Oleh: Usman Lonta (Wakil Ketua DPW PAN Sulsel)
KHITTAH.CO – Beberapa hari lalu, saya dimintai pandangan oleh Ketua DPW PAN Sulsel, saudaraku H. Ashabul Kahfi. Dalam pertemuan tersebut, saya kemukakan bahwa bergabung dengan koalisi pemenang Pilpres meskipun benar, akan tetapi belum tepat.
Ketepatan berkaitan dengan momen. Masih segar ingatan warga pemilih PAN, bahwa kita ke koalisi Prabowo karena rezim inilah penyebab tumbuh suburnya ketidakadilan. Oleh karenanya terburu-buru bergabung ke koalisi pemenang pilpres terkesan penghianatan terhadap pemilih PAN.
Kesan pengkhianatan terhadap pemilih PAN susah dihindari, sehingga jauh lebih mulia kalau PAN tidak menjerumuskan diri pada rezim ini. Jauh lebih mulia jika PAN puasa. Puasa dalam makna mengendalikan diri masuk ke koalisi ini. Meskipun ada ajakan, karena itulah batu ujiannya, ketika ada ajakan dan kita mengendalikan diri. Apalagi kalau cuma mau sekedar masuk koalisi tersebut tanpa diajak.
Ketika ada ajakan dan PAN bisa menahan diri, maka itulah hakekat puasa PAN dalam menghadapi dahsyatnya godaan kekuasaan. Alasan lain adalah PAN harus memahami suasana batin para pemilihnya pada pemilu legislatif 2019 yang lalu.
Saya tidak ingin melakukan generalisasi terhadap semua pemilih PAN, tetapi setidaknya harus diperhatikan beberapa kalangan yang memilih PAN karena ingin menegakkan keadilan, ingin agar supaya rezim ini segera berakhir. Menjaga suasana batin ini jauh lebih baik daripada mengambil manfaat untuk bergabung di rezim ini. Dalam qaidah usul fikih dikatakan bahwa menghindari mudharat jauh lebih utama daripada mengambil manfaat.
Oleh karena itu jika ada tawaran untuk berkoalisi, jauh lebih mulia jika tawaran tersebut ditolak dan mengambil posisi diluar pemerintahan untuk menjalankan fungsi pengawasan sebagai check and balances terhadap jalannya pemerintahan. Peran kebangsaan seperti ini tidak akan mengurangi kemuliaan PAN daripada ikut larut dalam rezim ini.
Wallahu a’lam bishshawab