Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Thuyulkrasi

×

Thuyulkrasi

Share this article

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid*

KHITTAH.CO, – Penthuyulan demokrasi oleh partai-partai politik makin menjadi-jadi dalam praktek kehidupan bernegara di Republik ini.  Pencurian kekayaan alam dan kelestarian lingkungan, otonomi daerah serta hak-hak tenaga kerja dilakukan melalui legislasi UU Omnibus Law. Lalu UU Ibu Kota Negara melegalkan rencana pencurian kawasan Penajam Paser Utara dari masyarakat Paser oleh para thuyul  investor kuning dari Utara. Terakhir adalah pencurian public liberty melalui intimidasi massa sekelompok ormas atas seorang tokoh yg akan berkegiatan di Malang. Bisa dipastikan penthuyulan ini digerakkan oleh kaum sekuler kiri radikal yang menunggangi kaum nasionalis sebagai useful idiots.

Serangkaian perubahan pada UUD45 menjadi UUD2002 oleh MPR hasil reformasi adalah proses pencurian kedaulatan rakyat. Aneh bin ajaib MPR justru menyetujui pencurian kewenangannya sendiri. Mustahil ini terjadi tanpa aksi para thuyul. Namun kaum sekuler kiri radikal sukses membangun dongeng seolah Pancasila masih ada. Lagi-lagi menggunakan kaum sekuler nasionalis sebagai useful idiots. Anehnya banyak orang percaya atas dongeng thuyul ini. Bahkan berkembang wacana seolah Pancasila sedang terancam oleh kelompok radikal Islam yang anti-Pancasila. Sejak pencurian kedaulatan rakyat itu, deformasi kehidupan bernegara melalui berbagai maladministrasi publik terjadi begitu saja tanpa check and balances yang berarti oleh DPR.

Pencurian kebebasan publik makin menjadi-jadi saat penguasa menerima begitu saja desakan WHO berupa public health emergency of international concern yaitu Pandemi Covid-19.  Kedaulatan kesehatan negeri ini telah  dicuri oleh thuyul industri farmasi dan vaksin asing yang memang sejak lama sudah bergentayangan dalam pelayanan kesehatan kita. Pemerintah yang berkuasa dibantu para thuyul berhasil menjadikan pandemi sebagai alasan untuk mengambil keuntungan politik dan ekonomi. Kini, pada saat Mahkamah Agung AS menolak mandat vaksin yang diajukan oleh Presiden Biden, dan Pemerintah Inggris mencabut hampir semua protokol covid, di sini Pemerintah dengan semudah thuyul memberlakukan pembatasan sosial lagi dengan mewacanakan ancaman gelombang ketiga Omicron.

Sudah dua tahun ini anak-anak muda dicuri kesempatan belajar dan bekerjanya dengan alasan pembatasan mobilitas untuk mengurangi penularan. Learning loss bagi bangsa yang sedang menikmati bonus demografi ini tak terhitung.  Kebijakan yg terobsesi dengan mencegah penularan ini sebenarnya hanya masuk akal bagi para thuyul. Imunitas tubuh itu tumbuh melalui aktifitas fisik, mental dan spiritual, bukan stagnatasi ketiganya. Tertular bagi anak muda yang sehat seharusnya bukan masalah besar. Ini justru vaksinasi alamiah yang lebih murah dan lebih kuat. Herd immunity bisa dicapai dengan lebih cepat menghadapi covid-19 ini. Sekarang anak muda kembali menghadapi prospek pembatasan belajar dan bekerja yang semakin suram tidak masuk akal kecuali bagi para thuyul yang menyemburkan bahaya gelombang ketiga.

Pada saat sebagian besar kelompok oposisi masih bermimpi bisa mengganti rezim thuyul saat ini melalui partai politik dan pemilu,  ketahuilah bahwa kelompok sekuler kiri radikal telah merampok kedaulatan rakyat Republik ini sejak amandemen atas UUD Tahun 1945. Lagi-lagi dengan bantuan useful idiots dari kaum nasionalis. Negara ini bukan lagi negara hukum, tapi sudah menjadi negara kekuasaan setelah etika dicuri thuyul dari partai politik. Partai politik bukan lagi penyambung lidah rakyat.  Suara rakyat dicuri para thuyul di bilik-bilik suara Pemilu, sehingga tidak pernah sampai ke parlemen. Begitulah, suara  parlemen saat ini adalah suara para thuyul dan tanpa terasa rakyat sudah kehilangan kedaulatannya.

 

* Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply