Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipNasionalOpini

Zakir Naik dan Bias Debat Agama

×

Zakir Naik dan Bias Debat Agama

Share this article

Oleh : Adam Malik

(Aktivis IMM Cabang Makassar Timur)

Kehadiran Zakir Naik di Indonesia menjadi spirit bagi pengagumnya yang selama ini hanya dapat menyaksikan ceramah beliau di You Tube atau membaca artikel-artikelnya di internet. Zakir Naik memiliki kepiawaian dalam mendebat lawan-lawannya. Kemampuannya dalam mengusai berbagai kitab lintas agama dan kemampuan retorika yang dimilikinya menjadi modal utama dirinya dalam berkekeling menghadiri forum-forum debat keagamaan. Dia sanggup membuat hadirin bertepuk tangan, Logikanya membuat peserta yang hadir mengalami orgasme ke-“hore-hore”-an, Lawan debatnya tak berkutik, penanya sanggup dibantahnya sebelum pertanyaan selesai di layangkan kepadanya. Itulah euphoria Zakir Naik, retorikanya bak serangan mematikan ular kobra asal India.

(Baca Juga: Inilah Sekilas tentang Dr. Zakir Naik)

Di Indonesia sendiri Zakir Naik dipuja dan disambut meriah, kehadirannya di beberapa kota dihadiri banyak orang. Tetapi di negaranya ia dilarang, ini terbukti ketika organisasi Zakir Naik Islamic Research Foundatin di bekukan oleh Kementerian Dalam Negeri India. Di Eropa terutama di Inggris Zakir di larang masuk dengan alasan perilaku yang tidak dapat di terima berdasarkan dari uraian ceramahnya yang dapat memicu sentiment keagamaan. Di negera tetangga sendiri Malaysia, Zakir Naik dianggap ancaman bagi ketertiban publik, moral, ekonomi, sosial, pendidikan, persatuan nasional dan perdamaian. Inilah sikap kewaspadaan terhadap Zakir Naik.

Di tolaknya Zakir Naik di berbagai negara bukan tanpa alasan. Negara-negara Eropa, ia dianggap berbeda dengan tokoh-tokoh agama lain. Baginya Eropa agama tak harus saling diperdebatkan satu sama lain. Eropa adalah bangsa yang berpengalaman soal agama. Baginya, agama adalah hak privasi yang tak boleh di campuri oleh negara. Nah sehingga tidak menutup kemungkinan jika Zakir Naik berceramah di Eropa dapat memicu sentiment keagamaan, dan mengantisipasi resiko jauh lebih baik.

Sewaktu penulis masih bersekolah di pesantren, Zakir Naik adalah tokoh idola, kekaguman itu terletak pada kemampuan mendebat lawannya. Bagi penulis Zakir adalah ujung tombak Islam dalam menyampaikan dakwah Islam. Tetapi, rasa penasaran pun tak terbendung, apakah benar yang disampaikan Zakir Naik ?, adakah perbandingan yang lebih rasional dari pada data-data saintifik yang disampaikannya. Tidak berbenturankah pemikiran Zakir Naik dengan struktur sosial kebudayaan masyarakat?. Rupanya banyak yang memberikan sanggahan pada Zakir. Artinya, kagum pada Zakir Naik itu hal wajar mengapa?, karena seseorang selalu membutuhkan figure, dan bagi beberapa kalangan ummat Islam Zakir adalah refresentasi dari figur tersebut.

Tetapi, alangkah baiknya jika para pengagum tersebut mencari perbandingan atau menelaah kembali apa yang disampaikan Zakir Naik. Kekayaan Islam itu sebenarnya karena keragaman khazanah pemikiran dan pasti akan terdapat perbedaan. Zakir Naik adalah pemikir Islam, mengaguminya boleh saja tetapi kebenaran Islam bukan hanya milik Zakir Naik. Masih banyak cendekiawan muslim selain Zakir Naik yang mumpuni, itupun kalau dalam diri pengagumnya selalu memiliki keterbukaan dalam menerima persfektif lain.

Beragama tak harus memperlihatkan diri sebagai yang superior, merasa benar sendiri, Kekuatan beragama bukan pada justifikasi benar salah, tetapi seberapa tinggi diri dalam mengamplikasikan nilai-nilai kemanusiaan. Bagi penulis, Zakir Naik membangun persfektinya sendiri dalam beragama. Debat baginya seakan menjadi hobi belaka yang ia jelaskan berdasarkan data yang dimilikinya. Tetapi, dari berbagai ceramahnya tak sedikit pula yang memberikan bantahan bahwa Zakir keliru mempersepsikan suatu pahaman. Itu artinya Zakir Naik relatif sama relatifnya dengan apa yang disampikannya.

Jika para pengagum hanya terpukau logika debat Zakir Naik. Maka itulah pengagum yang terjebak dalam mentalisme keagamaan yang semu. Pengagum terpuaskan secara emosional tapi bukan hanya itu, keterpuasan secara intelektual seorang pengagum juga lebih penting. Pengagum sejati tak harus terjebak pada euphoria Zakir Naik karena yang dilakukannya hanya mempertahankan diri dari lawan debatnya. Berdebat itu antara mempertahankan reputasi, ego, tranformasi intelektualnya sangat sedikit. Bagi kelompok pengagum, Zakir di tuntut harus memenangkan debat agar pengagum dapat bersorak gembira.

Debat agama sebenarnya memiliki banyak bias. Contoh kasus, pelaku penyerangan di Dhaka yang menewaskan 22 orang tersebut dan pelakunya mengaku melakukan serangan tersebut karena terinspirasi dari ceramah-ceramah Zakir Naik, nah itulah bias dari ceramah Zakir. Mengapa hal tersebut dapat terjadi ?, boleh saja Zakir menyangkal tetapi coba periksa konten-konten ceramahnya. Biasnya berada pada seseorang yang memersepsikan ceramah Zakir Naik, konten ceramah yang disampaikannya adalah stimulus dan ketika pelaku bertindak sebagai eksekutor disitulah tahap merespon.

Jika seorang pengagum Zakir tidak memilki daya kritis terhadap isi ceramahnya, boleh jadi ia tidak akan melakukan kekerasan tetapi, tidak menutup kemungkinan aspek-aspek emosionalnya akan berkata lain. Nah terakhir selain bias dari ceramah Zaki Naik. Kira-kira setelah mendengar atau menghadiri ceramah Zakir Naik apa capaian yang di peroleh seorang pengagum?.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply