Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipBudayaOpini

Pasca-Dahlan, Marx, dan Derrida (Bagian 3)

×

Pasca-Dahlan, Marx, dan Derrida (Bagian 3)

Share this article

 

Oleh: Ermansyah R. Hindi

*) Anggota “Lingkar Studi Pasca-Filsafat”/Sekretaris PD Muhammadiyah Turatea Jeneponto

KHITTAH.CO- Apakah dengan praktik revolusioner atau praktik perlawanan atas ketimpangan sosial dan jaringan hegemoni segalanya akan berakhir masalahnya hanya melalui (re)produksi? Relasi antara bentuk komoditas dan bentuk obyek menghubungkan ideologi dan ekonomi sebagai produksi tanda melintasi Dunia Ketiga. Kini, ideologi bukan lagi dipahami sebagai reproduksi ide atau tanda yang diproyeksikan dan diartikulasikan melalui sistem penanda ideologi Dunia Pertama-Utara.

Baca juga : Pasca-Dahlan, Marx, dan Derrida (Bagian 2)

Tetapi, tidak lantas Dunia Pertama memiliki sistem penanda melawan sistem petanda Dunia Ketiga setelah diprogram, dikendalikan, dan diperas bukan lagi oleh mesin produksi-teknologi, tetapi kekuatan abstrak melalui sistem kode, akhirnya menjadi korban didaur-ulang untuk dipersembahan kepada “sistem kapitalisme global yang terintegrasi”. Relasi ekonomi sebagai tanda yang menyerap dan melepaskan seluruh energi dari produksi material (sistem dan relasi produksi), produksi ketidaksadaran, produksi ide, hasrat, produksi kesenangan, dan produksi sosial.

Bentuk obyek seperti alam, tanah jajahan, privatisasi, utang, masyarakat konsumen, atau tenaga kerja bukan lagi menjadi instrumen kolonialitas dari Dunia Pertama-Utara melalui cara produksi dan relasi produksi kapitalis terhadap Dunia Ketiga-Selatan sebagai korban, tetapi melalui sistem kode yang diciptakan oleh sistem kapitalisme global yang terintegrasi.

Sistem petanda Dunia Ketiga tidak sedikit mengalami kekurangan, kecuali bentuk eksploitasi yang terselubung dari perangkap sistem kode. Selain itu, citra modal yang ditanamkan kapitalisme berubah menjadi suatu kekuatan tanda yang terintegrasi melebihi ranah mesin yang berbeda-beda (teknik, ekonomi, sosial, hasrat). Sampai disini, memang perjuangan kelas akibat dari kontradiksi antara relasi-relasi produksi, relasi antara ekonomi dan negara memiliki modus produksi yang tidak terelakkan sebelum hak milik terbentuk. Memang kita tidak dikelilingi oleh perjuangan kelas menuju komunisme; kita tidak lagi melihat rantai kecanduan akan kebutuhan atau saluran kepuasan terhadap bentuk produksi kapitalis, tetapi penyaluran hasrat dan pelepasan libido konsumsi global melalui produk-produk yang dimainkan dalam suatu permainan.

Berkat relasi produksi dan cara produksi kapitalis yang berubah, perkembangan relasi hasrat dan relasi sosial lebih kuat dari negara, malahan negara bergantung terhadap rezim pasar bebas ditandai dengan barang-barang konsumsi yang melimpah-ruah diproduksi oleh perusahaan transnasional. Pabrik-pabrik industri sosialis yang terkapitaliskan atau kekuatan produksi-korporasi transnasional kapitalis (dari parfum, sampo, sabun, rokok, hingga media massa) yang menciptakan selera, kesenangan, fantasi, dan hasrat untuk berbelanja sebagai mesin abstrak berbolak-balik dengan pertukaran tanda.

Produksi kapitalis dikonsolidasikan melalui mesin abstrak. Pasar bebas dan tanda hasrat, seperti libido dapat ditukarkan dengan uang dalam bentuk prostitusi negara. Kuasa negara dapat meritualisasi kaum pekerja untuk menjadi tontonan pengorbanan, kecuali massa kritis menentang ilusi dari produksi kapitalis. Perjuangan kelas (kaum pekerja) menuju “Permainan Besar” dalam sistem produksi global. Produksi ketidaksadaran: mekanis dan sosial tidak terikat secara psikis dari ketidaksadaran. ‘Produksi tanda’ (budaya, komoditas, dsb) dan logika kelas merupakan titik akhir dari tanda pluralitas perjuangan; ia keluar dari penanda despotik dan sintesa ketidaksadaran mesin dan massa. Produksi ketidaksadaran secara mekanis dan sosial tidak memerlukan lagi relasi produksi ketidaksadaran revolusioner, karena tatanan produksi berakhir dengan sendirinya.

Sementara, proses autoproduksi ketidaksadaran revolusioner tidak lebih sebagai penanaman secara mekanis dan sosial akan menjadi bagian dari aparatur kesenangan atau hasrat untuk kuasa melebihi kritik ekonomi politik dan akhir dari teori konspirasi hanya untuk melayani kepentingan kaum kapitalis (nampaknya masih berlangsung peristiwa acak dan tumpang-tindih dalam “sistem penanda kapitalis yang sosialis” atau “sosialis yang kapitalis”) telah menguji analisis Marx.

Pada saat segalanya bermain dengan dunia virtual, kita menghadapi pertukaran tanda ekonomi bukan lagi menjadi bagian dari pembentukan nilai tukar dan nilai guna atau nilai surplus secara dialektikal, tetapi arus reproduksi, pengulangan, dan sirkulasi terus-menerus, atau tanda kebalikan dari kelahiran dan kematian, tanpa referensi dan asal-usul. Tatkala kita sementara masih menghadapi akhir dari konspirasi, ia bukan lagi sebagai jaringan, teori, dan praktik, tetapi sistem tanda kesenangan atau hasrat yang menyeluruh.

Produksi ketidaksadaran revolusioner sebagai penanda, dan konspirasi menghilang dalam tanda kesenangan, fantasi, dan hasrat. Ia bertujuan untuk memalsukan setiap motif ekonomi melalui kesenangan dan hasrat untuk mengkonsumsi segala sesuatu. Sampai disini, sistem pengendalian kapitalis yang sangat berlebihan atas kelas pekerja, akhirnya menjadi krisis di saat kaum pekerja dimanipulasi dengan nilai surplus. Kaum pekerja menentang perjuangan kelas berdasarkan modal. Dari perjuangan untuk modal ke jaringan solidaritas. Pada satu sisi, pelepasan hasrat dan penyaluran libido merupakan cara terbaik untuk tidak menjerat realitas. Di sisi lain, relasi antara personal dan modal memasuki relasi timbal-balik antara kerja aktual dan virtual. Jaringan produksi permainan tanda (hasrat dan kuasa) berlangsung dalam “sistem reproduksi ketidaksadaran” dibalik mesin kapitalis.

Baca juga : Pasca-Dahlan, Marx, dan Derrida (Bagian 1)

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply