Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipBeritaMuhammadiyahTokoh

Siapa Ketua Muhammadiyah Ketiga?

×

Siapa Ketua Muhammadiyah Ketiga?

Share this article
K.H. Hisyam, Ketua Umum PP Muhammadiyah Ketiga

KHITTAH.co, KH Hisyam, Putra Kauman Yogyakarta, lahir 10 November 1883. Beliau dididik dan dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah. Beliau adalah salah satu murid langsung KHA Dahlan, sehingga beliau bisa dikatakan sebagai sumber hidup tentang Muhammadiyah dan KHA Dahlan saat itu. Beliau juga seorang abdidalem ulama Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat. Beliau terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muahammadiyah 3 (Tiga) tahun berturut-turut, pada Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta 1934, Kongres ke-24 di Banjarmasing 1935 dan Kongres ke-25 di Batavia/Jakarta 1936.

Kepemimpinan KH Hisyam menonjol dalam hal menajemen, administrasi organisasi dan pendidikan. Pendidikan, baginya merupakan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kalau pendidikan maju, maka umat Islam juga akan maju. Maka pola pendidikan Muhammadiyah harus dirubah.pada masa kepemimpinannya, titik perhatian muhammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Hal ini terjadi barangkali karena beliau sebelumnya telah menjadi ketua Bagian Sekolah yang dalam perkembangannya kemudian menjadi Majelis Pendidikan dalam kepengurusan PP Muhammadiyah.

Kebijakan KH Hisyam saat itu adalah mengarah pada modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, agar selaras dengan kemajuan pendidikan yang dicapai oleh sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah Kolonial. Beliau berpikir bahwa masyarakat yang ingin memasukkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah umuam tidak perlu harus  memasukkannya ke sekolah-sekolah umum yang mempunyai mutu yang sama dengan sekolah-sekolah pemerintah. Bahkan masih dapat pula dipelihara pendidikan agama bagi putra-putri mereka. Walaupun harus memenuhui persyaeatan-persyaratan yang berat, sekolah-sekolah Muhammadiyah itu akhirya banyak mendapatkan pengakuan dan persamaan dari pemerintah kolonial saat itu.

Pada periode kepemimpinan KH Hisyam ini, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar 3 tahun (Volkschool atau sekolah desa) dengan kurikulum dan syarat-syarat sebagaimana Volkschool Gubernemen. Dibuka juga sekolah lanjutannya yakni Vervolgschool Muhammadiyah. Kedua sekolah ini nanti perkembangannya menjadi sekolah yang sama dengan Standaardschool yang didirikan Belanda masa studinya 6 (enam) tahun. Muhammadiyah mendirikan Hollands Inlandse School met de Qur’an Muhammadiyah  sebagaimana Hollands Inlandse School met de Bijbel yang didirikan oleh orang-orang Katolik. Pada sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut juga dipakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. karena itu, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupakan lembaga pendidikan yang didirikan pribumu yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah milik pemerintah Belanda, dan sekolah-sekolah Protestan yang dikembangkan para missionaris.

Usaha pengembangan pendidikan ini menunjukkan kemajuan luar biasa. Pada akhir tahun 1932, Muhammadiyah telah memiliki 103 Volkschool, 47 Standardschool, 69 Hollandsch Standaardschool, (HIS) 25 Schakelschool, yakni sekolah dengan masa belajar selama 5 (Lima) tahun, yang dapat dilanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)  setingkat dengan SMP (Sekarang), bagi siswa yang telah tamat Vervilsgschool atau Standaardschool kelas V.

KH Hisyam memang berusaha keras untuk memajukan pendidikan di kalangan Muhammadiyah. Dalam usaha ini, beliau mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda antara lain bersediah menerima bantuan keuangan dari Belanda, walaupun jumlahnya sangat sedikit dan tidak seimbang dengan bantan pemerintah kepada sekolah-sekolah Kristen saat itu. Pemenerimaan bantua dari pemerintah Hindia Belanda ini sering menjadi bahan kritikan dari Taman siswa dan Syarikat Islam. Sebab, pada waktu itu mereka sedang gencar-gencarnya melontarkan politik non-kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda.

Namun, dengan bijak, KH Hisyam menyikapi kritikan tersebut. Beliau beralasan bahwa subsidi yang diberikan itu berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat Indonsia yang notabenenya mayoritas beragama Islam. Dengan subsidi tersebut, Muhammadiyah bisa memanfaatkan untuk membangun kemajuan bagi pendidikan Muhammadyah yang pada akhirnya juga akan mendidik dan mencerdaskan bangsa ini. Menerima subsidi tersebut lebih baik daripada menolaknya, jika subsidi tersebut ditolak, maka subsidi tersebut akan dialihkan pada sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial yang hanya akan memperkuat posisi kolonialisme Belanda.

Sukses mengembangkan pendidikan Muhammadiyah, tak melupakan pendidikan bagi pputra-putrinya. Dua orang putranya disekolahkan menjadi guru bevoegd (Berwenang). Satu putranya menamatkan studi di Hogere Kweekschool di Purworejo, dan seorang lagi menamatkan studi di Europeesche Kweekschool Surabaya. Kedua sekolah tersebut merupakan sekolah yang didirikan pemerintah kolonial Belanda untuk mendidik calaon guru yang berwenang untuk mengajar sekolah HIS milik pemerintah (Gubernemen). Namun, kedua putra beliau itu kemudian menjadi guru di HIS met de Qur’an Muhammadiyah di Kudus dan Yogyakarta.

Begitu besar jasa KH Hisyam dalam memajukan pendidikan yang memeberikan dampak bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda saat itu memberikan bintang tanda jasa Ridder Order van oranje Nassau.beliau dinilai telah berjaa kepada masyarakat dalam pendidikan Muhammadiyah yang dilakukannya dengan mendirikan berbagai macam sekolah Muhammadiyah di berbagai tempat di Indonesia.

Beliau pulang kerahmatullah tanggal 20 Mei 1945, beberapa bulan sebelum proklamasi kemerdekaan RI, dengan meninggalkan amal jariyah antara lain berupa berbagai macam sekolah Muhammadiyah yang didirikannya di berbagai daerah di Indonesia. (Sumber: Buku 100 Tokoh Muhammadiyah)

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply