Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BeritaMuhammadiyahOpini

Muhammadiyah Tempat Belajar Pancasila dan Toleransi yang Otentik

×

Muhammadiyah Tempat Belajar Pancasila dan Toleransi yang Otentik

Share this article
Furqan Jurdi

Oleh: Furqan Jurdi (Ketua Lembaga Dakwah DPP IMM)

KHITTAH.CO, MAKASSAR — Apabila kita ingin melihat dan mengetahui sebuah gerakan Islam yang moderat dan berkemajuan di Indonesia, bahkan mungkin seluruh dunia, maka datang dan pelajarilah tentang perjalanan pergerakan Islam Muhammadiyah. Dalam Muhammadiyah, tidak ada pengkultusan individual, kehidupan organisasi berjalan dalam konsep modernism Islam tanpa meninggalkan pondasi utama Islam, al-Quran dan As-Sunnah.

Organisasi yang lahir di abad 20 ini tidak hanya berpikir moderat, atau mengkampanyekan toleransi pada sebatas festival semata, melainkan juga dalam tindakan nyata. Tujuannya sederhana, di dalamnya mengandung makna yang paling otentik tentang Islam, yaitu mengusahakan terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam mengusahakan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah menjadikan pendidikan sebagai senjata utama dalam membangun kesadaran kaum muslimin khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Perkembangan gerakan dakwah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan telah memberikan sumbangan besar bagi pembangunan karakter bangsa dengan menghilangkan sekat-sekat yang berkaitan dengan agama. Tujuan utama Muhammadiyah dalam membangun mental generasi bangsa pada dasarnya untuk mendidik generasi-generasi Islam. Meskipun demikian Muhammadiyah tidak penah menutup diri untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendidik pula generasi dari agama-agama lain , dan memberikan kesempatan untuk belajar di dalam pendidikan Muhammadiyah.

Kalau kita pergi ke bagian Timur Negara Indonesia, banyak sekali umat beragama lainnya yang merasakan betapa kehadiran pendidikan Muhammadiyah memberikan konstrubusi yang signifikan dalam mencerahkan kehidupan bangsa. Mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), SD/MI, SMP dan SMA hingga Perguruan Tinggi Muhammadiyah telah banyak mendidik masyarakat Indonesia dari berbagai etnis dan Agama.

Melalui dakwah dibidang pendidikan inilah Muhammadiyah memberikan contoh tentang Negara Pancasila. Negara yang berfalsafah Pancasila adalah Negara yang menerima segala perbedaan dan kemajemukan, membangun karakter dan pribadi generasi tanpa memandang suku dan agama. Kalau kita ingin melihat toleransi tanpa embel-embel datanglah ke Muhammadiyah.

Apakah mendidik tanpa mengenal suku dan agama tersebut Muhammadiyah menjadi Liberal? Tidak sama sekali. Muhammadiyah tetap menjadi gerakan Islam yang terus mengkokohkan semangat Islam dengan mengupayakan terbentuknya masyarakat Islami. Justru Muhammadiyah memperlihatkan wajah moderat Islam yang sesungguhnya, dan tentunya menjadi nilai tambah bagi eksistensi Islam di tengah masyarakat. Bahkan gerakan Muhammadiyah menepis satu persatu pandangan tentang Islam yang keras, dan juga menghilangkan phobia masyarakat terhadap Islam.

Dalam mendidik generasi bangsa melalui sekolah dan perguruan tingginya itu Muhammadiyah memakasa para pelajar dari agama lain untuk masuk Islam? Tidak juga. Muhammadiyah dengan penuh kerelaan hati dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan pada persatuan dan keadilan social rela untuk mendidik semua kalangan, meskipun itu berbeda secara akidah.

Toleransi yang tengah dipraktekkan oleh muhammadiyah adalah toleransi yang otentik. Tidak ada kepalsuan di dalamnya, melainkan keikhlasan untuk mencapai tujuan bersama, tujuan Negara Pancasila. Karena itu Muhammadiyah tidak pernah mempersoalkan apapun tentang Negara Pancasila. Meskipun pada saat perubahan falsafah Negara yang menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa, Muhammadiyah melalui Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo dan KH. Kahar Muzakkir menjadi tokoh kunci sekaligus menolak perubahan Piagam Jakarta menjadi Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945. Meskipun dengan sangat keras menolak, pada akhirnya tokoh-tokoh Muhammadiyah itu, dan para founding fathers menerima perubahan itu. Maka keputusannya, Piagam Jakarta dirubah dengan menghapus 7 kata, “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya” di rubah menjadi Pancasila, dengan “Ketuhanan yang Maha Esa”.

Muhammadiyah dan Asas Tunggal

Pada Muktamarnya yang ke-41 Muhammadiyah mengkonsepkan tentang masyarakat utama. Tema ini muncul kepermukaan setelah Muktamar 41 yang berlangsung di Solo pada tanggal 7-14 Desember 1985. Munculnya tema tentang Masyarakat Utama ini akibat dari perberlakuan asas tunggal Pancasila oleh razim Orde Baru. Sehingga tujuan Muhammadiyah yang sebelumnya berbunyi “menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” di rubah menjadi “Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Utama, adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wata’ala”.

Karena itulah Masyarakat Utama yang dipahami dalam pandangan Muhammadiyah adalah masyarakat yang bersifat dinamis, yang selalu berada dalam spectrum perubahan. Masyarakat yang bersifat dinamis ini memilik ciri khas dalam mengikuti alur perubahan sesuai dengan tuntutan zaman. Meskipun dinamisasi perkembangannya Masyarakat Utama tetap tidak meninggalkan orientasi dasar gerakannya yang berlandaskan pada al-Quran dan Hadits yang menjadi pedoman gerakan. Jadi Masyarakat Utama itu adalah masyarakat yang beriman secara prisipil dengan sistem kelembagaan yang mampu menegakkan amar ma’ruf dan mencegah yang mungkar, yang berorientasi pada nilai-nilai keutamaan.

Meskipun secara kelembagaan Muhammadiyah menerima asas Tunggal Pancasila, namun beberapa tokoh-tokoh Muhammadiyah banyak yang menyayangkan, bahkan ada yang tidak menerima sama sekali Asas tunggal itu. Sikap lunak Muhammadiyah bukan karena Muhammadiyah ingin menyelamatkan diri dari tekanan politik orde baru, tetapi sikap itu adalah merupakan cerminan dari sikap moderat Muhammadiyah yang selalu menerima dan membuka diri pada perkembangan dan perubahan situasi dan kondisi tertentu. Dengan menerima Asas Tunggal Pancasila, konsep untuk membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar tetap eksis dan berjalan secara dinamis.

Sikap keterterimaan Muhammadiyah tersebut melambangkan kematangan sikap politik yang berwibawa tinggi. Dikatakan demikian karena Muhammadiyah ketika menyesuaikan konsep Asas Tungga orde baru dengan tujuannya, maka dalam pergerakannya akhirnya Muhammadiyah mampu merumuskan langkah politik yang sangat detail, menyoroti segala kelemahan kepemimpinan nasional. Hal tersebut dapat di Baca Dalam buku “Masyarakat Utama” yang ditulis oleh M. Yunan Yusuk dkk yang telah merumuskan dalam bentuk konsep tentang gerakan Muhammadiyah pada masa itu. Dan kelihatan jelas sorotan tajam Muhammadiyah terhadap kondisi bangsa tanpa disadari oleh orde baru, bahwa perubahan tujuan itu merupakan bagian dari taktik Muhammadiyah. Dan pada akhirnya juga, Muhammadiyah menjadi patron gerakan reformasi melalui tokoh utamannya M. Amien Rais.

Pancasila Sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah

Setelah memasuki masa reformasi Muhammadiyah berperan penting dalam mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara melalui lembaga-lembaga yang telah dibentuknya. Lembaga Pendidikan, Lembaga Sosial Persyerikatan Mmuhammadiyah mendominasi semangat ber-amar ma’ruf yang menggembirakan. Pada saat yang sama memasuki Abad ke-2, Muhammadiyah memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghilangkan sekat-sekat social dan sekat-sekat ideology dengan mengajukan gagasan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah.

Konsep tersebut tidak terlepas dari semangat moderat dan “spirit tengahan” yang sering ditunjukkan oleh Muhammadiyah selama ini. Dengan mengajak semua elemen bangsa untuk ikut terlibat dalam mengisi kemerdekaan bangsa tanpa harus tersandera oleh pertentangan politik dan ideologi.

Pandangan Muhammadiyah tentang Negara Indonesia sebagai Negara Pancasila merupakan sebuah gagasan yang berkemajuan. Sebab, Negara Pancasila adalah hasil kesepakatan yang tidak harus terus menerus diributkan, sehingga kita lupa untuk mengisi kemerdekaan yang sampai hari ini masih belum terwujud sepenuhnya.

Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah diartikan sebagai Negara untuk kita isi dengan berbagai capaian, prestasi dan kegiatan yang akan mampu menopang kemajuan bangsa. Karena bangsa Indonesia melalui para founding fathers, telah menetapkan Pancasila sebagai sebuah consensus bersama yang harus menjadi saksi bagi kita dalam mengisi Indonesia.

Gagasan tengah yang diambil oleh Muhammadiyah tersebut merupakan solusi dari berbagai pertentangan politik dan ideologi yang selama ini telah menjelma menjadi “sekte-sekte” politik. Terlalu banyak energi bangsa ini telah terkuras untuk menghadapi polemik politik seperti ini. Oleh karena itulah Muhammadiyah mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai saksi bagi kita untuk mengisi dan mewujudkan cita-cita Indonesia yang merdeka, yang menjadi amanat sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia.

Semua sekat agama, suku dan ideologi harus menerima konsensus bersama bangsa Indonesia yang telah menjadi falsafah berbangsa dan bernegara. Dengan semangat wasatiyah inilah Muhammadiyah tidak memandang suku maupun agama dalam mengisi kemerdekaan dan berjuang untuk memajukan bangsa Indonesia. Perbedaan yang ada pada kita semua hanyalah berbentuk luar tetapi semangat bangsa Indonesia adalah untuk memajukan kesejehteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Pancasila.

Apabila semua komponen bersatu atas nama Indonesia, maka untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut akan menjadi ringan, tanpa harus ada rasa superior dan inferior. Semua anak bangsa harus menjadi pelaku sejarah dan pelaku dalam membangun bangsannya demi Indonesia yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.

Wallahualam bis shawab

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply