direktur Pascasarjana di sana, serta anggota grup WA Profesor PTKIN.

“Kita adalah keluarga besar dunia dengan pengertian yang tepat mengenai Indonesia dan keluarga kita.” (Siswanto Masruri)

Life is better with friends.

 

* Guru Besar Tafsir Al-Qur’an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply