Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Tuberkulosis dan Ketakpedulian Kita

×

Tuberkulosis dan Ketakpedulian Kita

Share this article

(Catatan Hari Tuberkulosis se-Dunia, 24 Maret 2016)

Oleh: Nurhayati Azis, SE., M.Si. (Ketua Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Sulsel)
Oleh:
Nurhayati Azis, SE., M.Si. (Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sulsel)

Beberapa hari lalu, peristiwa jatuhnya helikopter milik TNI di Poso, yang menewaskan 13 orang cukup menggemparkan Republik. Beberapa media cetak nasional maupun lokal, menjadikan berita tersebut sebagai headline. Indonesia memang berduka, kehilangan beberapa anak bangsa terbaik. Namun bangsa ini nampaknya masih kurang peduli, jika ada 41 orang/100.000 penduduk Indonesia yang meninggal setiap tahun akibat Tuberkulosis (TB). Jumlah korban TB jauh lebih besar dibandingkan dengan korban helikopter yang jatuh.

Meskipun kuman Mycobacterium Tuberculosis telah ditemukan sejak tahun 1882, tapi hingga 2016, belum ada satu negarapun di dunia yang bebas tuberkulosis. Penyakit TB bukan hanya mengintai negara berkembang dan miskin, negara maju pun masih dibayang-bayangi kematian akibat penyakit ini. Misalnya di Inggris, ratusan korban tewas karena digerogoti kuman penyebab TB. “Orang mengira, penyakit TB sudah tinggal cerita. Padahal di Inggris saja, 250 orang meninggal dunia oleh penyakit yang sebenarnya bisa diobati ini,” sesal Dr Veronica White, konsultan TB diBarts Health NHS Trust, seperti dikutip Metro.co.uk. (24/3/2014).

Kalau di negara sekelas Inggris, TB masih mengancam, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia. Karena itu, peringatan Hari TB sedunia, tanggal 24 Maret 2016 masih sangat relevan. Berbeda dengan penyakit sejenis AIDS yang mendapatkan perhatian penuh dari masyarakat dunia, penyakit TB sejak ditemukan 130 tahun lalu,oleh Dr. Robert Koch, agak jauh dari perhatian publik.

Padahal, World Health Organization (WHO) baru-baru ini merilis bahwa penyakit TB telah menjadi ancaman yang serius yang bersaing dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Berdasarkan data WHO tahun 2015, diperkirakan ada 647 orang penderita TB dari tiap 100.000 penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, yang ditemukan baru 399 orang/100.000 penduduk.

Sayangnya, upaya kita untuk menemukan, merawat dan kemudian mengobati mereka yang terjangkit dengan penyakit ini masih jauh dari cukup. Di sinilah pentingnya menggalang solidaritas dan kesetiakawanan sesama umat manusia untuk membangkitkan kesadaran bersama terkait penyakit TB.

Untuk merespons ini, Community TB-HIV Care ‘Aisyiyah atau masyarakat peduli TB yang di gerakkan oleh organisasi ‘Aisyiyah, menjadikan momen TB Day untuk terus memompakan semangat dalam memberantas TB. Bagi organisasi perempuan Muhammadiyah ini, negeri yang aman dan makmur belum akan tercapai bila TB masih merajalela di tengah masyarakat. Upaya memberantas TB adalah bagian dari sebuah misi kemanusiaan ‘Aisyiyah dalam menjadikan masyarakat Indonesia dan juga dunia menjadi sejahtera.

Orang Miskin Rentan

Kesejahteraan masyarakat tak akan tercapai selagi TB masih menjadi penyebab nomor satu kematian akibat penyakit menular di Indonesia. Apalagi TB banyak diderita oleh mereka yang berada diusia produktif 15-55 tahun. TB juga sangat dekat dengan kehidupan mereka yang berada di lingkungan “kumis” (kumuh dan miskin). Akibatnya mereka yang terkena TB dari golongan ini akan semakini sulit keluar dari jerat kemiskinan.

Bukan tanpa alasan mengapa orang kurang mampu yang lebih banyak mendapatkan penyakit yang ditularkan lewat udara ini. Orang kurang mampu cenderung gizinya buruk, tinggal di sebuah lingkungan dengan ventilasi tidak bagus, serta rumah yang berdempet-dempetan. Semua ini membuat mereka rentan terkena TB.

Namun bukan berarti golongan mampu tidak bisa terkena penyakit dengan gejala batuk selama lebih dari dua minggu ini. Orang kaya pun bisa tertular TB, sebab TB menular melalui udara. Bisa saja mereka tertular di ruang publik yang ber-AC. Ruang tertutup kan peredaran udaranya kurang bagus. Hanya saja, biasanya karena gizi mereka relatif terjamin, maka imunitasnya cukup bagus.

Partisipasi ‘Aisyiyah

Gambar Hari Kampanye TB se dunia
Ilustrasi Kampanye Hari TB se-Dunia

Melihat kondisi ini, maka TB tidak mungkin hanya diselesaikan dengan pendekatan medis semata-mata. Banyak faktor yang harus dilihat agar persoalan yang kompleks ini dapat di tuntaskan. Karenanya dalam TB day tahun 2016 ini, ‘Aisyiyah mengangkat tema “Gerakan Bersama Indonesia Bebas TB”. Semua pihak mesti terlibat dalam penanggulangan penyakit ini.

Selama ini, ‘Aisyiyah telah melatih beberapa komponen untuk penanggulangan TB, yakni Kader TB, Tokoh agama (Toga) dan Pengawas Menelan Obat (PMO). Kader TB berperan melakukan penyuluhan, penemuan suspek (orang yang diduga TB), dan mendampingi pemeriksaan dahak. PMO membimbing pasien untuk mau sehat dengan minum obat teratur dan periksa ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) sampai sembuh, diperkuat dengan peran tokoh agama melalui upaya motivasi spiritual kepada jama’ahnya dan masyarakat secara luas untuk terlibat memerangi TB. Saat ini, program TB dijalankan oleh ‘Aisyiyah Sulsel di 8 Kabupaten/Kota: Makassar, Gowa, Pinrang, Sidrap, Soppeng, Wajo, Parepare, dan Jeneponto.

Jika masyarakat telah bergerak, tentu saja Pemerintah tak boleh berpangku tangan. Tugas pemerintah adalah memperkuat infrastruktur dan SDM pelayanan kesehatan. Semua itu bisa terwujud jika Pemerintah (termasuk Pemprov dan Pemkab/Pemkot) memiliki komitmen penganggaran terhadap penyakit mematikan ini. Miris mendengar, masih ada Kabupaten/Kota yang hanya berkomitmen secara lisan, namun tak mewujud dalam APBD. Bersediakah Pemerintah berbenah?

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply