Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipMuhammadiyahOpiniPendidikan

Pelajar sebagai Lokomotif Pencerahan

×

Pelajar sebagai Lokomotif Pencerahan

Share this article

Taufiq

Wakil Bendahara PW IPM Sulsel

KHITTAH.co, Di abad ke-21 Pelajar membentuk paradigma terpola untuk merekayasa tangga kesuksesan dalam melakukan sebuah aksi nyata dalam sosial kemasyarakatan, di mana pelajar menerawang  masa depan (forecasting), membulatkan tekad (dedication) dan meneguhkan pendirian (loyality).

Demikian itu, bahwa dengan menuntut ilmu atau katakanlah belajar merupakan tahap yang mesti di lewati oleh seorang pelajar. Mengingat hegemoni modernisme telah menjadi tantangan yang perlu di hadapi setiap pelajar. Lalu modernism perlu di iringi dengan penguatan intlectual agar tidak tergilas di makan zaman.

Seorang filsuf  Rene Descartes mengatakan, ”Aku berpikir, maka aku ada”. Sehingga dengan berpikir, maka seseorang akan di katakn ada dalam mewarnai kehidupannya. Bagi kaum intlektual, bukan zamannya lagi untuk berpangku tangan untuk menghayalkan masa depan. Tapi, mulai menata ke depan, bahwa akan melakukan yang terbaik bagi agama dan bangsa Indonesia.

Kemudian menggali potensi masing-masing dengan penuh perjuangan demi menggagas peradaban yang baru yakni Indonesia Berkemajuan dengan segala potensinya baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia yang harus di maksimalkan dengan pengelolaan terorganisir.

Dalam kerangka aktivisme, Pelajar kerap di juluki sebagai agent lokomotif, agent of change dalam pranata sosial. Hal itu tentu menjadi tanggung jawab besar masyarakat dan Bangsa . Meskipun dalam pranata sosial pelajar seringkali di sudutkan dalam berbagai aktivitas social kemasyarakatan, dalam politik praktis sebagian pelajar turut andil dalam pergulatan politik yang di mana di motori oleh oknum-oknum berkepentingan seperti halnya money politik yang  mewabah di tengah masyarakat awam. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab bersama, ada hal yang bermakna  yang dapat di lakukan bagi lingkungan di mana pelajar itu berada.

Di waktu yang sama, kita menyaksikan presentasi situasi di mana Nampak terjadi pergeseran nilai dan budaya, seperti sopan santun yang mulai tergerus terganti dengan premanisme, ramah tamah berganti vandalism dan liberalism yang kian menghindapi masyarakat pada umumnya. Di sinilah peran pelajar di tuntut  melakukan aksi nyata demi mempertahankan budaya yang telah di wariskan oleh pendahulu bangsa ini.

Karakter Pelajar mempunyai ciri berfikir dan bertindak secara ilmu-iman-amal,iman-ilmu-amal,amal-ilmu-iman secara dialektis. Tidak memandang remeh salah satu diantara ketiga dimensi tersebut (ilmu-iman-amal), tetapi memandang ketiganya sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi dan harus di miliki oleh setiap pelajar. Pelajar yang mampu mendialetikan ketiga dimensi itu dalam ranah perjuangan dapat kita sebut sebagai intlektual kritis
transformative yang di gagas oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Yaitu pelajar yang bukan hanya pandai berteori atau shaleh ritual atau melakukan kerja-kerja teknis organisatoris, tapi pelajar yang mempunyai wacana pemikiran radikal (mendalam), juga shaleh social dan partispasi aktif mewujudkan perubahan social.

Para kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah mencetuskan bahwa ciri-ciri seperti inilah yang nantinya mampu menjadi pelapor gerakan pembebasan dengan daya kritis transformative, maka dari itu Ikatan Pelajar Muhammadiyah mewujudkan hal ini dengan cara budaya literasi. Di mana literasi membaca sebagai aktivitas wajib, melatih berpikir filosofis atau radikal (mendalam),menulis sebagai media untuk menuangkan ide-ide yang ada di dalam pikiran, membuat ruang dialetika ,diskusi, dan sharing sebagai media berlatih berpikir dan bertindak kritis serta merealisasikan pemikiran dalam sebuah tindakan serta merefleksikannya sebagai langkah untuk menteoritiskan kembali pengalaman-pengalaman lapangan yang di prolehnya. Dengan terjemahan strategi itu, maka niscaya tradisi intlektual kritis di lingkungan pelajar akan terbangun.

Tradisi intlektual kritis inilah yang akan mempercepat terwujudnya pelajar yang cinta akan ilmu.  Di saat ini terkhusus di Sulawesi selatan ada sebuah tugas besar untuk merefleksikan gerakan pencerahan dengan bentuk aksi nyata dalam ruang linkup sosial di mana tugas berat para Pelajar Muhammadiyah untuk melakukan pendekatan ilmu-amal-iman atau iman-ilmu-amal dalam eksplorasi Pelajar Berkemajuan yang di gagas oleh kader-kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah(IPM), melalui aksi pencerahan kader IPM di harapkan mampu turut serta dalam aksi pencegahan kejahatan sosial seperti halnya, tawuran antar siswa (kekerasan fisik), beredarnya Narkoba (lem) di mana-mana, sex bebas (tindak asusila),dsb.

Di sinilah IPM harus menjadi Pelopor Pencerahan ( inspiratif ) dalam berbagai hal dan seringkali saya mengutip kata mutiara dari Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Sulawesi selatan Rahmawati Idrus, bahwasanya ” Jangan Bangga Menjadi yang terbaik di antara orang-orang bodoh, Layaknya Raja bermata satu di antara orang-orang buta” di sini saya tafsirkan dengan cara pandang  bahwa Hendaknya kita selalu menjadi pelopor  keilmuan dalam sebuah lokomotif pencerahan dan janganlah selalu diam melihat kemungkaran karna yang ma’ruf  akan mendatangkan sebuah kebahagiaan dalam sebuah langkah perubahan. ‎

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply