Catatan Jelang Musywil Pemuda Muhammadiyah Sulsel, 28-30 Juni 2019
Oleh : Syahrir Sarea
(Bendahara PD Pemuda Muhammadiyah Kab. Jeneponto)
Hari ini adalah sejarah untuk masa depan. Tonggak-tonggak perjuangan dan perjalanan umat masa kini menjadi lembaran-lembaran kisah yang akan di kecap di masa depan. Perjuangan masa kini sesungguhnya hinggap di bahu para pemuda. Meneruskan tongkat estafet perjuangan generasi sebelum mereka. Namun pemuda, bukan tanpa isi. Para pemuda itu, tidak bisa tidak, haruslah mengusung obor ilmu, guna menerangi kehidupan umat Islam saat ini. Agar tidak menjerumuskan. Agar menegakkan keadilan dengan ilmu. Bukan belitan hawa nafsu. Pemuda dan Intelektualitas inilah yang akan menentukan jejak langkah kemudian.(Pesan Buya Hamka untuk pemuda yang di tulis Aldi rahadian dalam Islampos 19 April 2019)
Bila kita amati perspektif pemuda saat ini, adalah menjadi sebuah ukuran kesuksesan seorang anak bangsa tidak lagi diukur dengan kepribadian yang jujur, bersih yang senantiasa memiliki keberanian untuk mengedepankan kepentingan sesama bangsa dan kepentingan orang banyak. Ukuran yang dipandang yang terhormat saat ini ialah ketika berhasil menjadi seorang pejabat, baik yang duduk di pemerintahan bahkan parlemen. Akibatnya pemuda masa kini tidak lagi mempersoalkan ideologi dalam tataran makna, tetapi pada tataran perbuatan, sebagai konsekwensinya pemuda kini tidak lagi mempersoalkan masalah globalisasi dalam tataran kebangsaan, melainkan berkonsentrasi untuk mengejar prestasi dalam bidang ekonomi, dan perebutan prestise diberbagai tataran baik sosial, ekonomi dan politik. Yang lebih ironisnya ukuran yang dianggap sangat sukses adalah ketika mampu memanfaatkan jabatan yang diemban tersebut untuk memperkaya diri, hidup bermewah-mewahan yang didapat dari hasil mencuri uang Negara atau mengeksploitasi sumber daya alam.
Peran pemuda sebagai lokomotif perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik direduksi oleh lingkungan sosial yang terbentuk akibat sistem Negara yang menjadi komoditi politik yang diperdagangkan, bahkan yang lebih ironis menjadi pucuk pimpinan pada sebuah organisasi kepemudaan menjadi sebuah komoditi yang diperdagangkan. Namun bukan berarti kaum muda Indonesia tidak boleh atau tidak berkompeten untuk terlibat dalam politik praktis. Bertuhan terhadap jabatan atau pemegang kekuasaan sebagai jargon khusus untuk mengendalikan situasi justu menjadi bomerang yang akan di kendarai oleh kekuasaan itu sendiri. Sehingga marwah pemuda tidak lagi kokoh laiknya generasi sebelumnya yang mampu menyuarakan keadilan dan kebersamaan.
Menjadikan pemuda muhammadiyah sebagai aktor perubahan ummat yang dimaksud haruslah jemawa memahami konten – konten dinamika negara pasca pemilu 2019. Hiruk pikuk demokrasi seharusnya lebih di fahami sebagai sebuah kerangka pikir dalam mengambil langkah massif mengejar ketertinggalan di tengah arus globalisasi yang kian meroket. Karena ketika kita berhenti, maka kita akan tergilas oleh zaman.
Pemuda muhammadiyah haruslah menjadi subscriber perkembangan tersebut, pemuda harus membagi diri dengan konten yang di maksud. Dengan asumsi bahwa perkembangannya mampu menjadi gebrakan terhadap konstitusi yang lahir dari tangan pemerintah, dan menjadi daya gedor terhadap kendala yang memungkinkan lahirnya penyimpangan terhadap konsep yang ada. Khittah perjuangan muhammadiyah yang tertuang dalam konsep pemuda muhammadiyah sebagai dakwah amar ma’ruf nahi munkar, sosial kemasyarakatan, dan kewirausahaan dianggap menjadi control utama terhadap pembangunan kepemudaan di sulawesi selatan pada khususnya dan indonesia secara umum.
Sulawesi selatan adalah daerah yang merumuskan budaya siri’ na pacce, accera’ sitongka – tongka yang menjadi warna tersendiri dimanapun pemuda berhimpun. Namun perlahan juga mulai memudar oleh kerasnya dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang condong invidualistis dan melahirkan disintegrasi bangsa. Tantangan ini menjadi penting dijadikan wacana dalam diskursus pemuda di berbagai aspek, panggung – panggung literasi perlu disuarakan, sehingga mampu melahirkan formulasi baru dalam menghadirkan sikap dan aksi nyata menghadapi tantangan zaman.
Pada akhirnya ditangan pemudalah bangsa ini menitipkan marwahnya, menakhodai segala aspek pembangunan ummat dan kerakyatan dalam kerangka amar ma’ruf nahi munkar, menjadi patron pengendali kehidupan sosial kemasyarakatan, serta menjadi cerminan untuk keberlangsungan generasi kedepan. karena tantangan sesungguhnya akan hadir di tengah – tengah pergolakan bangsa ini mempertahankan raganya, dan pemuda Muhammadiyah harus hadir dan menjadi bagian penting pembangunan bangsa ini. Penggalan lagu indonesia raya “bangunlah jiwanya bangunlah badannya”, Apakah pemuda akan hadir menjadi solusi atau menjadi polusi !!
Barangsiapa yang belum merasakan pahitnya belajar meski sesaat, maka akan menahan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya, barang siapa yang tidak belajar dimasa mudanya bertakbirlah empat kali atas kematiannya, eksistensi seorang pemuda-demi allah- adalah dengan ilmu dan ketaqwaan, jika keduanya tidak ada padanya, maka tidak ada jati diri padanya (imam syafi’i)