Oleh: Andi Nurpati Baharuddin
(Kader Muhammadiyah & Wakil Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat)
KHITTAH.co – Membaca Sulawesi Selatan mempersyaratkan kemampuan untuk merefleksikan masa lalu dan memprediksi tantangan di masa datang. Tulisan ini ingin menghadirkan Sulsel dengan sudut pandang yang optimistik memandang hari esok. Adapun catatan kekurangan di masa lalu sekadar lecutan untuk berbuat yang terbaik.
Hal ini sejalan dengan filosofi hidup masyarakat Bugis-Makassar, “Resopa temmangingi namalomo naletei pammase dewata seuwwae”. Terjemahan bebasnya, “hanya dengan bekerja secara bersunggung-sungguh, baru seseorang bisa mendapat berkah dari Allah swt”.
Dalam tulisan ini, masa lalu saya batasi dalam konteks dua periode terakhir masa kepemimpinan Gubernur-Wakil Gubernur Sulsel. Tepatnya kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo – Agus Arifin Nu’mang Periode 2008-2013, dan 2013-2018.
Pemenuhan Hak Dasar
Pada periode awal kepemimpinannya, SAYANG menelurkan visi RPJMD Sulsel 2008-2013, yaitu “Sulawesi Selatan sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik dalam Pemenuhan Hak Dasar “. Dalam penjelasannya, sepuluh terbaik indikatornya adalah dengan menggunakan capaian IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dibandingkan dengan IPM Propinsi lainnya atau indikator yang lebih realistis adalah dengan menggunakan laju peningkatan IPM itu sendiri, mengingat posisi Sulawesi Selatan dalam peringkat IPM Nasional sangat jauh dari 10 besar.
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘Pemenuhan Hak Dasar’ adalah pemberian fasilitas kepada masyarakat berdasar kewenangan yang dimiliki pemerintah provinsi berupa pelayanan pembangunan dan regulasi.
Periode awal kepemimpinan SAYANG tentu saja menuai apresiasi publik. Indikator sederhananya, masyarakat Sulsel kembali memercayakan mereka memimpin Sulsel 2013-2018. Efek ‘pendidikan gratis (9 tahun) dan ‘kesehatan gratis’ dapat dirasakan meluas oleh masyarakat Sulsel. Keberhasilan yang mencolok lainnya adalah sukses program di bidang pertanian. Swasembada beras dan sapi adalah sejumlah contoh.
Namun catatan penting yang perlu digarisbawahi dalam periode awal ini adalah kegagalan SAYANG mengakselerasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hingga akhir tahun 2013, angka IPM Sulsel masih berkisar pada angka 73,28 atau urutan ke 19 di Indonesia (Sumber: BPS, 2013). Padahal RPJMD memiliki target ambisius yakni masuk dalam 10 besar secara nasional.
Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah adanya ‘program-program mercusurar’ yang idenya justru muncul secara sporadis, bukan bagian dari RPJMD Sulsel. Sebut saja program pembangunan Center Point of Indonesia, yang telah dimulai sejak periode awal kepemimpinan SAYANG, yang dalam catatan KOPEL (2014), telah menyedot APBD sebesar 164,1 miliar.
Pilar Utama Pembangunan Nasional
Pada periode 2013-2018, SAYANG mengusung Visi: “Sulawesi Selatan sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan”.
Pilar Utama Pembangunan Nasional dimaknai sebagai gambaran tentang kondisi Sulawesi Selatan yang menjadi acuan dan berkontribusi nyata terhadap solusi persoalan mendasar bangsa Indonesia. Persoalan mendasar tersebut khususnya dalam perwujudan ketahanan dan kemandirian pangan pada komoditas strategis.
Pada periode kedua kepemimpinan SAYANG, harus diakui bahwa Sulsel menjadi salah satu daerah terdepan dalam menopang kesuksesan pembangunan nasional. Salah satu indikatornya, Sulsel memiliki pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional yakni 6,8%.
Sayangnya, indeks ketimpangan atau dikenal dengan gini ratio tertinggi secara nasional yakitu 0,4 (Harian Upeks, 28 Desember 2016). Artinya, Sulsel adalah “Provinsi paling timpang” di Indonesia. Wilayah yang paling lebar jurang antara orang kaya dan miskin. Lalu untuk apa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, jika tidak diimbangi dengan pemerataan pendapatan?
Kemiskinan dan pengangguran, adalah bentuk nyata dari ketimpangan tersebut. Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada bulan Maret 2016, sebanyak 807,03 ribu jiwa (BPS, 2016). Sedangkan jumlah penganggur terbuka pada bulan Februari 2016, sebanyak 192.969 orang (BPS, 2016).
LANJUTKAN PEMBANGUNAN
Menurut saya, siapapun pemimpin baru Sulsel pasca Syahrul Yasin Limpo, tak lagi harus kembali ke titik nol. Sulsel telah berakselerasi cukup jauh. Siapapun Gubernur baru kita, tagline “lanjutkan pembangunan Sulawesi Selatan” layak dipertimbangkan.
Itu pulalah alasan saya, hanya bersedia maju sebagai Calon Wakil Gubernur, sebab saya berpandangan keberlanjutan, seharusnya diemban oleh orang yang terlibat dalam kepemimpinan sebelumnya. Lalu apa tawaran saya sebagai Balon Wakil Gubernur?
Pertama, saya ingin menegaskan bahwa sejarah Sulawesi Selatan adalah sejarah yang memberi ruang bagi kaum perempuan untuk turut terlibat di ruang publik. Jauh sebelum gagasan kesetaraan gender ala barat masuk dalam ruang-ruang wacana kita, masyarakat Bugis-Makassar telah mempraktikkannya. Hal ini diuraikan Pelras:
“Semua jabatan kerajaan, bahkan termasuk arung matowa, terbuka bagi perempuan; dan mereka benar-benar mangisi posisi penting dalam pemerintahan, empat dari enam pembesar utama Wajo’ adalah perempuan. Mereka tampil di muka umum layaknya kaum pria; menunggang kuda, memerintah, dan mengunjungi orang asing” (Pelras, 2006: 189).
Kedua, saya ingin membantu Gubernur dalam mendongkrak angka Indeks Pembangunan Manusia. Latar belakang keilmuan saya di bidang pendidikan, maupun pengalaman saya sebagai guru/dosen semoga bermanfaat dalam mengakselerasi kualitas pendidikan di Sulsel. Tanpa mengabaikan kompetensi orang-orang yang tidak berlatar belakang ilmu pendidikan, namun mengurusi pendidikan. Saya berpandangan bahwa hanya pendidik atau yang berlatar belakang ilmu pendidikanlah, yang mampu menjiwai ruh pembangunan bidang pendidikan.
Ketiga, pembangunan bidang ekonomi tidak boleh membuat kita abai terhadap pembangunan kebudayaan. Menganaktirikan pembangunan kebudayaan, berarti mengaburkan identitas sekaligus melemahkan mentalitas kita sebagai etnis yang unggul. Kesadaran kebudayaan mampu menghantarkan berkompetisi di era global, tanpa kehilangan identitas.
Bismillah, saya siap membantu dan menjadi team work bersama Calon Gubernur yang memiliki spirit memajukan dan membangun Sulsel dengan lebih optimal.