Oleh: Muhammad Zulkarnain Mubhar *)
Kata Fiqh pada mulanya berarti “memahami”, “mengerti hal-hal kecil”, dan “memahami maksud pembicaraan dan atau percakapan orang lain”. Pemahaman itu mengalami evolusi pemikiran yang pada akhirnya melembaga menjadi ajaran-ajaran dalam mażhab. Pada titik ini, para ahli dari seluruh mażhab memandang bahwa seluruh permasalahan pokok telah dibicarakan dalam mażhab dan telah selesai, sehingga tidak seorang pun yang dianggap mampu meanggunakan daya ijtihād-nya dalam menjawab berbagai permasalahan dalam bidang hukum. Dala arti kata, bahwa pintu ijtihād dalam bidang hukum telah selesai pada masa-masa melembaganya mażhab-mażhab fiqh. Usaha ijtihād, jika dikatakan masih tetap terbuka, dia hanya bersifat menguraikan dan menjelaskan kembali hasil-hasil ijtihād para mujtahid terdahulu dari kalangan ulama mażhab.
Warisan para ulama fiqhi tersebut, selanjutnya menjadi acuan para pengkaji fiqhi kontemporer dengan mencermati berbagai persoalan kontemporer yang muncul ditengah masyarakat modern dan membandingkannya dengan teks-teks syari‘at, kaidah-kaidah fiqhi dan hasil studi para ulama fiqhi terdahulu. Dari sini, lahirlah fiqhi kontemporer (fiqh al-nawāzil) yang bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan syari‘at (al-maqāşid al-syarī‘ah) serta menjaga keteraturan hidup manusia mukallaf.
Jadi, istilah fiqhi tidak lagi dipahami sebagai sebuah bentuk atau metode memahami hukum Islam dari dalilnya, tetapi berevolusi menjadi pengetahuan dan interpretasi akan pemahaman mujatahid terhadap dalil-dalil yang telah mereka susun dalam kitab-kitab fiqhi, dan uşūl al-fiqh berarti dalil-dali dari fiqhi itu sendiri.
Pada zaman ini, kebutuhan umat Islam terhadap penjelasan-penjelasan fiqhi semakin kompleks, berbagai pertanyaan tentang pandangan hukum Islam terhadap satu persoalan mukallaf, selalu saja melahirkan berbagai pertanyaan yang bersifat cabang dan ranting dari berbagai persoalan tersebut yang tentunya membutuhkan jawaban-jawaban yang akurat dan tidak berseberangan dengan teks syari‘at dan kaidah-kaidah fiqhi. Dengan demikian, studi masāil al-fiqhiīyah –khususnya masalah fiqhi kontemporer- sangat urgen, sebagai proses pencarian jawaban atas berbagai masalah kehidupan yang dihadapi oleh manusia dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an, Sunnah Nabi Saw, serta ijmā’) dalam berbagai dimensi dan bidang kehidupan, seperti: pendidikan, industri, perdagangan, pemerintahan, kesehatan, lingkungan, politik, sosial, dan bidang kehidupan lainnya.
*) Muhammad Zulkarnain Mubhar adalah Dosen Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai